19. How?

120 23 2
                                    


-WARNA-


Hembusan angin ditemani kelap-kelip gemerlap perkotaan, gedung-gedung tinggi menjulang, suara mesin kendaraan berderu bersautan-langit gelap, tak ada bintang namun bulan selalu ada disana, menampakkan sedikit kilaunya.

"Mau?"

Jav menyerahkan sebungkus roti pada seseorang yang pernah menjadi tetangga masa kecilnya, Lyla melirik lalu menggeleng tak minat.

"Lo belum makan, kan? Nanti masuk angin loh."

Lyla tetap mengacuhkan ucapan Jav, diam memandangi jalanan.

"Bukan salah gue ya kalau lo masuk angin, gue nggak ada rekomendasi tukang kerok loh," ucap Jav lagi, "Eh ada tapi...gue nggak tau si mbok bisa apa engga-"

"Bacot banget, diem lo." Potong Lyla sembari mendelik. Jav diam namun beberapa saat kembali bersuara tapi kali ini dengan suara separuh berbisik.

"Mau nggak? Masuk ang-"

Srak.
"Diem lo, udah gue ambil nih roti."

Javier terlonjak lalu kembali bersuara, "Jangan di ambil aja tapi di makan juga kalau di amb-"

"Jav."
Gerutu Lyla.

Javier mendadak terkekeh, "Okey." Katanya.

Dengan meratapi wajah Lyla dari samping yang tersiram cahaya bulan. Rambut pirang luntur itu acak-acakan terhembus oleh angin yang silih berganti datang.

Lyla memejamkan matanya merasakan hembusan angin malam. Gadis itu memilih duduk di tepi atas gedung-Javier membawanya ke sebuah rooftop gedung terbengkalai di kawasan perkantoran. Entah Javier bisa dapat akses dari mana, yang Lyla tau bahwa Si Mulut Cerewet itu mengatakan kalau ia telah mengantongi kunci gedung terbengkalai ini sejak SMP.

Javier mulai meniru apa yang Lyla lakukan, seperti mengamati jalanan padat oleh kendaraan, dan melihat lampu-lampu sorot seperti kilauan harta karun milik perompak. Tak tau harus berbicara apa. Lyla membuka bungkus roti yang diberikan Javier tadi, perutnya lapar belum sempat terisi usai perseteruan dengan Papa.

"Ini cokelat?" tanya Lyla sembari menatap kearah Jav dengan mulut yang terisi penuh oleh roti. Jav mengangguk, "Cokelat."

"Lo... suka, kan?" tanya Jav pelan dengan wajah ragu.

Lyla diam memilih mengunyah rotinya membuat Javier semakin kebingungan karena seingatnya dulu Lyla adalah bocah cilik dengan gigi ompong yang maniak cokelat. "Nggak, ya? Lo dulu bukannya suka banget sama cok-."

"Suka."
Potong Lyla cepat sebelum Javier mulai berbicara ngelantur kemana-mana.

Javier mendadak mengembangkan senyumnya perlahan, ada rasa bangga karena masih mengingat jelas apa yang Lyla suka dan untungnya selera gadis itu tidak cepat berubah. Huft.

"Suka gue? Suka sama yang ngasih?" Goda Jav membuat Lyla memutar matanya kesal, mulai lagi.
"Suka rotinya bukan elo, kepedean banget sih."

Jav tertawa sambil mengusak poni Si Rambut Pirang Luntur yang saat ini wajahnya kembali berubah masam. "Yaudah deh, asal princess bahagia."

"Gue bukan princess!" Delik Lyla dengan alis tertaut sebal.

"Terus apa? Troll? Atau kurcaci?"

"Jav!"

OOO

"Bisa kamu jelasin?"

Abby dan Joan terdiam satu sama lain, duduk di meja makan berhadapan dengan Bunda. Tak ada yang berani bersuara. Usai kedua kakak adik itu menapak kaki di halaman rumah, Bunda sudah disana menunggu dengan tatapan dingin yang tak bersahabat bersender pada badan mobil.

𝐖𝐀𝐑𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang