bagian enam💎

1.5K 129 5
                                    

"kamu masih di sekolah?"

"Iya mas. Jadi ke sini?" Tanya Muti dari sambungan teleponnya dengan sang suami.

"On the way. Yaudah saya tutup"

"Oke. Mas hati-hati"

Tut.

Muti melihat suasana sekitar. Masih aman karena geng Bianca mungkin betah ngantin. Sunghoon benar menepati janjinya. Siang ini dia akan datang ke sekolah dan bertemu dengan Bianca. Entah, Muti juga tidak tau rencana mas suami. Dia sudah merengek untuk mengikhlaskan dirinya dibully. Tapi Sunghoon tetap teguh dengan pendiriannya.

Ya. Sekarang Muti merasa bersyukur ada Sunghoon yang membelanya. Setidaknya ada seseorang yang mampu menjadi pelindungnya. Dari umur lima tahun Muti tidak mendapat kasih sayang seorang ayah. Hingga lupa bagaimana sosok laki-laki dapat menjaganya. Ayah Muti meninggal sejak dia kecil karena sakit paru-paru. Menjadikan bundanya sebagai orang tua tunggal. Dan menjadi sosok yang inspiratif untuknya. Bundanya adalah semangat Muti untuk mewujudkan hidup yang lebih baik.

Saat ini Muti duduk sendirian di salah tau kursi panjang lobi. Menunggu kedatangan Sunghoon, yang sudah setengah jam lalu bilang sedang perjalanan. Tapi sampai sekarang belum kunjung datang.

Muti jadi resah di tempat. Dia cemas Bianca akan menemuinya. Dia mau bilang apa jika cewek itu menagih ganti rugi ponselnya yang rusak nanti?

Jika digantikan dengan ponsel kentangnya, mana Bianca mau? Kalau maupun itu hanya sebatas mimpi.

Tidak disangka yang dipikirkan pun muncul. Bianca and the geng terlihat akan melewati lobi sekolah. Muti inginnya sembunyi, tapi bingung jika nanti Sunghoon datang malah kesusahan mencarinya.

Akhirnya dengan segenap hati Muti pasrah saja.

"Heh miskin ngapain lo sendirian di situ?" Tanya teman Bianca. Yang Muti tau namanya Alesha.

Muti hanya menggeleng dan tak menggubris kedatangan ketiganya. Geng Bianca.

Dia fokus ke pintu besar gerbang. Menunggu kedatangan Sunghoon.

Bianca sepertinya kepo dengan arah pandang Muti. Dia juga mengikutinya dan seperti tidak melihat sesuatu yang menarik, Bianca beralih menatap Muti lagi.

"Ohhh iya! Lo kan babu gue sekarang. Ikut gue. Kerjain PR gue sana" suruh Bianca dengan wajah angkuh dengan mata yang mengintimidasi.

"Iya nanti" jawab Muti. Dia tidak mau bergerak sedikitpun. Dia hanya ingin menunggu Sunghoon sekarang.

Bianca yang kesal mencoba menyeret Muti. Saat sudah bisa meraih lengan Muti, deru mobil yang memasuki area pelataran sekolah terdengar.

Keempat orang yang sedang ribut di lobi langsung mengalihkan perhatian mereka sejenak.

Bianca dengan refleks melepas tarikannya di lengan Muti. Wajahnya entah tiba-tiba semringah. Muti juga dapat melihat raut bahagia Bianca saat melihat Sunghoonlah orang yang turun dari mobil. Apa Bianca menyukai suaminya?

Tapi siapa juga wanita yang tidak suka cowok tampan seperti Sunghoon? Sudah tampan anak pewaris lagi.

"Itu bukannya cowok ganteng yang kemarin ya?" Bianca menyenggol lengan temannya. Dia heboh sendiri dengan melihat Sunghoon dengan kagum.

Fix, Bianca memang menyukai Sunghoon. Padahal Sunghoon ke sini akan membantainya.

Selamat hari kematianmu Bianca.











"Mas?" Muti langsung berdiri dan berlari kecil menghampiri Sunghoon. Geng Bianca mendadak merubah ekspresi. Mereka saling bertukar pandang selama beberapa detik. Sampai merubah ekspresi mereka dari semringah menjadi kesal ke Muti.

Me And SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang