21. Little bit of Happiness

52 10 0
                                    

Tring

"Abby!"

Sambut seseorang dari meja kasir dengan senyum lebar dan lambaian tangan.

"Hai Jef."

Jefian menggantung celemek baristanya lalu segera menemui Abby yang sekarang sudah berada di dekat panggung live music cafe-nya, tidak lupa juga membawa teh apel dingin kesukaan gadis itu.

Abby tidak mau menerima imbalan apapun dan juga tidak mau menerima bayaran apapun karena menyanyi disana. Tapi berkat Abby, cafe Jefian selalu ramai pelanggan karena suaranya dan terkadang itu membuat Jefian merasa tak enak pada Abby, makanya sebagai ganti untuk itu. Jefian memberikan Abby kebebasan ingin makan apapun dan meminum apapun secara gratis walau gadis itu tetap saja tidak pernah menggunakan kesempatan itu.

"Teh apel segar untuk nona yang cantik," ucap Jefian terdengar merayu. Abby menarik senyum kecilnya dengan menggelengkan kepalanya sambil menyetel gitar.

"Gue kan pernah bilang kalau nggak perlu kasih apa-apa ke gue. Gue disini cuma mau nyanyi doang."

"Yaaa...tapi nyanyi pakai suara dan suara lo perlu penyegaran lebih dulu jadi gue kasih ini ke lo. Teh apel. Enak kok, banyak yang beli."

Abby mencebik tipis lalu mengambil gelas kaca itu dari genggaman Jefian, "Thanks Jefi."

Jefian berdeham dengan gugup ketika si gadis pirang itu tersenyum, senyum Abby tak berubah. Tetap manis sejak dulu. Matanya tak beralih dari Abby sambil mengetuk-ngetuk meja yang terletak di samping Si Pirang.

Entah yang ke berapa kali jatuh dalam pesona. Tapi, Jefian suka sekali melihat wajah Abby dari dekat. Matanya cokelat terang, rambut pirang alami bergelombang tampak bersinar, kulit putih susu khas orang barat, hidung bangir, dan bibir semerah apel. Memang Abby tampak lebih bule dibandingkan kakak maupun adiknya, wajahnya lebih mirip beberapa persen ibunya dibandingkan saudara-saudaranya yang lain yang cenderung masih memiliki kemiripan dari ayah mereka. Abby menoleh merasa diperhatikan, Jefian disana tersentak kaget lalu menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Eh, kalau boleh gue tadi abis nyetok, lo mau milkshake?" tanya Jefian dengan cepat dan bersemangat, Abby tertawa sambil menggeleng tak mau.

"Jef—"

"Atau lo mau makan? Gue baru aja manggang croissant atau mau cheesecake?"

"Jefii—"

"Atau lo pengen bakso? Gue traktir—"

"Jefian!"

"Ya?"

Jefian salah tingkah menaruh kembali kotak susu itu di atas meja, Abby menatapnya dengan muka sebal karena ucapannya selalu dipotong Jefian dengan penawaran-penawaran yang tentu saja akan ditolaknya.

"I don't need something else, thank you."

Gadis pirang itu menolak dengan ramah. Jefian membeku dengan muka loading-nya menatap Abby dengan salah tingkah lalu mengangguk cepat menuruti gadis itu.

"K—kalau mau sesuatu panggil gue nanti ya," ucapnya gagu sambil membenarkan kerah kemeja. "Jangan lup—"

"Iya iya...nanti gue bakal manggil lo kok." Potong Abby dengan tawa kecil seraya memberi gelagat mengusir.

Jefian tampak malu-malu sekali, ia bahkan berjalan sampai tidak sengaja menabrak meja pelanggan lalu meminta maaf dengan kacau. Imej seorang barista ganteng nan keren dengan senyum menawan seakan sirna jika berhadapan langsung dengan si gadis pirang ini.


OOO


"Baru potong rambut, huh?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐖𝐀𝐑𝐍𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang