18. Innocent

115 19 0
                                    


-WARNA-

To : Bunda
Bun, Joan izin ada kerja kelompok dirumah Dion.|

|Ya sayang, nanti bunda antarkan.

Nggak, nggak usah. Joan pergi sama teman-teman yang |
lain dan ini sudah di rumah Dion.|

|Hm, okey. Take care, Jo.

Joan menutup ponselnya. Langkahnya terhenti tepat di depan sebuah cafe sederhana, BSO Cafe.
Tak banyak yang tau tentang cafe ini mengingat letaknya yang cukup tersembunyi dan ini pertama kalinya Joan berada disini.

Tring

Lonceng pintu cafe berbunyi, suasananya cukup ramai dan untuk ukuran cafe yang lumayan tersembunyi.

Anak kelas sepuluh sekolah menengah atas itu melangkah masuk dan memesan pesanannya terlebih dahulu sebelum akhirnya memilih tempat duduk.

Meja pesanan itu dipenuhi berbagai macam kue kering di toples dengan berbagai bentuk, jenis-jenis kopi dari berbagai dunia tersaji dalam tempat-tempat berbentuk tabung, beserta etalase kue-kue cantik yang tampak lezat.

"Halo selamat datang di BSO, mau order apa?"

Sambut seorang pemuda dengan senyum ramah.

Joan melirik menu-menu yang terpasang di dinding lalu melirik tanda pengenal yang tertempel di baju si pelayan—Jefian Baskoro, barista.

"Permisi?"

Ah ya, pesanan.

Joan bergumam membaca menu-menu dengan cepat lalu menentukan pilihannya.

"Almond cheese cake and vanilla milkshake."

Barista itu tersenyum ramah sambil mengetik pesanan Joan dalam layar itu, "Baik, atas nama siapa?"

"Joan."

"Baik, nanti akan kami panggil."

Joan membawa langkahnya menuju meja di dekat jendela lalu netranya menelisik sekitar area cafe. Ini pertama kalinya ia berbohong pada bunda, dan pertama kalinya juga ia mengabaikan kegiatan akademiknya.

Bolos kursus.

Berbohong pada bunda.

Tapi Joan tak berbohong jika ia ada kerja kelompok bersama Dion—teman sekolahnya—walaupun tetap saja ia memilih untuk tak datang dan...malah disini, entahlah pikirannya sedang runyam.

Semua manusia pernah mengalami fase ini, kan?

Jadi, menurut Joan ini normal saja.

Ngingg

Joan meringis karena suara denging berasal dari speaker panggung live musik cafe.

Tapi, tidak lagi saat seketika ia merasa terkejut melihat presensi sang kakak keduanya ada di atas sana duduk di tengah-tengah panggung dengan kursi tinggi, bersiap dengan microfon dan sebuah gitar...tunggu!

𝐖𝐀𝐑𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang