Bismillahirrahmanirrahim
Semoga Allah mudahkan segala hal.***
Selain benci dengan kehilangan, pagi pada hari Senin menjadi suatu hal yang tidak kalah menyebalkan. Ketika waktu tengah mengejarnya agar cepat sampai di sekolah, sepeda motor miliknya malah jatuh dan mencium aspal. Beberapa pejalan kaki dan pengendara motor lain sempat berhenti untuk melihat keadaannya dan menawarkan bantuan. Sayang, ia terlalu kelam hingga orang-orang memilih kembali melanjutkan perjalanan, meninggalkan dirinya yang kemudian duduk sembari memeluk kaki sendiri.
Seperti kemarin atau beberapa hari lalu, langit masih sama cerahnya bahkan kini jauh lebih cerah. Di atas sana, awan bergerak perlahan tertiup angin dari arah berlawanan. Kemudian di peraduan, matahari telah sempurna menampakkan diri, tersenyum, seakan mengejeknya yang tengah kesusahan seorang diri.
"Nyusahin aja!"
Pakaian putih abu yang semula masih rapi dan bersih kini sedikit kusut juga meninggalkan jejak noda berwarna cokelat. Ia berdecak pelan sebelum memilih bangkit lalu duduk kembali di atas jok motor. Perlahan ia menyalakan kendaraan roda dua itu dan menarik pedal gasnya. Dengan kecepatan sedang, roda-roda itu berpacu di tengah padatnya jalanan. Kemudian, diam-diam hatinya berbisik lirih melontarkan harapan, semoga satpam sekolah melupakan kewajibannya menutup pintu gerbang.
Karena Magenta Azure tidak ingin memiliki catatan pelanggaran selama tiga tahun bersekolah di SMA Nusa Pelita.
Namun, sepertinya setelah Mama tiada, keberuntungan dalam hidup Azure seakan ikut menghilang. Apa yang menjadi harapan kecil hari ini tidak dapat terjadi. Gerbang tinggi milik sekolahnya telah tertutup sempurna saat Azure tiba di sana. Beberapa siswa lain terlihat berdiri di depan gerbang berharap besi-besi yang berjajar itu memberi sedikit celah agar bisa dilewati mereka.
"Buka sebentar saja, Pak. Ceri cuma mau numpang lewat."
"Enggak bisa, Neng. Ini udah ketiga kali Neng Ceri terlambat. Jadi, jangan harap bisa Bapak bukain."
Terdengar decakan dari gadis yang tengah menarik-narik gerbang. Ia memiliki tubuh yang ramping dengan wajah bulat dan bola mata besar. Pakaiannya rapi, lengkap menggunakan atribut sekolah mulai dari kaos kaki hingga topi yang menutupi rambut legamnya. Azure melirik sekilas untuk kemudian kembali mengalihkan pandangan.
Azure turun dari motor dan membuka helm. Ia menyugar rambut lalu berjalan perlahan mendekati gerbang. Ada beberapa kalimat yang hendak diucapkan sebagai bujukan kepada Bapak satpam, tetapi urung ketika suara gadis tadi menghentikan pergerakannya.
"Tangan kamu luka." Ada kekhawatiran yang tersirat dari kalimat gadis itu dan Azure terpaku di tempat. "Lukanya lumayan besar. Pasti sakit banget, kan?" Bahkan tanpa meminta persetujuan, gadis itu menyentuh permukaan kulitnya tepat di dekat luka yang diperoleh saat terjatuh tadi. Azure meringis kecil.
"Bapak, dia kayaknya habis jatuh di motor. Tangannya luka, harus cepat dibersihkan, Pak."
Gadis itu heboh sendiri. Berkali-kali menatap luka di tangan Azure untuk sepersekian detik melempar pandangan pada Bapak Satpam yang melirik sinis seakan ucapannya hanya kebohongan semata. Kemudian, ia mendesah kecewa kala Bapak Satpam tidak merespon dan malah meneguk segelas kopi dengan santai.
"Kali ini Bapak enggak akan kena tipu daya Neng Ceri lagi," sahut Bapak Satpam tanpa menatap gadis itu.
"Serius, Pak. Kali ini Ceri enggak bohong, tangan dia luka. Harus cepat dibersihkan, takut nanti bakalan infeksi. Kalau nanti infeksi, terus tiba-tiba harus amputasi, Bapak yang tanggung jawab, ya!"