11. Hanya Bersimpati

8.2K 798 10
                                    

Aku pikir kamu kembali, ternyata kamu provider milik negara. Hanya bersimpati.

°°°

Gira mengkerutkan dahinya ketika melihat siluet seseorang yang dikenalinya tengah duduk di salah satu bangku di taman. Orang itu adalah Dewa, mantan sekaligus tetangga juga bosnya. Pria itu seperti baru saja bermain basket, terlihat nafasnya sedikit ngos-ngosan.

Masih aja main basket jam segini! Kalo sakit gimana? Cibir Gira di dalam hati sembari melirik jam di ponselnya. Jam menunjukkan 23.00 tepat. Waktu yang tidak cocok untuk berolahraga ataupun bermain basket

Dulu, saat mereka masih bersama, Gira sering sekali melarang Dewa untuk tidak berolaharga malam-malam. Dewa menurut dan tidak pernah lagi berolarga di malam hari. Tetapi ternyata kebiasaan buruk pria itu masih dijalankan sampai sekarang.

"Wa!"

Dewa dikejutkan dengan tepukkan pelan di pundaknya. Pria itu berbalik dan mendapati mantan kekasihnya yang saat ini menatapnya berang. Kedua tangan gadis itu berada di pinggang, seperti emak-emak berdaster merah yang sedang menangkap basah anak kecilnya bermain malam-malam dan tak kunjung pulang dari habis maghrib.

"Kok kamu main basket malam-malam gini sih, Wa? Ini tuh udah jam 11 malam, gak mikirin kesehatan banget sih kamu!"

Dewa yang awalnya bingung, tak lantas diam-diam tersenyum. Ternyata Gira masih sama saja, bahkan sudah 5 tahun berlalu.

"Kalo sakit gimana, Wa? Kamu kek gak ada waktu lain gitu buat main basket? Oke kalo kamu suka banget olahraga, tapi pentingin kesehatan kamu juga dong! Emangnya kamu gak pernah baca atau lihat berita orang meninggal karena kecapean olahraga? Kamu mau gitu, ha?!"

Lihat lihat. Apa Dewa bilang? Gira itu gak pernah berubah. Kekhawatiran yang terbalut dengan kecerewetannya itu masih sama seperti 5 tahun lalu.

"Baru 15 menit juga, Ra. Belum sejam."

"Sejam kamu bilang?! 15 menit aja udah ngos-ngosan kamu!"

Dewa tidak tahan untuk tidak tertawa, "Kok kamu khawatirin aku?"

"Ya aku khawatir lah, Wa! Kalo kamu sakit, siapa yang bisa kamu mintai tolong selain aku? Keluarga kamu kan di Bandung semua."

Jadi... Gira hanya takut direpotkan saja olehnya?

Berharap apa sih lo, Wa?

"Care sama dengan love. Memang kenapa kalo aku sakit? Kita masih lope-lopean emang?"

Gira sempat terdiam, namun segera gadis itu kembali menimpali, "Dih, mana ada konsepnya begitu! Kepedulian itu gak harus ada rasa cinta kali!"

Dewa menatap Gira dengan pandangan yang tidak terartikan dalam-dalam. Hal itu membuat gadis cantik itu mengalihkan pandangannya. Menghindari tatapan pria itu, yang entah kenapa malah berubah serius.

Gira jadi meruntukki kakinya tadi yang refleks menghampiri Dewa. Entah kenapa dia jadi gatal untuk tidak menceramahi Dewa tadi. Seharusnya tadi dia berlalu saja dan kembali ke apartemennya. Padahal kan tadi juga dia keluar karena lapar, alhasil mencari makanan di minimarket di depan. Tapi, kenapa dia melupakan rasa lapar itu dan malah menghampiri Dewa?

"D-dahlah aku mau balik ke apart. Permisi!" Gira langsung bangkit dan meninggalkan Dewa yang tak kunjung melepaskan tatapannya. Dia jadi takut kalo Dewa jadi seserius itu menatapnya. Bukan takut karena menyeramkan, tapi takut jatuh lagi kepadanya.

Cek Apartemen Sebelah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang