Bismillahirrahmanirrahim
Semoga Allah mudahkan segala hal.***
Jika semalam hujan turun tanpa jeda, kini langit di atas sana tampak membiru dengan panas yang cukup terik. Di saat itu, lapangan utama SMA Nusa Pelita tengah diisi oleh murid-murid XII IPA 2, kelas Cerise. Kelas yang lebih dominan laki-laki itu tampak riuh melakukan tanding futsal antara putra dan putri.
Karena yang dapat bermain dari masing-masing grup hanya lima orang, maka sebagiannya memilih menjadi tim sorai di tepi lapangan. Di bawah teduh bayang pohon mahoni, siswa perempuan tak henti meneriaki satu per satu nama teman yang tengah bermain.
"Ceri, bolanya pangku aja, Cer! Bawa kabur! Weh, anak cowok larinya jangan kenceng-kenceng, kasian cewek!"
Itu suara tinggi Leni. Gadis itu memang paling bersemangat di antara murid lainnya. Sedari tadi, ia tak henti memberi arahan—walau sedikit sesat—dan dukungan, terlebih pada Cerise, teman dekatnya. Leni tampak gemas melihat bagaimana permainan berlangsung cukup lambat. Jiwa tomboinya seakan memberontak, memintanya agar lari ke tengah lapangan, lalu ikut andil dalam permainan.
"Enggak bisa gitu, lah! Kalau bolanya dipegang, itu namanya handball, pelanggaran!" sahut Angga tidak santai menanggapi ucapan Leni.
"Lo ngomong sama siapa, sih? Maaf, ya, Angga ... gue cuma ngerti meatball sama sambal!" kata Leni sembari mengibaskan rambut sebahunya.
Dengan begitu saja, mereka terbahak kencang sedangkan Angga mendengkus kesal. Leni memang sedikit tidak beres, seharusnya Angga tidak perlu menanggapi celotehan gadis itu. Maka setelah itu, Angga mengacak pelan rambut Leni, lalu detik berganti, mereka saling berkejaran. Alasannya sederhana, Leni tak terima jari-jari kotor temannya itu menyentuh rambut kesayangannya.
Sementara di sudut lain, ada dua pasang mata yang tak henti menyorot ke arah lapangan. Memperhatikan dengan seksama ramai yang ada di sana. Namun, satu dari dua pasang mata itu, memfokuskan pandangan pada objek lain. Ia tak henti menatap lamat bagaimana pemilik tubuh ramping itu bergerak aktif berusaha mengejar bola.
Mungkin ia tidak menyadari bahwa sesekali, bibirnya tersenyum kala melihat objek di bawah sana tengah tertawa riang. Benar, dirinya tak sadar jika saja suara berat seseorang di samping tidak tertangkap oleh indera pendengarannya.
"Jangan bilang kalau sekarang lo malah suka sama musuh sendiri." Di akhir kalimat, seseorang itu tertawa kencang. "Yang bener aja! Lo barusan senyum-senyum sendiri sambil lihatin dia. Ngeri banget bro!"
Dua pasang mata itu Magenta Azure bersama Reno. Saat itu kelas mereka kebetulan tengah kosong. Guru yang seharusnya memberi materi sedang berhalangan hadir. Kemudian, berdalih mengisi waktu luang, mereka memutuskan untuk keluar dari ruangan, berdiri di dekat dinding sebatas pusar, lalu menonton kelas lain yang sedang berolahraga.
Dan seperti direncakan sebelumnya, kelas yang berolahraga itu adalah kelas Cerise! Azure berani bersumpah bahwa ia tidak pernah tahu, atau menduga perihal ini. Maka ketika mendengar ucapan Reno, Azure langsung memukul lengan atas laki-laki itu.
"Enggak usah sembarangan, lo, Ren! Gue enggak akan pernah suka sama seseorang yang udah bikin masa remaja gue tertekan. Inget itu!" ujar Azure begitu menggebu.
"Gue enggak akan terlalu peduli, sih, tentang ini. Lo mau suka sama siapa pun, termasuk musuh sendiri, itu hak lo. Gue enggak akan pernah bisa atur perasaan orang lain. Cuma ... sebagai temen, gue enggak mau kalau lo sampe lupa dengan tujuan awal. Dekati, cari tahu kelemahan, lalu kalahkan." Reno menepuk punggung Azure sebanyak dua kali sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Azure sendiri.
Dan sialnya, meski langkah lebar itu telah membawa pergi Reno, tetapi kalimat terakhirnya masih terus berputar dan tinggal dalam kepala Azure. Untuk beberapa saat, Azure melempar pandangannya kembali ke arah lapangan. Ia ingin memastikan lagi bahwa apa yang sedari tadi cukup menyita perhatiannya adalah benar, jika di tengah lapangan sana ... Cerise terlihat berjalan sedikit kesusahan.