Benefit 11

1.8K 154 3
                                    

Hari kedua Elena dan Jayden bulan madu rupanya cukup membuat Johnny stress. Hampir seratus persen Johnny mengambil alih perintah atas perusahaan dan proyek untuk menggantikan Jayden. Theo dan Yuta pun merasakan hal yang sama. Mereka bertiga kewalahan, Jayden pergi berbulan madu dan Dean tengah cuti menikah. Johnny harus banyak-banyak mengucapkan maaf dan terima kasih pada Jayden. Menjadi pria itu rupanya tidak mudah.

"Herina, sorry banget Jay gak bisa dateng secara langsung. Sorry juga gue bawa anak gue."

Herina tersenyum pelan sambil mengusap puncak kepala Ivanna. Anak itu hanya diam sambil terus memainkan boneka, merasa tidak terganggu ketika Herina menyentuhnya.

"Gak masalah, gue juga gak keberatan. Oh iya, jangan terlalu formal juga. Kita kan lagi di luar kantor."

Johnny menghela nafas, "tetep aja kita bahasnya soal proyek."

Herina nampak menemani Ivanna bermain boneka ketimbang meladeni Johnny yang sejak tadi mengoceh membahas proyek.

"Tante namanya siapa?" tanya Ivanna.

Herina lupa tidak memperkenalkan dirinya pada Ivanna. "Herina, tapi kamu boleh panggil tante Erina atau Erin aja yah."

Ivanna mengangguk pelan, "oh, okay. Tante pacarnya Daddy?"

Herina dan Johnny sama-sama terbeliak. "Haha, enggak Ivy," sanggah Herina.

"Tapi kenapa ketemu? Katanya kalo cewek sama cowok ketemu mereka mau pacaran."

Lagi-lagi Johnny dibuat membatu dengan ucapan putrinya sendiri. Sementara Herina bingung sambil sesekali melirik ke arah Johnny dan Ivanna secara bergantian.

"No, princess. Daddy sama tante Erin lagi ada kerjaan. Ngegantiin Om Jay. Gak semua cewek sama cowok ketemu namanya pacaran, Ivy."

Ivanna kembali mengangguk, "oh gitu yah. Ya udah Ivy gak bakalan ganggu. Daddy kerja aja sama tante Erin."

Maunya sih begitu, tapi saat pelayan resto menghampiri mereka dengan nampan berisi makanan membuat tujuan 'kerja' itu hilang.

"Makan dulu aja, John."

Mereka makan di restoran steak yang tidak jauh dari area kantor milik Herina. Tempatnya luas, dan makanan disana cukup terkenal karena rasanya pun sangat enak.

Melihat Ivanna yang nampak kesulitan memotong dagingnya, Herina langsung mengambil alih garpu dan pisau milik Ivanna kemudian memotong dagingnya dengan ukuran kecil-kecil agar lebih mudah dimakan oleh anak-anak.

"Thank you tante Erin."

Johnny menatap sendu ke arah Ivanna. Kalau dipikir-pikir, Ivanna tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang layak dari seorang Ibu. Meskipun anak itu tidak pernah protes tetap saja Johnny yakin dalam hati terdalamnya Ivanna mengharapkan kehadiran seorang Ibu.

"Makasih, Rin."

Herina tersenyum menanggapi ucapan terima kasih dari Johnny dan Ivanna.

"Maaf kalau gue boleh tau, suami lo mana?"

Herina menaikkan sebelah alisnya, "gue belum nikah, John."

Kening Johnny mengernyit. Dia pikir wanita seperti Herina akan lebih cepat menikah. Entah karena perjodohan atau pernikahan berlandaskan bisnis. Namun ternyata dugaannya salah. Herina masih lajang.

***

Hari kedua Elena pergi berbulan madu, hari kedua juga Haidar dan Sonya saling membungkam mulut. Tidak seperti kemarin, Haidar cenderung lebih diam dan tidak mengganggu Sonya sama sekali. Tidak mempertanyakan soal kesalahannya. Haidar paham kalau Sonya marah dan keceea terhadapnya, jadi untuk saat ini Haidar hanya akan memberi Sonya ruang dan waktu sampai gadis itu membuka hati untuk menerima permintaan maaf dari Haidar.

"Mereka emang sering berantem gini yah?" tanya Yena dari balik mesin kopi.

