bagian dua puluh💎

1.4K 106 19
                                    

Ken menekan passcode sebuah unit apartemen. Ketika pintu berhasil dibuka, pria setengah baya itu segera masuk. Tanpa perlu tau orang yang ada di dalam sedang melakukan apa. Sudah jelas kedatangan Ken untuk mencari putranya. Siapa lagi kalau bukan Steve Park.

Suami Vanny itu rela meninggalkan pekerjaannya untuk datang menemui putra sulungnya yang kini mendekam di apartemen yang dia berikan atas kelulusan Sunghoon dari SMA dulu. Tak tau jika aset yang dia berikan disalahgunakan oleh putranya tersebut.

"Pah?" Sunghoon terkejut sudah melihat papanya beserta bodyguard yang selalu menemaninya di belakang.

"Pah aku bisa jelasin. Aku nggak bermaksud seperti yang papa pikir. Aku-" perkataan Sunghoon terjeda karena Ken lebih dulu mencekik leher putranya.

Terkesan sadis memang. Tapi Ken bukan orang yang bisa diajak bercanda. Baginya Sunghoon sudah keterlaluan berhubungan dengan Shefia. Dan dia merasa kecolongan selama ini.

"Saya berikan apartemen ini bukan untuk melindungi kekasih murahan kamu. Tinggalkan dia atau perusahaan akan pindah atas nama Kana. Saya tidak main-main. Temuin Muti sebelum saya benar-benar membunuhmu. Saya tidak pandang bulu Steve. Ikuti rules yang Oma buat. Atau hidup kamu akan berakhir." Ancam Ken mulai melonggarkan tangannya di leher Sunghoon.

"Ta-tapi aku nggak bisa ninggalin Shefia pah. Tolong kali ini aja." Mohon Sunghoon hingga bersimpuh di kaki Ken.

"Saya besarin kamu untuk berbakti kepada saya. Bukan untuk memohon untuk seorang wanita yang bahkan saya tidak merestui hubungan kalian. Mencintai seseorang itu tidak perlu Steve. Kamu jangan dibutakan dengan cinta manusia. Perasaan itu lama kelamaan akan hilang." Ucap Ken dengan memasukkan kedua tangannya di saku celana. Benar-benar gagah dan parasnya yang tampan persis seperti Sunghoon.

"Segera bereskan barang-barang kamu. Pengobatan dan semuanya akan saya tanggung tapi dengan syarat kamu pergi dari Indonesia." Ken mengalihkan perhatiannya untuk Shefia yang syok dengan tindakan mengerikan Ken pada putranya sendiri. Sekarang Shefia tau Ken orang seperti apa. Sunghoon akan kehilangan nyawanya jika tidak menuruti keinginan Ken.





















Sudah dua bulan sejak pertemuannya dengan Sunghoon di rumah sakit. Dan sejak saat itu Muti meninggalkan kediaman Park untuk kembali ke rumah sang bunda. Di rumah sederhana itu Muti menemukan ketenangan yang selama ini dambakan. Tidak bersama Sunghoon bukan hal yang harus dia sesali. Prioritas utamanya adalah bayinya. Sudah memasuki bulan ketujuh, tersisa dua bulan lagi anaknya akan lahir.

Muti pergi dari keluarga Park dengan baik-baik. Dan melalui persetujuan keluarga besar. Sebenarnya semua orang mencegahnya pergi tapi keputusan Muti mungkin dianggap benar untuk saat ini.

Sunghoon yang melukai terlebih dulu. Sedangkan Muti juga perlu ketenangan batin dari semua masalah.


"Bunda, ada tamu!" Teriak Brian untuk memberitahu bundanya yang ada di dalam kamar.

"Siapa?" Si bunda yang membenarkan kerudungnya saat keluar dari sebuah bilik.

"Katanya nyari teteh. Brian mau main. Assalamualaikum!" Bocah sembilan tahun itu langsung berlari keluar setelah mengucapkan salam dan melewati si tamu yang datang tadi.

"Nak Steve?"

"Assalamualaikum bunda."

"Waalaikumusalam. Ayo masuk dulu."



















Muti sedang ada di halaman belakang. Melihat anak-anak bermain layangan dengan hati senang. Dulu dia seperti itu, pikirnya. Bermain tanpa beban dan tak tau waktu hingga bundanya datang untuk mengajaknya pulang karena hari sudah petang. Tanpa sadar dia mengulas senyum ketika mengingatnya. Dia ingin kembali ke masa-masa itu.

Namun sebuah tangan yang tiba-tiba melingkar di lehernya membuatnya terkejut.

"Mas?"

















Muti menunggu Sunghoon untuk pulang. Tapi laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu bahkan belum berkeinginan pergi dari rumahnya. Muti sudah bilang kalau dia tidak akan kembali. Tapi Sunghoon kekeuh memaksa.

"Mas pulang. Sampai kapan mau di sini?" Tanya Muti yang sudah kesal. Melihat wajahnya saja bahkan sudah bisa membuat emosinya naik.

"Saya mau di sini." Jawabnya.

"Emang betah? Rumahku nggak ada AC. Gerah. Nggak ada makanan enak. Adanya cuma nasi. Kasurnya juga cuma ada dua. Betah?" Tanya Muti. Tapi Sunghoon dengan ragu mengangguk.

Menghela napas panjang untuk Muti. Sudah berbusa dia berdebat dengan Sunghoon. Sudah capek. Ketika akan pergi Sunghoon dengan cepat menahan tangannya.

"Maafin saya. Saya janji nggak akan mengulanginya." Ucap Sunghoon. Apa Muti butuh maaf dari Sunghoon? Jawabannya tidak. Ketika Muti memutuskan pergi, dia sudah ikhlas dengan takdir pernikahannya dengan Sunghoon. Dan yang jelas tanpa diminta pun Muti sudah memaafkannya. Tanpa ada dendam karena Muti adalah orang yang cinta damai. Tidak perlu dibahas hingga berlarut-larut Muti cukup faham apa yang harusnya dia lakukan.

"Iya. Udah Muti maafin. Sekarang mas Sunghoon pulang. Di sini nggak cocok buat kamu. Mendingan sekarang pulang ya? Muti nggak marah. Muti juga nggak dendam sama sekali. Udah ya pulang?" Bujuk Muti.

Gantian Sunghoon yang menghela napas. Dia merasa laki-laki paling bodoh di dunia. Setan mana yang merasukinya. Sudah dikasih istri yang sabar begini masih suka cari masalah. Memang yang sering membuat masalah adalah dirinya. Ya sekarang Sunghoon sadar. Dia memang suami paling tolol sejagad raya.

"Kok bisa sih kamu sesabar ini Mut? Apa saya kurang kejam nyakitin kamu?" Heran Sunghoon.

"Mas manusia paling kejam yang pernah Muti temuin. Puas?" Balasnya.

"Saya sudah tidak bersama Shefia. Dia pergi ke Singapore." Ungkap Sunghoon tapi Muti acuh seperti tak memedulikan yang dikatakan Sunghoon.

"Mas ke sini bukan karena Shefia pergi. Mas takut perusahaan jatuh ke tangan Kana kan? Kalau cuma itu, Muti bakal mohon sama papa mas. Nggak usah nemuin Muti dan ngajak Muti balik. Muti udah maafin mas Sunghoon, apa itu kurang cukup? Apa masih mau nyakitin Muti lagi?" Sunghoon terdiam. Sedangkan Muti menahan air matanya untuk turun.

"Ini tempat Muti mas. Udah yang paling cocok. Muti betah di sini sama bunda dan Brian. Muti nggak mau balik lagi. Sekali lagi mas cepet pulang." Pinta Muti yang ini yang terakhir. Kalau sampai Sunghoon nekat tinggal. Muti tidak akan bicara dengannya lagi.

Benar Sunghoon datang karena permintaan Ken tempo hari. Dia tidak akan membantah perintah Ken. Papanya itu bukan hanya akan mendepaknya bahkan bisa benar-benar membunuhnya.

Muti yang tadinya berusaha keras untuk menahan tangisnya kini pecah juga. Kehidupan berangsur normal ketika dia pulang. Tapi kedatangan Sunghoon hari ini membuat sayatan luka itu kembali lagi.

"Awalnya memang saya terpaksa datang menjemput kamu. Tapi setelah saya bertemu kamu, tau keadaan kamu. Saya tau saya berdosa sama kamu. Kamu boleh menghukum saya Muti. Yang perlu kamu tau saya hampa tanpa kamu Muti. Saya butuh kamu."

Sunghoon mendekat dan mengikis jarak antara dirinya dan Muti. Menangkup pipi chubby itu dan mencium bibir tipis itu dengan penuh kerinduan.

Muti tak mampu membalas atau mencoba menolaknya. Seakan mati rasa. Karena sebelum-sebelumnya Sunghoon pernah mencairkan keadaan dengan bercinta dengannya. Muti tak mau terlena untuk kedua kalinya. Dia akan memberi batasan atas perasaannya.

"Saya butuh kamu bukan Shefia."

Me And SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang