•30

2.7K 257 15
                                    

Gulf membuka mata, pandangannya masih buram, tapi ia bisa tau kalau Mew tidak ada di hadapannya karena sisi kasur itu kosong.


Terdengar samar seseorang sedang terisak, Mew kah?

Gulf melihat kearah perutnya yang terasa sedikit kaku, Mew memeluk si kembar dengan sangat erat disana.

"Mew?" ucap Gulf dengan suara parau.

Mew tersenyum menatap Gulf, "kenapa kau bangun? Perutmu sakit?" tanya Mew, kini pria itu mengusap lembut perut Gulf.

Gulf mengubah posisinya menjadi duduk, "kenapa kau menangis?" tanya Gulf. Mew hanya diam dan masih mempertahankan senyumnya.

"Apa kau benar-benar lelah? Badanmu sakit?" tanya Gulf dengan penuh kekhawatiran.

"Bukan badanku Gulf, tapi hatiku." batin Mew.  Mew menyusul Gulf untuk segera duduk, matanya sudah sembab, tapi ia tetap tak bisa membendung air matanya meskipun sudah menangis selama berjam-jam.

Mew menggeleng pelan, ia masih bungkam dan tak mengatakan apapun pada Gulf. Tangan Mew menarik selimut, menggunakannya untuk menutupi tubuh Gulf lalu kembali pada posisinya semula, membelakangi Gulf.

Gulf menyentuh pundak Mew perlahan, "Mew, apa yang salah? Apa aku membuatmu marah? Kau kesal padaku?" tanya Gulf.

"Tidur Gulf! Sudah malam." ucap Mew dengan singkat.

Gulf menghela nafas pelan, mungkin Mew benar-benar lelah hari ini. Gulf mengusap perutnya pelan, lalu kembali melingkarkan tangannya pada pinggang Mew dan tidur.

***

Mentari kembali menyapa, Mew sudah tidak ada di kasur ketika Gulf membuka matanya.

Gulf menatap ke sekitar, tas kerja Mew tidak ada di tempat. Apa mungkin dia sudah berangkat?

Gulf menatap jam dinding berukuran besar berwarna gold yang terpajang di dinding kamar mereka, pukul 06:02. Siapa yang pergi ke kantor sepagi ini?

Gulf menyingkap selimutnya perlahan, turun dari kasur dan segera menuju ke ruang keluarga. Ia hanya menemui Rico yang duduk manis seperti biasa, menonton televisi dengan secangkir kopi sebagai teman setianya.

"Yah, dimana Mew?" Gulf duduk di samping Rico, perut besar Gulf membuatnya tak leluasa dalam bergerak.

"Sudah berangkat, sangat pagi. Apa dia tidak berpamitan?" tanya Rico.

Gulf hanya tersenyum sambil menggeleng, "apa Mew sudah sarapan?" tanya Gulf.

Rico menyeruput kopinya, lalu meletakkan kembali cangkir keramik bewarna putih berisi kenikmatan itu. "Tidak, kenapa tidak telpon saja? Tanya padanya!" ucap Rico.

Gulf menatap smartphone di tangannya, ia mulai mencari nomor Mew agar dapat segera menelponnya. Tak dijawab.

"Tidak usah dipikirkan, mungkin ada rapat mendadak. Bagaimana, Gulf? Sehat? Kandungannya baik-baik saja?" tanya Rico, tangan tuanya mulai mengelus perut Gulf, tempat cucu-cucunya tumbuh dan berkembang.

"Gulf sehat." jawab Gulf, sebenarnya ia berbohong. Tadi malam, perutnya terasa sedikit sakit, bukan karena si kembar menedang, tapi itu benar-benar sakit. Gulf ingin memberi tahu Mew, tapi pria itu tertidur dengan sangat pulas, Gulf tidak tega membangunkannya. Gulf berniat meminta Mew mengantarnya kerumah sakit hari ini, tapi Mew sudah pergi ke kantor duluan.

"Ayah, apa Gulf boleh pergi ke kantor Mew?" tanya Gulf.

"Tentu saja, tapi harus berangkat dengan Fa!" ucap Rico.

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang