07. Willpower

134 28 0
                                    

-WARNA-

OOO

Jade melangkah pulang dengan perasaan gembira, hari ini Papa kan janji buat jalan-jalan nanti sore kemanapun yang Jade mau.  Jade berjalan menuju dapur dengan wajah yang berseri-seri lalu duduk di salah satu kursi meja makan sembari menatap mama yang ternyata sedang mencuci piring di wastafel dapur.

"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya mama. "Ada yang di taksir?" goda mama tapi kali ini salah telak. Jade menggeleng.

"Terus?"

"Hari ini mau jalan-jalan, kan? Jade mau ke pantai aja," ucapnya dengan semangat. Mama menatap Jade lalu berdeham.

"Jade..."

"Iya?"

"Soal jalan-jalan... mungkin hari ini nggak jadi, sayang," kata mama dengan lirih sukses membuat Jade perlahan mengendurkan senyumannya.

"Papa tadi menelepon mama dan bilang kalau akan pulang larut hari ini," jelas mama sambil memasukan sebuah tempat kedalam freezer. Jade diam beberapa saat lalu mendongak menatap mama dengan tatapan kecewa separuh kesal, "Tapi papa sudah janji."

"Lagian jalan-jalan bisa lain kali," bujuk mama dengan lembut sembari mendekat kepada anak semata wayangnya tersebut dengan elusan pada surai hitamnya. 

Jade tetap kecewa tapi ia cukup sadar untuk tidak marah kepada mamanya, lagian bukan salah mama ataupun papa—walaupun mereka sudah janji--tapi Jade sudah dewasa, ia bukan lagi anak umur 5 tahun yang akan merengek kalau sesuatu yang ia inginkan tidak dikabulkan.

"Ma, Jade izin ke taman dulu, ya."

Jade berucap dengan senyum terpaksa pada mama lalu bergegas menuju kamarnya untuk berganti pakaian terlebih dahulu.







Jade berjalan santai sembari memainkan teh botolan yang baru saja dia beli melalui vending machine taman. Ini taman Arta Tirta, taman yang dekat dengan komplek rumah dan sekolahnya dulu. Biasanya, Jade selalu kesini bersama Gita, Widi, atau Radi, teman dekat di sekolahnya yang lama.

Sudah tiga hari tak mendengar kabar dari ketiga temannya itu, terutama Radi. Terakhir kali setau Jade saat ia pindah sekolah, Radi—sapaan Radipa—sedang berada di Jogja, olimpiade fisika di sana dan sekarang mungkin sudah kembali ke Jakarta. 

Widi dan Gita juga tak menghubunginya sampai sekarang semenjak kejadian itu, apa mereka sudah melupakan Jade? bahkan, masih terlintas dalam benak Jade kala tak sengaja menatap wajah Gita yang kecewa saat ia di kerebungi siswa-siswi SMAN 2 Arta Tirta di ruangan lab dengan Sharon yang berdarah-darah dan Widi yang entah kemana, sampai sekarang Jade tak melihat temannya itu lagi.

Ini hanya salah paham

Jade bergumam terus meyakinkan pada dirinya sendiri. Ia membantu Sharon, ia yang menarik paksa cutter itu dari tangan Sharon agar gadis sombong itu berhenti melukai dirinya sendiri, tapi kenapa malah Jade yang dituduh?

BRUG.

"Awsh.."

Jade meringis, melirik botol tehnya menggelinding di tanah dengan pasrah. Gadis dengan jaket abu-abu itu ingin melayangkan protes saat ini tapi terhenti ketika tertegun menatap seorang cowok dihadapannya dengan tinggi sekitar 179cm itu berdiri dengan tatapan sama terkejutnya—Radipa Dartawijaya.

"Radi.." lirih Jade, kini emosinya berganti dengan rasa kaget.

Radi tersenyum, "Syukurlah, lo di sini Jade."

𝐖𝐀𝐑𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang