•17

3K 322 8
                                    

Sinta menggigit ujung kukunya, wanita itu terus terfokus pada Smartphone-nya.


Dr. Ria

|Anda sudah mencoba berbicara pada menantu anda?

Belum,  Mew melarangku untuk membahas itu|

|Jika masalahnya adalah menantu anda belum yakin untuk memiliki anak, maka anda bisa mencoba untuk memberinya pengertian bagaimana menyenangkannya memiliki buah hati. Anda bisa memulainya dengan mengajaknya berinteraksi dengan anak kecil.

Itulah yang aku pikirkan sekarang, tidak ada anak kecil dirumah kami. Bagaimana membuka pikirannya?|

|Tiga hari lagi saya akan berkunjung ke panti asuhan, anda bisa bergabung bersama menantu anda. Saya akan mencoba memberinya pengertian juga.

Terima kasih banyak|

|Anda banyak membantu di rumah sakit kami, ini hanya bagian kecil dari yang bisa saya bantu.

Sinta segera meletakkan smartphone-nya setelah membaca pesan dari Ria, dokter yang dulu pernah membantunya saat keguguran, sudah dengan tutup mulut berupa uang tentunya.

Sudah satu bulan lebih sejak pernikahan Mew dengan Gulf, tapi mereka tak kunjung memiliki keturunan. Pewarisan harta tertunda semakin lama karena itu, sekarang Sinta menjadi seperti cacing diberi garam, ia begitu ingin menyelesaikannya pewarisan dengan segera. Sebelum semuanya dijatuhkan pada Day.

Sinta duduk di sofa sambil memijat keningnya, hingga ia melihat Mew dan Gulf yang baru masuk kedalam rumah mewah mereka. Pasangan itu terlihat semakin bahagia setiap harinya, harmonis tanpa beban.

"Kalian dari mana?" tanya Sinta yang kini bangkit dari duduknya.

"Gulf, pergilah ke kamar duluan. Aku akan berbicara dengan ibu." ucap Mew dengan senyum hangatnya.

Sejak saat hutang pada debt colector lunas dan kontrak mereka resmi diperpanjang untuk seukur hidup, Mew tak pernah membiarkan Sinta untuk mengobrol dengan Gulf. Ia khawatir jika Sinta mungkin akan menyinggung terkait pewaris, Mew belum menceritakan apapun pada Gulf, baik alasannya mengajak Gulf menikah kontrak ataupun warisan yang dijanjikan ayahnya. Meskipun pada dasarnya Gulf sudah tau tentang hal itu.

Mulut Sinta adalah mulut ajaib, siapapun yang mendengarnya berbicara memelas akan langsung iba dan menuruti perkataannya, itulah kenapa Mew tidak ingin Gulf mendengar ocehan tentang keturunan. Gulf sudah cukup lupa dengan obsesinya untuk memiliki keturunan, jika Sinta menyinggung soal itu, maka Gulf mungkin akan memikirkan banyak hal lagi.

"Mew ...."

"Apa ibu akan membahas masalah itu lagi? Aku benar-benar tidak tertarik dengan itu Bu, setiap hari ibu bertanya hal yang sama dan aku selalu memberi jawaban yang sama."

"Mew, kau tau kan? Ayahmu jauh lebih keras kepala, bagaimana jika itu benar-benar akan jatuh ke tangan Day?"

"Aku tidak peduli! Lagipula pewaris sebenarnya sudah mati! Aku hanya orang asing, apa hak ku untuk menginginkan banyak hal?"

Rasanya seperti jantung Sinta dipukul dengan keras, putranya mengucapkan kalimat itu? Kalimat yang pernah ia dengar sehari setelah luka di pergerakan tangan Mew dijahit rapi.

"Mew ...."

"Aku sudah cukup berterimakasih karena kalian mau membesarkan ku, aku tidak menginginkan hal lebih. Bisakah ibu berhenti mengharapkan sesuatu yang lebih juga?" lirih Mew. Sekuat dan seangkuh apapun dirinya, ia tetap sadar bahwa ia hanya orang asing, anak yang dipungut lalu dibesarkan dengan balutan kebohongan. Apakah ia bahkan lebih berharga dari binatang?

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang