•19

2.9K 320 13
                                    

Terik matahari menambah kesan hidup pada hamparan taman bunga yang kini tengah dipijak oleh Gulf dan Rico, bayang-bayang dari bunga yang bermekaran serta semilir angin yang menerpa perlahan membuat Gulf betah untuk berlama-lama berada di taman. Ia bahkan tak menghiraukan peluh yang mulai membasahi bajunya, kedua laki-laki itu masih betah bersenang-senang.


"Ayah, harus diletakkan dimana bunga yang ini?"

"Jangan diangkat sendirian, itu berat!"

Rico dengan segera menghampiri menantunya yang tengah mengangkat pot besar berwarna hitam, sedikit kusam. Rico masih sama seperti saat bertemu dengan Gulf pertama kali, tak pernah membiarkan Gulf melakukan apapun sendirian. Jika bukan karena menantunya itu memohon untuk merapikan taman, mungkin ia tak akan mengijinkan Gulf.

"Kamu ini! Ayo! Ayah bantu, habis ini kita istirahat."

Gulf tertawa kecil, ayah mertuanya itu sedang berusaha sekuat tenaga membantunya mengangkat pot besar, berat darimana? Gulf tidak merasa itu terlalu berat.

"Huh!" Rico menghela nafas panjang setelah punggung tua nya bersandar di bangku di teras belakang rumah megah mereka, beberapa pelayan membawakan handuk kecil dan juga air mineral, mempersilahkan kepada tuan-tuan mereka untuk menyeka peluh mereka dan membasahi tenggorokan yang kering.

"Mew akan pulang malam ini kan?"

Gulf mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan dari Rico, jika Mew benar-benar hanya perlu waktu seminggu untuk menyelesaikan urusannya, maka harusnya Mew bisa pulang hari ini.

"Apa hubunganmu dengan Mew baik-baik saja? Ayah tidak pernah melihat kalian berdebat."

"Baik-baik saja, ayah. Ayah, bisakah aku bertanya satu hal pada ayah?" Gulf menggenggam erat handuk yang kini ada di tangannya, ia tidak tau, tapi ia merasa bahwa ia sangat memerlukan jawaban dari Rico.

"Tanyakan saja, apapun."

"Apa menurut ayah memiliki anak itu penting setelah menikah?"

Rico menatap jauh kedepan, pria itu mengangkat kedua alisnya.

"Tentu saja, jika kita memang dikaruniai. Seperti ketika raga kita diciptakan, tentu kita perlu nyawa. Apa nyawa itu penting? Tentu saja. Karena raga kita bermakna tanpa nyawa."

"Apakah ayah menginginkan cucu dari Mew?"

Rico tersenyum kecil, tangannya mengusap punggung tangan Gulf. "Gulf, siapa yang tidak ingin? Hm? Setelah aku mati, hanya Mew yang bisa menjaga perusahaan agar tetap berjalan, begitu juga dengan Mew kelak. Jangan buat dirimu pusing dengan pertanyaan yang berat Gulf, kau bisa cepat tua."

Gulf diam, ia kembali teringat dengan ucapan Sinta sepulang mereka dari panti asuhan, tentang betapa Sinta menginginkan cucu dari Mew, cucu yang benar-benar memiliki hubungan darah dengan Mew.

Sinta menggenggam erat tangan Gulf dan memintanya untuk memikirkan kembali tentang transplantasi rahim, ia juga berkata bahwa Mew mungkin tidak akan menyetujui itu, tapi itu adalah yang terpenting dalam keluarga mereka sekarang.

Sinta juga menjelaskan betapa dia tidak ingin membebani Gulf, tapi hadirnya keturunan dari Gulf dan Mew benar-benar menjadi patokan sekarang. Sinta bahkan berkata bahwa Mew bisa saja menikahi wanita lain dan segera menghasilkan keturunan sedarah, tapi seperti yang pernah dikatakan Sinta, Gulf mungkin akan terluka dan Sinta tak menginginkan itu.

Belum lagi rumor dan berita yang akan segera beredar jika Mew sampai menikah lagi, reputasi keluarga Suppasit juga pasti akan jatuh.

Gulf tidak bisa membohongi dirinya lagi, dia mencintai Mew sekarang, siapa yang rela suaminya harus menikah lagi? Gulf juga tidak bisa mengingkari bahwa dirinya sangat menginginkan keturunan, hal itu juga diinginkan oleh Sinta. Meskipun Rico bersikap seolah tak peduli dengan masalah itu, tapi tatapan matanya tak bisa menipu Gulf.

IGNITITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang