•12

3.1K 353 21
                                    

Sudah satu Minggu sejak hari pernikahan Mew dan Gulf, selama itu juga Sinta terus bertanya tentang apakah Gulf dan Mew sudah berhubungan atau belum. Seperti hari ini, Mew yang baru pulang bersama rasa lelah kembali dihadang oleh Sinta yang berdiri di ambang pintu.


"Mew, kau sudah pulang?" tanya Sinta.

Mew sudah mulai jengah dengan sikap ibunya, jika saja wanita itu tak pernah membesarkannya. "Seperti yang ibu lihat, aku baru saja berdiri disini, saat ini, didepan ibu. Artinya aku sudah pulang," sahut Mew yang mencoba untuk tetap tenang.

"Apa ...."

"Apa ibu tidak lelah? Ibu terus menanyakan hal yang sama setiap hari!" Mew akhirnya mengeluarkan keluhan, kepala Mew sudah cukup dibuat panas oleh urusan pekerjaan, ditambah lagi Sinta yang terus menagih hak bodoh.

"Mew! ini demi ...."

"Apa ibu buta?! Ibu tidak lihat?! Aku dan Gulf sama-sama laki-laki! Bagaiman mungkin kami memiliki keturunan?!" bentak Mew.

"Tapi kalian belum mencobanya kan?" tanya Sinta.

"Mencoba apa?! Apa yang ibu harapkan?!" tanya Mew lagi.

"Apa kau tidak tau? Diluar sana ada pria yang bisa melahirkan anak ...."

"CUKUP!!! Apa ibu benar-benar tidak bisa melihatku hidup tenang? Jangan memaksaku kali ini, aku mohon ...." lirih Mew.

"Ini karena aku menyayangimu Mew! Kau anakku." Sinta menatap Mew yang melaluinya begitu saja, betapa tidak sopan putranya itu.

Gulf duduk di sofa yang ada di kamar yang telah menjadi miliknya dan Mew, pria itu sedang asik mengunyah cemilan sambil menonton tayangan favoritnya.

"Selamat datang sayangku ...." sapa Gulf ketika Mew memasuki kamar mereka.

Wajah Mew yang semula tertekuk seketika berganti dengan raut bahagia tak kala mendengar sapaan dari Gulf.

"Sini!" Gulf menepuk bagian sofa yang kosong disampingnya, meminta agar Mew duduk di sampingnya dan ikut serta menonton tayangan favoritnya.

"Ada apa?" tanya Mew.

"Duduk dulu!" pinta Gulf.

Gulf berbaring dan meletakkan kepalanya diatas paha Mew yang kini duduk didekatnya, "kenapa?" tanya Mew yang menahan tawa. Tak biasanya Gulf bersikap manis.

"Tidak tau, rasanya akhir-akhir ini kita jarang bertemu. Kurasa aku merindukanmu," Gulf menarik tangan Mew dan meletakkan tangan itu di kepalanya. Seakan paham dengan maksud Gulf, Mew mengusap kepala yang dipegangnya dengan lembut dan penuh kehangatan.

"Kau tidak marah? Aku menyentuhmu," ujar Mew.

Gulf menggeleng pelan, "tidak. Karena aku yang memintamu," sahut Gulf yang masih asik menonton televisi.

"Apa artinya kau sudah menyukaiku?" yanya Mew.

"Mungkin," sahut Gulf singkat. Orang bilang cinta ada karena terbiasa, sosok Mew yang selalu hadir sebagai pelindung menanamkan rasa nyaman dalam diri Gulf, rasa itu mungkin telah tumbuh.

"Gulf, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Mew menatap wajah Gulf yang berbaring di pangkuannya.

"Tanya saja, kau sudah bertanya dari tadi." sahut Gulf, pria itu masih asik mengunyah cemilannya seraya menonton televisi.

"Apa namamu memang hanya Gulf?" tanya Mew.

"Kenapa? Apa kau tidak lihat buku nikah kita? Namaku memang Gulf," jawab Gulf.

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang