33. Kesalahpahaman Yang Usai

7.2K 691 50
                                    

Pembicaraan Gira dengan sang ayah di taman belakang kala pagi itu berakhir tak lama. Dirinya pun segera kembali memasuki rumah, tentunya berniat untuk kembali bermain dengan Gara. Beruntung sekali tepat ketika ia mencari, dirinya sudah mendapati Gara bermain dengan bola yang tentunya ditemani oleh sang ibu.

"Gara jelek!" Gira mengejutkan batita itu, membuatnya seketika merengut dengan alis tebal yang pernah membuat Gira iri karena ayahnya tidak menurunkannya kepadanya.

"Ka Lala ele!" Balas Gara balik meletakkan lidahnya. Gira pun mencibir dan mencubit pipi chubby adiknya itu dengan gemas. Namun di tengah itu dirinya baru menyadari sesuatu, yaitu Geana yang termenung dengan jejak air mata yang membekas di pipi putih ibu sambungnya itu.

"Mbak, kenapa?" Gira bertanya sembari memegang pundak Geana, membuat wanita itu seketika tersentak dari alam pikirannya.

"Eh, Ra? N-nggak kok, tadi aku cuma baca novel ini. Ceritanya sedih banget..." Kelakan yang diikuti dengan kekehan hampa Geana tak serta merta membuat Gira percaya. Setidaknya membaca novel tidak akan membuat matamu sampai memerah sekali seperti itu.

Tak lama pintu belakang rumah yang menghubungkan taman terbuka. Dari ruang keluarga yang memang jaraknya tidak cukup jauh, Ian baru saja masuk setelah tadi memang sempat berbicara dengan salah satu tetangga belakang rumah.

"Oh iya, Mbak. Nanti kita makan malam, yuk!" Ajak Gira. Namun, ketika Geana ingin menerima ajakan putri sambungnya itu, Ian sudah terlebih dahulu menyerobot.

"Kita pergi berdua saja. 'Kan sudah lama kita tidak keluar makan malam seperti dulu," Ian mengatakan dengan sangat santai, tetapi terdengar penegasan di dalamnya. "Lagian, Tamara bilang akan pulang hari ini. Ana akan langsung diantar, nanti tidak ada orang yang menunggunya."

Gira ingin menyela perkataan ayahnya itu, tetapi Geana langsung menjawabnya, "Iya, Mas. Aku sama Gara nggak usah ikut."

"Tapi, Mbak-"

Geana memberikan seuntas senyum lembutnya, berusaha meyakinkan putri sambungnya melalui senyuman itu, "Nggak apa-apa kok, Ra. Lagipula, Rara sama Ayah 'kan butuh quality time. Udah lama juga nggak jalan bareng Ayah 'kan?"

Itu memang benar. Tapi, kenapa rasanya Gira menjadi tidak enak dengan ibu tirinya itu? Rasanya ada sesuatu diantara ayahnya dan Geana yang tidak ia ketahui. Terlebih lagi Ian seketika mengalihkan pandangannya dan menaiki tangga ketika Geana menatapnya dengan tatapan tak terdefinisikan.

Seperti... Ada yang tidak dapat bisa terungkapkan dari tatapan keduanya.

°°°

Belakangan ini Gira dan Dewa malah semakin menjadi sering ribut. Walaupun bukan masalah kehamilan yang sepertinya mereka juga sudah lelah membahasnya. Ini lebih ke masalah kecil yang dibesar-besarkan karena Gira yang moodnya suka sekali berubah-ubah satu waktu. Padahal sering sekali yang menjadi penyebab wanita itu marah-marah tidak jelas bukanlah Dewa. Tetapi, entah kenapa sosok Dewa saat ini selalu saja salah dimata Gira. Dewa melakukan itu salah, Dewa melakukan ini juga salah. Pokoknya serba salah.

Gira mendudukkan dirinya setelah memasukkan pakaian kotor ke dalam mesin pencuci. Dewa sudah setengah jam yang lalu pergi untuk mengecek cabang restoran mereka di Jakarta yang baru saja buka seminggu yang lalu. Tentunya pergi setelah mendapatkan omelan dari istrinya yang tercinta ini.

Dan juga, belakangan ini ia jadi sering kecapekan. Padahal kegiatan Gira setelah menikah tidak sesibuk sebelum dirinya dulu, yang setiap paginya harus berjibaku dengan kemacetan Jakarta untuk pergi bekerja. Sekarang dirinya benar-benar menjadi ibu rumah tangga. Namun tentunya terkadang juga membantu Dewa mengurus restoran mertuanya yang sekarang sudah menjadi bisnis mereka.

Cek Apartemen Sebelah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang