bagian tiga💎

2.1K 162 14
                                    

Setelah memarkirkan mobil di garasi. Sunghoon jalan mendahului gue dan buka pintu. Gue cuma ngikut aja di belakang dia. Heemm.. rasanya canggung. Ketimbang mirip suami istri kita lebih pas jadi adik kakak. Eh tapi Sunghoon sudah punya adik cewek sih. Namanya Kana, dia kaya versi ceweknya Sunghoon. Kulitnya putih alus bak porselen terus cakepnya kebangetan.

Gue mah, tidak ada apa-apanya. Ya lagian gue dari negara antah-berantah mana? Gue bak rakyat jelata yang beruntung berjodoh sama pangeran.

Sunghoon naik ke atas. Mungkin mau mandi. Ini udah hampir maghrib. Sedangkan gue berjalan menuju dapur. Mau masak buat makan malam. Di sekolah tadi ada jamkos di mapel kimia. Gue sempatkan buat hal yang bermanfaat yaitu nyari resep masakan. Tapi gue sesuaikan saja sama bahan yang ada di kulkas.

Gue masak sup ayam, perkedel kentang dan ikan goreng. Setelah semua siap gue hidangkan di meja makan. Niatnya gue juga mau ke atas, mau mandi. Tapi pas gue mengambil tas di sofa Sunghoon turun dan masuk ke dapur. Apa dia mau makan duluan?

Gue mencoba buat mengabaikan. Kalau nggak nunggu gue juga nggak apa-apa. Yang penting tugas gue sebagai istri sudah selesai. Yaitu masakin suami gue. Perkara dia suka atau nggak suka ya udah. Lagain gue bisa apa sekarang selain pasrah. Kan gue bukan chef? Hehe.




Pukul tujuh selepas gue melaksanakan ibadah sholat isya'. Sunghoon keluar membawa laptop dan beberapa lembaran kertas. Gue sendiri mau mengerjakan tugas rumah dulu sebelum mengikutinya ke bawah.

Tadi kita makan bareng kok, ternyata Sunghoon masuk dapur cuma mau minum. Dia juga nggak protes sama masakan gue. Malah kaya menikmati aja. Tanpa komen atau cerewet suruh nambah ini nambah itu. Tapi gue jadi bingung dia itu sukanya makanan yang gimana? Yang pedas, nggak pedas, atau apalah gitu. Mau tanya tapi gengsi.

Sampai jam sepuluh gue tunggu-tunggu Sunghoon belum juga balik ke kamar. Apa dia mau tidur di bawah? Gue jadi penasaran. Meski udah lumayan ngantuk tapi gue mau memastikan Sunghoon ke bawah.

Gue perlahan menuruni anak tangga. Gue juga bisa liat Sunghoon masih fokus ke layar laptop dan sesekali melihat kertas lembaran yang dia bawa tadi. Sunghoon nugas aja cakep. Heran.

"Mas, belum ngantuk?" Tanya gue dan mengambil duduk di sofa. Sunghoon mengerjakan tugasnya di karpet bulu, mungkin supaya dekat dengan meja.

"Kamu kalau ngantuk tidur aja" balasnya tanpa melepas fokusnya dari layar laptop. Gue tersenyum dan mengangguk. Tapi malas buat ke kamar lagi. Mending nunggu Sunghoon kelar nugas dan nanti tidur bareng.

Jam besar rumah ini berdenting keras saat pukul 12 malam. Gue yang semula ketiduran jadi kebangun. Namun, Sunghoon sepertinya belum juga menyelesaikan tugasnya. Jujur aja gue jadi kasian. Dengan langkah sempoyongan karena kesadaran belum sepenuhnya kembali gue pergi ke dapur. Mau buatin susu hangat buat Sunghoon.

Gue menyuguhkan mug berisi susu yang gue buat di dekat laptop. Sunghoon agaknya kaget dan berbalik untuk menatap gue. Gue tersenyum tipis.

"Belum selesai juga?" Tanya gue. Dan Sunghoon cuma menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Dia menghela napas panjang dan meraih mug tadi. Meminumnya tanpa banyak tanya dan itu jelas bikin gue tersentuh. Dia itu banyak diam, atau gue aja yang nggak bisa bikin suasana jadi rame? Tapi banyak yang bilang gue itu orangnya kalem. Dan gue pikir emang iya sih:) misuh aja gue nggak bisa. Dimarahin dikit nangis. Bicara juga pelan nggak pernah ada yang ngatain gue bar-bar.

"Kenapa masih nunggu? Sana tidurnya pindah ke kamar." Suruh Sunghoon.

"Nanti aja sekalian mas kelar nugasnya" jawab gue. Gue juga ikut duduk di karpet bulu.

"Besok kita disuruh oma nginep di rumahnya" ujar Sunghoon seraya fokus mengetik.

Gue berkerut dahi. Tinggal di sini berdua aja masih canggung. Masa besok mau tinggal di rumah nenek? Di sana ada keluarga besar Sunghoon pula. Nggak kebayang betapa diamnya gue selama di sana. Gue jadi..... Nervous?

"Ke-kenapa harus nginep? Ada acara ya, mas?" Tanya gue.

Sunghoon menoleh sejenak ke gue dan balik natap lembaran kertas, "nggak tau juga. Mungkin iya" jawabnya.

"Udah. Kita tidur. Besok aja diberesinnya" ajak Sunghoon, dia lalu berdiri dan mengulurkan tangannya. Gue menatap tangan putih si pangeran es itu bingung. Belum paham maksudnya apa.

"Ayok?" Gue tersenyum bersama debaran jantung yang bergemuruh di dalam sana.














Malam ini di kediaman keluarga Park. Huft.. gue merasa seribu kali lebih canggung ketimbang hidup berdua sama Sunghoon. Di rumah yang gedenya udah kaya istana kerajaan ini, dihuni oleh papa mama Sunghoon, Kana yang merupakan adik perempuan Sunghoon dan nenek park.

Sumpah gue baru sekali menginjakkan kaki gue di istana keluarga Park, waktu tunangan kemarin. Dan malam ini untuk yang kedua kalinya.

Setelah acara makan malam, sekeluarga mengadakan barbeque di halaman belakang. Gue serasa ada di sinetron yang suka ibu tonton di tv. Jadi menantu orang kaya dan tinggal di rumah mewah, fasilitas serba ada. Cuma gue aja yang masih insecure dan nggak bisa manfaatin semuanya. Maklum wong ndeso.

Gue yang nggak tau masalah barbeque-an cuma duduk menemani nenek Park. Takutnya kalau maksa nimbrung nanti salah dan malah bikin repot. Sunghoon sama Kana yang bertugas manggang daging dibantu para pelayan.

"Kamu sama Sunghoon nyaman kan tinggal di rumah yang Oma kasih?" Tanya nenek Park.

Gue tersenyum tipis dan menganggukkan kepala, "nyaman kok Oma. Rumahnya gede, kadang Muti suka nyasar hehe" canda gue. Oma ketawa geli. Setelah itu mengelus pundak gue.

"Asal kamu nyaman. Oma ikut seneng. Kalau ada sesuatu bilang ke Oma. Oma bakal melindungi kamu sayang" ujar nenek Park.

"Kak Muti!" Kana tiba-tiba memanggil gue. Sepertinya dia ingin gue menghampirinya. Gue lekas pamit ke Oma dan menghampiri Kana serta Sunghoon.

"Kenapa?" Tanya gue.

"Kakak bantu apa gitu. Jangan duduk mulu. Nih panggang sisa dagingnya sama Kak Steve" suruh Kana. Sepertinya dia agak kesal karena mungkin liat gue cuma duduk doang. Bukan karena gue nggak mau sih, gue juga mau bantu-bantu tapi kaya belum lossss aja buat gerak. Apalagi tatapan mama mertua gue sedikit sengak gitu.

Mungkin beliau belum bisa suka ke gue. Saat tau putranya bakal dijodohin sama gue, mama Park adalah orang pertama yang menentang perjodohan gue sama Sunghoon. Begitu juga Sunghoon, gue tau suami gue ini juga tidak setuju sama perjodohan yang diharapkan nenek. Gue tau itu sebab Sunghoon memang menolak kala kedua keluarga besar bertemu untuk merencanakan pernikahan. Tapi ketetapan nenek tidak ada yang bisa mengubah. Mau tidak mau, suka tidak suka. Semua keputusan ada di tangan nenek. Dia yang menentang akan keluar dari istana Park.


























Kalo Lo suka?

Vote, komen dan share:))

Me And SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang