•7

3.3K 381 7
                                    

Gulf meregangkan otot lehernya, pria itu duduk di depan layar televisi yang berukuran besar ditemani oleh setumpuk cemilan dan buah-buahan. Perutnya memang kenyang, tapi menunggu dengan hanya duduk dikamar sambil menonton televisi membuatnya sangat bosan.


Entah berapa kali Gulf menekan remote yang ada di meja kerja Mew, yang jelas sebanyak itu juga Fa harus mondar-mandir untuk melayani Gulf, mulai dari membawakan makanan hingga hanya sekedar memintanya datang lalu pergi. Biasanya Gulf bertemu banyak orang di toserba, tapi kali ini dia hanya duduk manis bersama televisi. Otot-otot Gulf tidak terbiasa dengan semua kenyamanan ini.

Gulf kembali menekan remote dan Fa kembali datang, "ada apa tuan Gulf?" tanya Fa dengan penuh kesabaran.

"Bisa tolong matikan televisinya?" tanya Gulf. Fa hanya mengangguk sambil tersenyum kemudian melaksanakan perintah Gulf.

"Maaf, aku terlalu merepotkan. Tapi aku benar-benar bosan, aku tidak bisa berbicara dengan televisi. Bisakah aku keluar sebentar?" tanya Gulf pada Fa yang kini berdiri dengan jarak yang cukup jauh darinya.

Fa menggeleng pelan, "maaf tuan Gulf, tapi tuan Mew melarangnya." sahut Fa.

"Kalau begitu kau disini saja! Temani aku mengobrol!" ujar Gulf lagi.

"Maaf tuan Gulf, tapi itu juga tidak bisa. Tuan Mew mungkin akan marah jika saya mengganggu anda," sahut Fa.

Gulf menggaruk kepalanya dengan frustasi. "Tapi aku sangat terganggu dengan situasi ini, aku tidak bisa menghirup udara segar." keluh Gulf.

"Saya akan buka jendela nya, selebar yang anda mau." ujar Fa.

"Maksudku aku harus keluar dari ruangan ini, apa kau ingin aku mati karena depresi?" tanya Gulf.

"Tapi tuan ...."

"Begini saja, izinkan aku keluar! Aku berjanji aku tidak akan terjadi apapun padamu ataupun pekerjaanmu." sela Gulf.

"Tapi tuan Mew ...."

"Jika dia memukulmu aku akan memukulnya untukmu, jika dia memecat mu aku akan membunuhnya. Bisakah kau biarkan aku keluar?" keluh Gulf, pria itu hampir merengek.

"Maaf tuan tapi ...."

"Jika kau tidak buka pintunya untukku, aku akan melompat dari jendela." ancam Gulf.

"Tuan ...."

"Jika aku melompat dan aku mati kau jelas akan dipecat dan tidak akan ada yang bisa menyelamatkan pekerjaan mu," ancam Gulf.

"Baiklah tuan! Tapi anda tetap harus berada dalam pengawasan saya!" ujar Fa, meskipun ia ragu tapi ia tidak bisa membiarkan Gulf mati.

"Setuju!" sahut Gulf dengan lantang.

Gulf akhirnya berhasil menuju ke halaman depan kediaman keluarga Suppasit, meskipun harus dibuntuti oleh Fa dibelakangnya. Gulf tersenyum dan merentangkan tangannya, menarik nafas sekuat tenaga dan menghembuskannya perlahan.

"Fa, apakah itu taman milik keluarga ini?" tanya Gulf seraya menunjuk hamparan bunga yang tersebar merata di tanah luas.

Fa menganggu. "Iya tuan, Ayah dari tuan Mew sangat menyukai bunga. Beliau bahkan menanam beberapa dari itu dengan tangan beliau sendiri," sahut Fa.

"Apa kita boleh ke sana?" tanya Gulf.

"Tuan, itu agak sedikit jauh dari kamar tuan. Menurut saya ...."

"Fa, ayolah!" bujuk Gulf.

"Baiklah," sahut Fa pasrah.

"Mohon hati-hati tuan! Anda mungkin akan terjatuh dan terluka," ujar Fa ketika melihat Gulf berlari dengan lincah diantara hamparan bunga.

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang