24. Kejutan Reina

61 6 16
                                    

                   Hai hai haii!!

      Hayo gimna kabar hari ini?

     Semoga, have fun with your              imagination 😌

          Udah sayang Vano?

       Sayang Tuhan, baru Vano ya!

      Maafin mengpede duluu hihiii            😝

   "Rasa memang tidak dapat dipaksa, sebab terpaksa itu tidak baik"

Setelah kejadian di atap kemarin, semua siswa menatap Meira rendah.

"Pasti udah digrepe Vano"

"Mana mungkin Vano mau, secara dia kan rata"

"Jalur pelet, dong" lanjut seorang yang belakang, kemudian disusul tawa mengejek tepat didepan muka Meira.

Tidak lupa dengan Reina, ia sudah bersiap ditengah koridor dengan tatapan jijik.

"Dasar cewek murahan!"

"Cewak ga tahu diri!"

Meira sudah muak dengan semua ucapan mereka, dengan tidak mengerti cerita yang fakta kenapa harus berbicara seakan mengetahui semuanya?

Menghela nafas dalam. "Vano sialan!" Umatnya kecil mungkin hanya Meira dan Tuhan yang mendengar.

"Reina bakalan cabik-cabik gue nih, pasti" Ucap Meira seraya tertunduk lesu.

"Heh, cupu sialan! Sini lo murah!"

"Suu..ara itu!?"

Meira menengang sekatika, seluruh tubuhnya bergetar hebat, wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Mengenaskan sekali.

"Sini, lo!"

Berubah menjadi tersenyum sangat manis, sehingga para sahabat Reina kagum.

"Astaga, kenapa dia cantik banget!"

"Anjir pantes Vano luluh!"

Kuping Reina semakin panas mendengar ucapan sahabatnya barusan.

"Sebenarnya lo dipihak mana sih?" Teriak Reina dengan wajah memerah.

Glek! Mereka saling tatap, seakan tatapan mata mereka berbicara.

"Mamlus,gue!"

"Dasar lelet, jalan aja lama!" Gerutu Reina dengan gaya khasnya.

"Maaf, kak kita kan jauh tadi" jelas Meira seraya tekekeh pelan, dahinya sudah penuh keringat dingin.

Reina berteriak sekuat tenaga, urat-urat dilehernya sampai terlihat jelas semua mata memandang Reina tetapi dirinya tidak peduli. Ia terus berteriak saat melihat Meira berjalan dikoridor.

Reina mendengar gosip tentang pangerannya dan si cupu itu, kalau mereka sudah jadian.

Mata Reina memerah menahan tangis, jangungnya terasa copot begitu saja ditubuhnya.

"Cupu, sialan!!!" Teriak frustasi Reina.

Sekarang Meira sudah ada didepan mata ingin rasanya mencakar, bahkan menendang wajahnya. Namun dengan sekuat hati dirinya harus tahan dan sabar.

Dengan cara seperti itu yang dirinya dapat hanya masuk kedalam jeruji besi, sungguh ia tidak menginginkan itu, maka dengan itu Reina mengurungkan niat jahatnya.

Cinta tidak terbalaskan, dukun santet bertindak. Haruskah Reina mencantet Meira? Haruskah Reina pergi kedukun?

Ah, memikirkan itu semua saja membuat Reina pusing.

Reina lemah tentang Vano, apa kalian memahami rasa atau perasaan? Apa kalian tidak sakit hati apa bila orang yang kalian sukai dan kalian perjuangkan, tidak bisa kalian miliki.

Begitu juga Reina, ia sudah mati-matian mempertahankan Vano, meskipun ia sering berkata kasar. Namun Reina tetap menyukainya.

Ntah, dirinya yang bodoh atau memang Reina sudah tidak waras lagi.

Menghela nafas dalam. "Seharusnya lo tolak Vano, gue suka sama dia!" Ucap Reina lirih

Meira tertegun dengan suara Reina, terdengar tulus.

"Maaf, gue udah nolak, tapi lo tahu kan Vano gimna?" Jelas Meira seraya menatap Reina sendu.

Ia baru menyadari keadaan Reina sedang tidak baik, wajahnya pucat tidak ada polesan make up tipis seperti biasanya.

Tidak ada binar garang dan keceriaan dimatanya lagi. "Sefrustasi itu lo Ren?" Batin Meira tersenyum kecut.

Mendesah pasrah. "Gue gak maksa dia buat cinta gue kok Mei, gue tahu perasaan emang gak bisa dipaksain!"

Setelah mengatakan itu Reina terjatuh dilantai ia menanggis sampai sesegukkan.

Meira tersenyum kecut, kemudian memeluk Reina benar-benar memeluknya.

Sedangkan sahabat Reina saling memeluk dalam tangis keduanya.

Mengharukan sekaligus mengejutkan, bukan?

"Lo..tadi panggil gu..e lo, ga..pake kak!" Jelas Reina seraya sesegukkan.

Meira tertawa renyah. "Ini aja diungkit, dasar nenek lampir!"

                               _____

Vano menatap garang para anggota Lion's, dalam situasi genting mereka malah bersantai ria saja. Sungguh keterlaluan.

Vano tersenyum kecut. "Kalian! Hari ini kita jam olahraga"

Arnold menganguk pelan seraya menatap Vano untuk mendengar ucapan sang ketua.

"Ayo, turun!"

Raga tertawa sambil memegang perutnya. Vano dengan cepat melemparkan bola basket ditangannya. Dan tepat sasaran, mengenai wajah tampan Raga.

"Vano, sialan!" Teriak Raga.

Vano langsung pergi, tidak mendengar teriakan dari cowok penyuka game online itu.

Menoleh, mengangkat kedua bahunya acuh, kemudian berjalan ke Lapangan.

Toga mengeleng pelan.

"Sabar, ya kaum jomblo!" Cibir Arnold kemudian berlari sebelum Raga berbuat seperti Vano.

"Sialan!"















Yeay update lagi yaa ❤️🤗

See you!

Meira Azzahra (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang