"Seburuk-buruknya kita di depan teman, mereka tetap akan menerima kita."
- Human Parasite -
***
"Yakin lo bisa?" tanya Anindihita yang belum yakin Bagaskara bisa membantunya.
"Gini saja massa enggak bisa, ini mah gampang banget," jawab Bagaskara enteng.
"Oke, kita lihat saja gimana," balas Anindihita menantang Bagaskara.
Bagaskara hanya mengacungkan ibu jarinya. Dengan semangat, Bagaskara menawarkan majalah kepada orang-orang yang melewatinya. Terik matahari seolah juga ikut menguji Bagaskara, panasnya sinar matahari sampai-sampai terasa begitu menusuk ke dalam kulit.
Selama dua puluh menit berdiri, Bagaskara mampu menjual lima majalah, ya memang hanya sedikit. Tapi, usahanya mampu dikatakan berhasil.
"Wih lima yang kejual?" tanya Anindihita.
"Iya."
"Cape enggak? Berdiri terus tuh," tanya Anindihita ketika Bagaskara ikut duduk di sampingnya.
"Enggak juga sih, kalau memang niatnya mau cari uang ya enggak boleh bilang cape," balas Bagaskara yang mampu membuat Anindihita takjub.
"Ada benarnya, kalau ngeluh enggak akan bisa dapat apa-apa, yang ada ngejalaninnya enggak ikhlas," ujar Anindihita.
"Sudah sore, enggak pulang?" Bagaskara melihat ke arah jam tangannya yang sudah pukul empat sore.
"Pulang saja, entar gue dicariin sama Ibu."
"Naik apa?"
"Angkutan umum," jawab Anindihita.
"Masih ada jam segini?" tanya Bagaskara pasalnya sudah sore dan jarang ada angkutan umum.
"Ada cuma nunggunya sedikit lama dari biasanya," jelas Anindihita.
"Gue antar saja gimana?" usul Bagaskara yang ingin mengantar Anindihita pulang.
"Enggak usah, gue biasa sendiri," tolak Anindihita mentah-mentah.
"Sudah, gue antar saja. Ayo," protes Bagaskara yan tetap ingin mengantar Anindihita pulang.
Keduanya berdiri dan bersiap untuk pulang. Sebelum pulang, Anindihita mengembalikan majalah dan memberikan separuh pendapatannya kepada pak .
"Iya, tapi jadinya gue ngerepotin," sanggah Anindihita.
"Kayak sama siapa saja lo," balas Bagaskara.
Bagaskara menyalakan sepeda motornya dan membelah jalanan dengan kecepatan normal. Anindihita menutup matanya menikmati angin sepoi-sepoi yang sangat terasa sejuk.
Seperti sekarang, sudah sangat jarang udara sejuk di kota besar dikarenakan banyaknya polusi yang ditimbulkan dari kendaraan pribadi dan juga pabrik-pabrik yang juga semakin banyak.
Anindihita mengarahkan Bagaskara untuk sampai ke rumah.
"Lain kali enggak usah antar ya," pinta Anindihita yang merasa tak enak.
"Irit ongkos lo kalau gue antar jemput," balas Bagaskara.
"Tapi ... 'kan bensin lo habis," sela Anindihita.
"Masuk gih, katanya dicariin Ibu lo," celetuk Bagaskara mengalihkan pembicaraan.
"Ya sudah pulang juga," canda Anindihita.
"Iya, gue pulang saja. Daripada diusir sama pemilik rumah," jawab Bagaskara. "gue pamit ya," lanjutnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Human Parasite✅ (End)
JugendliteraturAnindihita, remaja SMA yang terus-menerus bergantung pada teman sebangkunya. Tak ada rasa malu baginya Anindihita menghampiri Tarie, "Tarie, pinjem pr matematika lo dong." ujar Anindihita. "Nih." Tarie menyerahkan pr matematika miliknya. "Tarie, pi...