"Hm. Tapi biasanya mereka berantem saling teriak, saling ejek, rame pokoknya. Aneh aja tiba-tiba mereka berdua jadi saling dingin," jawab Lia sambil mengelap kaca etalase.

Hendery baru saja keluar dari area dapur, dengan beberapa lembar uang kertas di tangannya. Ia menatap Lia yang tengah mengelap kaca etalase itu dengan sedikit gugup. Hendery kemudian beralih pada Yena untuk kemudian mencolek lengan gadis itu.

"Anterin."

"Kemana?"

"Beli bahan, disuruh kak James."

Yena nampak menghela nafas, "gue lagi sibuk, Der." Manik mata Yena kemudian beralih pada Lia yang kini tengah mengisi macaron di dalam etalase. Yena kembali menatap Hendery, dengan maksud lain.

"Enggak." Padahal Yena belum mengatakan apa-apa tapi Hendery lebih dulu menjawab tidak.

"Mau sama siapa lagi? Sonya? Haidar?"

Hendery dengan cepat menggeleng. Kalau membawa salah satu dari mereka ia mungkin akan menjadi pelampiasan amarah.

"Ya udah. Lia," gadis itu menoleh saat Yena memanggilnya. "Temenin Dery ke toko, beli bahan."

Kalau saja Mark tidak sedang libur mungkin pria itu yang sekarang tengah pergi ke toko, tapi hari ini jatah Mark libur. Dan James kebetulan mengambil alih cafe karena Mark dan Elena sedang tidak ada.

"Oh ayo." Lia segera melepas celemek dan menggantungnya. Setelah itu Lia melepaskan ikatan rambutnya.

Demi apapun, Hendery nyaris kehilangan akal. Saat Lia melepas ikatan rambutnya benar-benar membuat jantung Hendery merosot. Lia dengan rambut tergerai dua kali lipat lebih cantik.

"G-gue tunggu di depan."

Lia mengernyit heran saat pria itu lari terbirit-birit, sedangkan Yena tertawa karena tahu apa yang sedang menimpa temannya itu.

"Gue duluan, Kak."

Yena kembali bekerja di depan mesin kopi yang sejak pagi ini tidak berhenti beroperasi.

"Kak."

Yena mendongak, mendapati Sonya dengan wajah lesu.

"Kenapa, Nya? Butuh sesuatu?"

Sonya menggeleng pelan, kemudian beralih ke arah dapur. Yena jadi bingung sendiri karena situasi hari ini di cafe cukup buruk.

Lonceng di sudut pintu cafe berbunyi nyaring, menampakkan seorang laki-laki bersama seorang perempuan masuk ke dalam cafe. Kathrine yang tengah bertugas menjadi kasir itu nampak mengernyit pelan.

"Lo ngapain disini? Jam kerja lo kan udah beres."

"Jajan lah."

Nathan, pria itu membawa seorang gadis yang tidak lain adalah kekasihnya. Gadis yang sangat cantik, membuat Kathrine amat sangat menyayangkan kenapa mau dengan sosok Nathan.

"Bro," sapa Lukas dari arah tangga. "Asik, pacaran kok di tempat kerja."

"Ganggu aja. Kerja yang bener sana, nanti gue aduin ke Kak Elena mampus."

Lukas terkekeh pelan, "yaudah deh. Have fun, awas di Nathan galak," ucap Lukas pada gadis yang ada di samping Nathan.

"Itu, ceweknya?" tanya Yena sambil mendekat ke arah Kathrine.

"Iya. Katarak pasti, mau-maunya sama si Nathan."

Yena hanya membulatkan mulutnya. Sedetik kemudian Kathrine nampak membulatkan matanya dan buru-buru menatap Yena.

"Lo gak lagi ngincer Nathan kan kak?"

Yena menggeleng dengan cepat. Kathrine menghela nafasnya pelan, bersyukur karena Yena tidak memiliki niat seperti itu. Namun pada kenyataannya Yena harus berlapang dada, Nathan yang sempat dia incar sejak hari pertama bekerja sudah memiliki kekasih.

Iya. Yena harus berlapang dada.

***

To be continue

Waaaa ada sadgirl ternyataa.

Hmm cmn mau ngasih tau aja. Di cerita ini bakalan ada banyak kapal. Jadi siap-siap aja.

[✓] Marriage With Benefit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang