•4

3.7K 395 15
                                    

Matahari telah bersinar, tapi sinarnya tak mampu menembus jendela kaca kamar Mew karena terhalang horden berwarna abu tua yang menjuntai hingga hampir menyentuh lantai. Mew yang sudah siap rapi dengan setelan jas serta dasi sengaja membiarkan hordennya tetap menutupi jendela agar Gulf yang masih terlelap bisa tetap melanjutkan tidurnya tanpa gangguan apapun.

Tok tok tok

Mew segera melangkah kearah pintu berwarna putih dengan gagang mewah berwarna gold saat benda itu diketuk, seorang laki-laki yang menggunakan setelan jas hitam sedang berdiri dan menunggunya.

"Tuan, Bu Sinta sudah menunggu ...."

Mew meletakkan jari telunjuknya dibibir, memberi isyarat kepada orang itu agar diam karena suaranya mungkin akan membangunkan Gulf.

"Tunggu diluar! Katakan pada ibu bahwa aku belum bangun!" bisik Mew.

"Baik tuan," orang itu mengangguk singkat.

Laki-laki itu memasang wajah heran setelah Mew menutup kembali pintu kamarnya, "kenapa dia memintaku mengatakan dia masih tidur padahal dia sudah rapi? Untuk apa dia memintaku diam? " gumam orang itu sebelum pergi.

Pria itu kemudian kembali menuruni anak tangga dan menghampiri Sinta, "maaf nyonya, tuan Mew belum bangun." ujar laki-laki yang kerap dipanggil Fa.

Sinta melepaskan kacamata berwarna peach yang bertengger di hidungnya, "belum bangun?" wanita itu sampai mengelus dada karena sikap putra semata wayangnya, padahal sudah hampir pukul sepuluh, tidak biasanya Mew bangun begitu siang.

"Fa, bisakah bangunkan saja dia?" tanya Sinta.

Fa menggeleng pelan, "tuan bahkan menyuruh saya diam sebelum saya selesai berbicara." sahut Fa.

Sinta memijat keningnya dengan penuh kefrustasian, bagaimana mereka bisa menyiapkan pernikahan jika matahari bahkan bergerak lebih cepat daripada mereka.

"Dia mungkin betah dikamar karena pacarnya ada di sana," ujar Rico datar, mata tertuju pada koran seolah masih asik membaca dan mencermati berita-berita yang tertulis disana.

Sinta menatap suaminya sejenak, "kau tidak marah?" tanya Sinta dengan hati-hati.

"Untuk apa aku marah? Dia tidak akan mendengarkan aku." sahut Rico.

"Apa itu artinya kau tetap akan merestui pernikahan mereka?" tanya Sinta.

"Aku bisa apa selain setuju?" ujar Rico lagi.

Gulf yang semula terlelap mulai memberikan tanda-tanda bahwa ia akan segera bangun, pria itu mengerjapkan mata seraya meregangkan tubuhnya, ia menatap heran ke arah Mew yang sudah rapi dengan setelan jasnya.

"Kenapa kau rapi? Mau kemana malam-malam begini?" tanya Gulf dengan suara paraunya.

Mew tersenyum hangat kearah Gulf, "apa kau sudah bangun?" tanya Mew.

"Tentu saja! Apa kau tidak lihat?" ketus Gulf.

"Boleh ku buka jendelanya?" tanya Mew.

"Ini rumahmu! Kau bisa lakukan apa saja, kenapa bertanya padaku?" ujar Gulf.

"Sial! Ini sudah sangat siang, kenapa kau tidak membangunkan ku?" ucap Gulf yang terkejut bukan main setelah cahaya matahari menembus kaca dan seketika membuat ruangan terang benderang.

"Kau tidur sangat nyenyak, aku tidak ingin mengganggumu." ujar Mew.

"Apa yang kau maksud adalah aku tidur seperti babi?!" ketus Gulf.

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang