bagian dua belas💎

1.5K 114 13
                                    

Sepulang sekolah, Muti datang ke istana Park. Sudah izin Sunghoon karena Muti ingin menjenguk mama mertua yang sudah pulang dari rumah sakit. Bicara mengenai Sunghoon, suami Muti masih ada kuliah hingga petang nanti.

Saat Muti memasuki rumah, salamnya tidak ada yang menjawab. Bahkan rumah terasa kosong tanpa penghuni. Akhirnya Muti memutuskan untuk langsung ke kamar mertuanya. Ketika sampai Muti melihat Mbak Yuni. Asisten rumah tangga kepercayaan Oma. Yang telah mengabdi sejak Sunghoon dan Kana masih kecil.

"Mama ada di kamar ya, mbak?" Tanya Muti. Dibalas anggukan oleh Yuni.

"Sedang istirahat mbak. Masuk aja kalau mau lihat." Balas Yuni.

"Oke, makasih mbak."

"Sama-sama, mbak. Ya udah saya permisi ya. Mau bantu Oma dulu." Pamit mbak Yuni berlalu.

Segera setelah Yuni masuk ke kamar Oma. Muti mengetuk pintu terlebih dahulu dan masuk setelahnya.

Dia iba melihat kondisi mama mertuanya. Yang biasa galak padanya kini harus terbaring di atas kasur karena kondisinya yang stroke.

Saat Muti mulai mendekat, Fanni perlahan terbangun. Mungkin merasakan kehadiran seseorang yang masuk.

"Ngapain kamu ke sini. Pergi.." usirnya.

Muti perlahan mundur. Dia menarik napas dalam-dalam. Menetralkan degup jantungnya dan perasaan takut pada mama mertuanya.

"Mama butuh sesuatu? Aku bisa ambilin." Tawar Muti.

"Saya nggak butuh kamu. Kamu senang kan, lihat saya kaya gini? Bahagia kamu? Bisa ketawa dengan keadaan saya?!" Bentak Fanni dengan suara lemah namun masih terdengar galak dan sinis.

Muti menggeleng karena yang diasumsikan mama mertuanya itu salah. Dia berniat baik untuk menjenguk dan membantu merawat Fanni. Itu saja. Tidak ada maksud terselubung untuk menantu sepolos Muti.

"Muti ke sini mau merawat mama juga. Kenapa mama selalu berpikir buruk tentang Muti. Muti memang bukan menantu yang diharapkan mama. Dan jauh dari menantu idaman mama. Tapi Muti cuma pengin mama tau, satu hal, Muti tetap menyayangi mama seperti Muti menyayangi bunda." Balas Muti. Membuat Fanni terdiam dengan wajah yang ia palingkan.

Muti tidak berharap Fanni sadar dan berperilaku selayaknya menghargai menantu. Hanya saja yang Muti inginkan dari Fanni adalah mengizinkannya untuk bisa merawatnya. Just it, Muti tidak minta lebih.

"Udah waktunya makan lho ma. Muti suapin ya?" Tawar Muti sudah mengambil piring dari nampan yang disuguhkan di meja nakas.

"Suruh Yuni ke sini. Saya nggak sudi dirawat kamu!" Fanni menolak.

"Mbak Yuni lagi repot bantu Oma, ma. Sama Muti aja, ya?" Bujuk Muti sudah membantu Fanni untuk duduk bersandar. Agaknya Fanni sudah malas untuk menolak. Muti bersama jiwa telatennya menyuapi Fanni dan membantu Fanni untuk meminum obatnya.

















"Massssssssssss...!"

Sunghoon yang baru saja membuka lemari pakaian, terkejut dengan panggilan nyaring dari Muti. Lebih terkejutnya lagi saat Muti menodongkan celana boxer yang jelas sekali jika itu miliknya.

"Yang nyuruh naruh boxer di wastafel siapa?" Tanya Muti dengan marah.

"Saya lupa." Balas Sunghoon dengan santai. Membuat darah Muti mendidih hingga ke ubun-ubun.

"Terus adanya keranjang kotor buat apa? Percuma ganteng kalau jorok gini. Besok-besok kalau naruh sembarangan lagi, cuci sendiri!" Pungkas Muti memutuskan sepihak.

Sunghoon hanya menghela napas pasrah. Percuma batinnya meladeni wanita jika sedang marah. Wanita juga tidak akan bisa disalahkan balik.

Belum sempat Sunghoon memakai baju, Muti datang lagi dengan raut kecut dan dengan tiba-tiba mencubit pinggang Sunghoon. Kekerasan fisik pertama yang dilakukan Muti.

Me And SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang