bagian tiga belas💎

1.7K 111 17
                                    

Perlahan Sunghoon menerima sebuah foto, yang merupakan foto USG yang Muti dapatkan saat memeriksakan kehamilannya. Sunghoon belum mengatakan apapun. Pria yang kini akan menjadi calon ayah itu hanya diam, membuat Muti yang duduk di sampingnya ketar-ketir sendiri.

"Mas?" Panggil Muti karena tidak ada respons yang Sunghoon berikan setelah Muti memberikan foto tersebut.

"Saya nggak mau punya anak Muti. Saya sudah bilang! Kenapa bayi itu harus ada!!" Sunghoon yang sudah marah lalu meremat foto USG dengan kedua tangannya dan membuangnya dengan asal. Sedangkan Muti pun tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menumpahkan air matanya.

Apa Sunghoon kira Muti juga mau mempunyai anak di usianya yang masih belia? Belum, Muti juga belum mau. Tapi kehadiran seorang anak juga bukan kesalahan. Yang salah adalah kenapa mereka bisa teledor. Jika tak mau kenapa harus melakukannya? Kenapa semua yang terjadi harus pihak perempuan yang disalahkan?

"Alasannya apa mas? Mas kira Muti mau punya anak sekarang?!" Tanya Muti. Jujur dia ingin diberikan kejelasan soal Sunghoon yang selalu menolak untuk mempunyai anak.

"Saya belum siap. Kita masih muda Muti." Jawab Sunghoon tanpa melihat Muti dan kini beringsut dari kasur.

"Ya terus mas maunya apa? Mas mau Muti aborsi? Atau Muti gugurin sendiri bayinya?" Saran Muti. Sunghoon yang mendengar malah menarik rambutnya. Pikirannya makin semrawut. Dan dia bingung mencari jalan keluarnya.

"Saya takut kamu mati jika nekat aborsi." Lirih Sunghoon.

"Ya buat apa bayi ini lahir kalau mas nggak mau ngakuin. Kasian. Biar Muti aja yang sekarang merasakan nggak punya ayah. Anak Muti jangan." Balas Muti semakin menangis. Dia tidak mau anaknya tidak memiliki figur ayah seperti dirinya.

Setelah Muti mengatakan hal itu. Sunghoon agaknya luluh. Pria yang berstatus sebagai suami Muti itu kembali ke posisinya tadi. Pergi mendekap Muti untuk memberi ketenangan, Sunghoon sadar perkataannya tadi sedikit menyinggung perasaan Muti. Dia tau jika ayah Muti telah tiada.

"Saya minta maaf." Ucap Sunghoon ditengah dia memeluk Muti.

"Muti nggak mau mas pergi. Mending mas punya istri lagi." Ucap Muti tiba-tiba, dan refleks Sunghoon melepas paksa pelukannya pada Muti.

Sunghoon menatap Muti keheranan, beda dengan Muti yang menatapnya dengan wajah polos. Seperti apa yang telah dikatakannya tidak berarti apa-apa.

"Kamu serius?" Tanya Sunghoon. Tapi Muti malah mengangguk.

"Waras kamu? Baru kali ini saya tau wanita mau dimadu?" Sunghoon yang masih dibuat heran. Sebenarnya Sunghoon tau jika Muti mengatakannya karena memang istrinya begitu polos.

"Daripada Muti jadi janda muda." Aku Muti. Begitu sukses membuat Sunghoon meledakkan tawanya saat tengah malam.

"... Bisa nggak sih kamu jangan terlalu polos, Mut? Sekali aja serius?" Ujar Sunghoon.

"Apanya yang lucu sih, mas? Muti benar-benar nggak mau jadi janda muda. Suwer!" Sunghoon makin dibuat tambah ngakak.

"Hahaha... Udah ah. Perut saya sampai sakit. Masalah kamu hamil, saya coba pikir lagi. Jangan sampai mama atau yang lainnya tau." Kata Sunghoon memperingatkan.

Muti hanya mengangguk lekas. Dia kembali menarik selimutnya, namun hal itu dicegah oleh Sunghoon.

"Karena kamu udah hamil. Nggak apa-apa biar sekalian." Muti kedip-kedip mata. Jiwa polosnya makin tidak mengerti yang Sunghoon katakan.

Saat Muti ingin berbicara,. Sunghoon sudah membekap mulut Muti dengan lebih dulu mendaratkan bibirnya. Keinginan Sunghoon malam ini memang lebih besar dari rasa marahnya.

Me And SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang