BAB 23

17 1 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim
Semoga Allah mudahkan segala hal.

***
Tidak ada yang tahu kapan pastinya kelam di angkasa akan usai. Tak ada yang dapat memastikan kapan hujan di atas sana berhenti terjatuh. Karena memang, semesta dan segala rahasianya selalu saja menyisakan tanda tanya.

Malam itu, entah mengapa detik konstan dari jarum jam terasa begitu menakutkan. Kaki Azure menapaki lorong di rumah sakit dengan pelan, seakan ada sesuatu yang memberatkan langkahnya.

Dulu Azure pernah merasa begitu kesakitan kala menyaksikan tubuh Mama terbujur kaku tak berdaya. Kini, kesakitan itu kembali tampak nyata ketika irisnya menatap bayang dari balik jendela. Di sana ada Cerise Dianes yang tengah berjuang melawan pendarahan hebat di kepalanya.

Tubuh itu terkapar. Wajah yang biasa selalu berhias senyum cerah kini sarat akan lelah. Dengan begitu saja, Azure ikut merasakan kepedihan. Ia masih tak percaya jika Cerise yang dirinya tahu adalah Cerise yang menyimpan banyak luka juga kesakitan.

"Lo harus bangun, Cerise. Lo harus terusin lagi perjuangan buat jadi pemenang di olimpiade besok. Lo harus bangun!"

Tanpa sadar, setetes tangis yang sedari tadi dirinya bendung kini jatuh juga. Azure mengepalkan jari-jari tangan. Ia ingin melepaskan beberapa pukulan pada orang yang telah membuat Cerise seperti sekarang.

Sementara itu, Anita sedari tadi tak henti meraung kencang dalam dekap hangat Johan—papa Azure. Hatinya diremas begitu kuat hingga untuk menghela napas pun rasanya sesak. Ia takut. Takut jika apa yang dikhawatirkan menjadi kenyataan. Ia merintih tertahan.

Kemudian, mata sayu miliknya bertemu dengan iris teduh Johan. Anita mencoba mencari setitik ketenangan dari riuh yang berusaha dirinya redam. Bibir wanita itu bergetar sebelum akhirnya melontarkan kalimat penuh kekhawatiran.

"Bagaimana kalau ternyata Cerise itu anakku? Bagaimana kalau setelah terbukti jika dia anakku, di saat itu tak ada kesempatan untuk menunjukkan bahwa aku sangat merindukannya? Aku takut, Mas, aku takut ...."

"Kamu sudah cek kembali nama di kartu tanda pengenal itu? Benar jika dia adalah mantan suami kamu dahulu?"

Anita bahkan berkali-kali membaca nama itu sebelum akhirnya rasa terkejut mulai merenggut kesadarannya. Seperti ada beban berat yang jatuh mengenai jantungnya. Anita tidak kuat. Ia tak siap jika nanti harus mendengar kenyataan sebenarnya.

"Kamu tenang dulu, Anita. Mungkin saja Rizal pernah menikahi wanita lain setelah bercerai dengan kamu. Kamu harus tenang," ucap Johan tanpa melepas rengkuhan. "Lagi pula, sekarang polisi masih cari orangnya. Nanti setelah dia ditangkap, kamu bisa memastikannya secara langsung."

Kemudian riuh di sana berubah hening saat salah satu dokter keluar dari dalam ruangan. Suara ketukan dari sepatu pantofel yang wanita itu gunakan seperti pengiring dari musik kematian. Seketika orang-orang yang berdiam diri di depan ruangan itu mendekat.

Namun, untuk beberapa detik, dokter masih memilih membisu. Wanita itu tampak menarik napas dalam sebelum akhirnya berujar suatu hal dengan nada lugas dan tegas.

"Dengan keluarga Cerise Dianes? Saya ingin menyampaikan jika has CT Scan pasien mengalami cedera kepala terbuka, atau luka tembus. Di mana ini terjadi akibat adanya hantaman yang menyebabkan tulang tengkoraknya pecah."

Untuk beberapa saat, orang-orang yang mendengar kalimat dokter membuat mereka seakan lupa bagaimana caranya untuk tetap bernapas dengan benar. Hening di sana terasa begitu mencekam.

"Maka dari itu, kami harus mengambil tindakan operasi untuk penanganannya."

"Lakukan sekarang, Bu."

REDA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang