Selepas tangisan Violeta di rengkuhan Altas, mereka berdua kini berada di taman rumah sakit meskipun hari sudah malam.
Tak ada yang berniat membuka percakapan sejak Altas membawa Violeta keluar dari ruang rawat ayah gadis itu.
"Makasih udah tolongin Leta kali ini."
Altas hanya menyeringai walaupun gadis itu tak menyadarinya. Deringan ponsel dari milik Altas membuat lamunan keduanya langsung buyar.
"Halo, Ma."
"Kenapa belum pulang sampe jam segini? Di mana sebenarnya kamu, nak?"
"Altas pulang, kok. Bentar lagi bakal sampe."
"Mama tunggu. Hati-hati di jalan, sayang."
"Iya, Ma."
Altas beranjak dari duduknya. Laki-laki itu bahkan tak lagi mempedulikan Leta sekarang. Mungkin jika tangannya tidak ditahan oleh Leta, dirinya tak kembali bersuara. Benar-benar mempunyai sifat yang berubah-ubah seperti bunglon.
"Makasih, Al. Kalo nggak ada Altas pasti Leta—"
"Remember this, seperti ucapan gue tempo lalu. Gue empati sama lo sebagai warga Indonesia yang mempunyai dasar negara Pancasila, dan harus mengamalkannya. Jadi ... lo simpen kata terimakasih lo. Karena gue nggak butuh itu."
Leta hanya bisa menghela nafas ketika punggung Altas kian lama kian menjauh. Sepertinya, pendirian laki-laki itu masih sama, meskipun beberapa jam yang lalu, dialah laki-laki yang memeluknya bahkan memenangkan tangisannya.
—oOo—
"Ayah saya sakit apa, dok?"
"Anda anaknya? Ibu anda di mana?"
Cukup lama Violeta terdiam, membuat dokter tersebut paham akan situasi seperti ini.
"Begini, ayah anda mengalami komplikasi pada organ tertentu. Selain ada bekuan di otaknya, ginjal beliau sudah mengalami kerusakan dan harus secepatnya menjalankan operasi."
Fakta mengejutkan untuk dirinya kali ini. Sepertinya dunia yang akan ia lewati akan gelap tanpa cahaya.
"Berapa biayanya, dok?" tanya Violeta setelah keterdiamannya yang cukup lama.
"Untuk transplantasi ginjal berkisar tiga ratus juta untuk kelas tiga, Nak."
"Leta!"
Leta terkesiap ketika bahunya di tepuk dengan sangat keras dari belakang. "Ngelamun mulu gue perhatiin dari tadi. Ada masalah apa?"
Violeta menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. Ini hanya masalahnya yang sahabat ataupun orang lain tidak boleh mengetahuinya.
"Cuman kepikiran gimana gue bisa menang nanti."
"Lo pasti bisa! Bentar lagi giliran lo tanding, tinggal selangkah lagi lo bakalan menang. Tenang aja, gue orang pertama yang bakal sorakin lo ketika di lapangan nanti. Jadi .... senyum dong! Jangan mendung kayak gitu wajahnya!"
Tak berselang lama, cabor tunggal putri—yaitu Violeta dipanggil untuk menuju ke tengah lapangan. Sorakan Cassandra langsung terdengar nyaring ketika kaki Violeta baru saja memasuki lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARA (Terbit)
Teen FictionWARNING‼️‼️ Siapin mental dan stok sabar yang dobel pokoknya! Private acak follow sebelum baca! Sequel Trust Me Aretha Judul awal Realtas -> AKARA AKARA -> Bayangan Lengkap! Namun, sudah terbit di Guepedia dan Karyakarsa dengan Ending yang berbeda °...
