"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh,
delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas." Mamat yang sedang menghitung pena yang di curinya selama seminggu."Keren banget gue"Sambungnya.
Ketiga sahabat Mamat pun langsung menatapnya dengan tajam.
"Gitu aja bangga, emang udah nggak waras Lo!" Ucap Bibin sambil menampol lengan cowok itu.
"Gue tu heran sama Lo Mat, kenapa hoby nyulik pena orang? Jangan-jangan pena pak somat suka Lo embat juga?" Tanya Carles yang frustasi melihat kelakuan sahabatnya satu itu.
"Gue jadi yakin Mat, untuk me-eliminasi Lo dari sahabat gue" Sahut sangara.
"Eh, Kalian bertiga jangan suka iri dengan hasil kerja orang lain" Balas Mamat kembali dengan menyusun penanya di dalam kotak pensil.
"Astagfirullah!" Ucap Carles frustasi langsung keluar dari kelas.
"Tobat" Sambung sangara ikut-ikutan keluar kelas.
"Gue tu heran sama mereka! seperti banyak beban pikiran, dikit-dikit main pergi aja" Ujar Mamat menatap Bibin.
Bibin yang sedari tadi memang sudah kesal melihat tingkah laku sahabatnya memberikan kata mutiara
"Mat, sebenarnya Lo itu pinter kalau di bidang pelajaran. Tapi! kalau di luar pelajaran kenapa otak lo geser gini?" Ucap Bibin Sambil menatap tersangka.
"Terima kasih atas pujiannya, Gue emang pintar. ini juga gue lagi nunjukin bakat Bin"
Ucap Mamat senyum bangga."IYA" Jeda Bibin sebelum melanjutkan perkataannya. "Bakat maling"
"nyesel gue kasih pujian ke Lo!" Sulut Bibin yang meninggalkan sahabatnya itu.
Mamat hanya pasrah Menatap semua kepergian sahabatnya.
"Nasib orang pintar ya gini" Ujar Mamat yang Kembali menyusun pena.
Sangara yang memang kesal melihat kelakuan sahabatnya itu langsung menuju rooftop dan memicingkan sebelah mata saat melihat gadis rambut panjang sedang berdiri di ujung pembatas tiang.
"Kalau mau bunuh diri jangan di sini" Ucap Sangara.
Gadis tersebut yang mendengar ucapan itu pun langsung mundur dan menoleh ke belakang.
Jeduq
Laras menabrak tubuh kekar lelaki itu.
"Eh maaf kak, nggak sengaja" Ucap Laras saat melihat manik mata lelaki di hadapannya.
"Hemz" Cuek sangara yang memilih duduk.
"Lo, mau bunuh diri? " Sambungnya sambil matanya menatap ke depan.
"E-h an-u Kak, Tadi cincin aku jatoh jadi aku ambil" Ucap Laras dengan canggung.
"Mana mungkin dia mau bunuh diri dengan cara tidak terpuji, Coba aneh-aneh aja tu cowok" Batin Laras.
"Kirain udah nggak betah hidup" Sahut sangara.
Laras yang lebih memilih menghirukan ucapan lelaki tersebut, lebih fokus mengambil kembali cincin yang belum dapat dijangkau sejak tadi.
Dengan decakan sangara bangkit mendekat ke arah Laras.
"Minggir biar gue yang ambil." ucap sangara sambil mengapai cincin.
"Lain kali jangan ceroboh!" Sambungnya yang memberikan cincin ke Laras.
"Iya kak! Makasih" Ujar Laras yang menerima cincin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARAS[Sudah Terbit]
Teen Fiction[BELUM REVISI] "Gimana kalau aku, nggak bisa tungguin kamu pulang kak!" Ucap Laras yang menangis. "Gue belum minta maaf ke dia!" Ujar Sangara dengan tubuh kian bergetar. Kisah dua orang remaja yang di satukan oleh takdir dan di pisahkan oleh keada...