Bismillahirrahmanirrahim
Semoga Allah mudahkan segala hal.***
Dalam kehidupan ini, akan selalu ada hal-hal yang menyimpan rahasianya sendiri. Akan selalu ada tanya yang tak pernah bertepi dan menemukan jawaban. Seperi Cerise dan segala bahagia yang gadis itu tunjukkan. Ia terlalu rahasia. Tidak membiarkan siapa pun untuk mengetahui sisi lain dari dirinya. Tak mengizinkan orang-orang menangkap raut wajah lain selain senyuman darinya.
Cerise memang terlalu rahasia.
Entah mengapa kali ini, Azure merasa resah. Ia ingin sekali saja mendengar langsung dari mulut gadis itu bahwa dirinya tengah terluka. Namun, bahkan ketika Cerise terbaring lemah tak berdaya, gadis itu masih mengaku bahwa ia baik-baik saja. Cerise begitu bersikeras agar orang-orang tak tahu jika dirinya terluka, parah. Gadis itu mempunyai hati sekuat apa, sih? Azure benar-benar tidak mengerti.
Saat itu, seusai makan malam dengan Papa dan Anita, Azure langsung beranjak memasuki kamar. Berjalan perlahan menuju balkon, lalu berdiri di dekat dinding pembatas, dan menatap langit yang menghampar dengan hati hampa. Ada kekosongan lain yang mulai mengusiknya. Kali ini, ia yakin sumbernya bukan karena kepergian Mama, tetapi karena Cerise Dianes. Si sosok yang entah sampai kapan bersembunyi di balik topeng ceria.
Azure mendengkus keras. Ia meraih ponsel di atas nakas untuk kemudian jari-jarinya bergerak lincah menyentuh layar yang menyala. Di kolom pencarian pada salah satu media sosial, Azure mengetikkan nama Cerise Dianes. Ia mulai membuka profilnya, lalu membaca satu per satu postingan gadis itu. Sayangnya, selepas tiga hari berlalu, tetap tak ada kiriman baru.
"Itu foto siapa? Cantik banget."
Tiba-tiba saja suara Anita mengejutkannya. Azure bahkan hampir menjatuhkan ponsel jika saja refleksnya tidak bagus. Cepat-cepat Azure mematikan layar dan berbalik menatap Anita yang tersenyum lebar dengan segelas susu di tangan. Azure mendengkus sebal.
"Bisa enggak kalau masuk kamar orang itu diketuk dulu?" Alih-alih menjawab, Azure melayangkan pertanyaan lain.
Anita mengangkat bahu. "Mama sudah ketuk berkali-kali, tapi kamunya enggak dengar. Ya sudah, Mama masuk." Anita meletakkan gelas itu di atas meja lalu berjalan kian mendekat ke arah Azure. "Kamu lagi suka sama seseorang, ya? Dia siapa namanya? Kenalin sama Mama, dong."
Azure hanya melirik tanpa minat. Ia memilih kembali menatap langit di atas sana. Membiarkan jeda merambat di antara mereka. Di detik itu, baik Azure mau pun Anita sama-sama diam dengan pikiran yang entah berada di mana. Kemudian, kedua tubuh itu didekap dinginnya udara malam. Tatapan Azure hampa, tetapi resah di dada sedari tadi tak kunjung reda. Bahkan semakin ia diam, resah itu seakan menggerogoti hatinya perlahan.
Azure tidak tahu harus apa. Ia tak mengerti alasan apa yang membuatnya seakan bersalah. Padahal, Azure merasa tak melakukan apa-apa, atau justru karena ia tak melakukan apa-apa, ia merasa bersalah? Laki-laki itu benar-benar tak mengerti. Berkali-kali ia bergerak dengan resah. Raut khawatir begitu kentara di wajahnya. Dan Anita, ia tak sebodoh itu untuk menyadari jika ada sesuatu yang berbeda dari Azure.
"Apa mungkin di dunia ini ada seseorang yang hidupnya selalu bahagia?"
Saat itu, untuk pertama kalinya Azure mengajak Anita untuk berdiskusi. Membicarakan sesuatu tanpa melibatkan rasa benci di dalamnya. Hal yang sontak membuat Anita senang bukan kepalang. Wanita itu sampai memutar tubuh dan memandang Azure dengan lekat. Mata sayu itu tampak menunjukkan binar bahagia.
"Kalau menurut Mama, enggak mungkin ada. Karena kita tahu, tidak ada keabadian di dunia yang fana ini, Azure. Begitu juga dengan kebahagiaan. Setiap orang pasti punya luka, tetapi kita punya pilihan untuk mengumbar atau menyembunyikannya. Bagi Mama, orang yang terlihat selalu bahagia adalah orang yang sesungguhnya paling terluka. Saking terlukanya, ia memilih untuk terlihat baik-baik saja."