Prologue

12.1K 618 54
                                    


Mourabelle Odysea, gadis dengan mata caramelnya memerhatikan sekitar dengan mata berbinar.

Razzmatazz Cafe, tempat paling populer dikalangan anak muda. Letaknya yang berada tepat di pusat kota Barcelona membuat kafe ini semakin ramai pengunjung setiap harinya.

Terlebih, nuansa kafe ini sangat unik. Terdapat tiga lantai, lantai pertama yang sering diincar para remaja, lantai kedua biasa digunakan untuk kerja kelompok, pertemuan bisnis dan lain sebagainya.

Terakhir, lantai tiga khusus untuk pemilik kafe. Rumornya, tak ada yang tahu siapa pemilik kafe ini. Namun ada rumor lain mengatakan pemilik kafe terkenal ini seorang pria muda yang kadar ketampanannya setara dengan Shawn Mendes.

Seketika, Belle mendadak tersenyum geli mengingat teman dari Rusia nya, Elina berkunjung kesini hanya untuk mencari tahu sang pemilik kafe yang tampan itu.

"Eumm....satu choco cookies dengan max macaroon dan taro latte. Terima kasih." kata Belle memesan sesuatu pada seorang waiter yang menghampiri mejanya.

Sembari menunggu pesanan, ia sempat berdecak kagum melihat banyaknya yang datang. Tentu saja kafe ini unik dan bagus dijadikan spot foto.

Lantai satu terbagi dua. Sebelah kanan bertema abu gelap, sementara sebelah kiri penuh dengan warna pink yang khas. Dan yang paling menarik adalah sepasang sayap dengan warna berkebalikan ditengah batas dinding-dinding itu.

Setelah cukup lama mengagumi interior kafe, pesanan milik Belle datang. Gadis itu tersenyum merasakan manisnya cookies yang lumer dalam mulutnya.

Ditengah sibuknya menikmati makanannya, Belle mendadak hampir tersedak saat melihat ada yang janggal pada kursi didepannya. Sesaat, dirinya terperangah saat menatap seorang pria yang juga tengah menatap Belle dengan tajam namun terkesan lembut.

Pria itu duduk bersandar dengan kedua tangan terlipat didepan dada. Sekilas, Belle memperhatikan beberapa tatto seperti logo empat elemen di bumi pada buku jari tangan kanannya.

Belle beralih menatap tepat dimata sehijau mint milik pria itu. "Ada apa?" tanya Belle pelan.

Sekilas, ia bisa melihat pria itu tersenyum sangat tipis meski sesaat. Pria itu menggeleng, "Nothing." balasnya singkat.

Dalam hatinya, Belle merasakan getaran aneh yang menjalar pada sekujur tubuhnya beberapa detik.

Mengendikkan bahunya, gadis itu berpikir mungkin pria itu hanya mencari kursi kosong, dan kebetulan hanya meja Belle yang punya satu kursi kosong.

Belle merasakan keheningan yang kentara diantara mereka. Dan ia membenci keheningan serta rasa sepi. Mendadak, ia berdeham pelan untuk menutupi rasa gugupnya. Ia benci nervous tanpa alasan seperti ini.

"Siapa namamu?" tanya Belle.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Ada jeda sepersekian detik sebelum dia menjawab, "Maraschino Blaquer."

Belle tersenyum manis, "Baiklah, Chino. Aku Mourabelle Odysea, kau bisa memanggilku Belle."

"Tidak apa-apa kan aku memanggilmu Chino?" ucap Belle memastikan.

Pria bernama Maraschino tersebut sempat tersenyum geli sebelum menganggukkan kepalanya lagi. "It's fine, Belle" balasnya singkat.

Belle kembali sibuk menghabiskan potongan kue berhias max macaroon nya. Gadis itu tersenyum saat merasakan taro latte hangat yang mengalir di lidahnya.

Dan semua itu tak luput dari pandangan Maraschino yang entah sejak kapan tertarik pada gadis yang sejak tadi menarik atensi beberapa pria di meja lain karena paras dan tubuh bak model majalah yang ia miliki.

Maraschino melihat kilatan kesenangan dimata gadis berambut blonde tersebut.

"Aku sangat menyukai kafe ini. Mereka memiliki dua paduan warna favoritku. Andai saja kafe ini juga berada di Indonesia." ucap Mourabelle dengan nada lebih rendah di akhir kalimat.

"Oh iya, aku tinggal di Indonesia sebenarnya. Disini aku hanya menghabiskan liburan musim panas bersama ibuku." lanjutnya.

Pria itu masih mendengarkannya dengan baik. Tak lupa dengan seulas senyuman tipis bertengger di bibirnya.

Belle menghabiskan segelas taro latte nya, lalu kembali mengoceh. "Dan yah, mungkin malam ini aku akan pulang ke Indonesia. Aku hanya berharap kafe ini juga ada disana, haha. Hanya tempat ini yang entah kenapa menemani kesepian yang kurasakan selama libur panjang."

Namun sedetik setelahnya, Belle terdiam sembari mengigit bibirnya. Membuat Maraschino mengernyitkan dahinya samar, merasa bingung dengan perubahan ekspresi gadis itu.

"Apa aku terlalu banyak bicara?"

Dalam batinnya, Maraschino terkekeh. Jadi karena inikah? Baginya Mourabelle terlihat lucu, meski wajah gadis itu lebih terkesan tajam dan tegas.

Lagi dan lagi, pria itu menggeleng dengan segaris senyuman sebagai jawaban. "Just keep talking, i like it."

Mendengar itu, pipinya merona. Binar kesenangan kembali muncul dimata caramelnya. Sayangnya, waktu terasa berjalan begitu cepat baginya. Saat itu juga, Belle menatap jam tangan cream yang menunjukkan bahwa senja hampir tiba.

Belle menghela nafas pelan, entah mengapa ia jadi tak rela harus pergi meninggalkan kafe ini, dan seorang pria yang ia pikir akan menjadi teman barunya.

"Maraschino, aku harus pulang sekarang. Terima kasih sudah mau mendengarkan aku." ucapnya seraya berdiri diikuti pria itu. Terlihat kilatan kecewa sedetik dimata pria itu yang tak disadari oleh Belle. Namun pria itu hanya mengangguk pelan dengan seulas senyum tipis.

Saat sudah didepan kafe, Mourabelle tersenyum manis. Ia berjinjit sedikit lalu mencium pipi Maraschino yang hanya berdiri kaku.

"Jangan melupakan aku, kau harus menjadi temanku lain kali. See ya, okay?"

Maraschino terkekeh, membuat detak jantung Mourabelle semakin tak karuan melihatnya.

"Of course, lady Odysea."

Dan itu menjadi sebuah pertemuan pertama mereka sebelum jutaan pertemuan lain. Seperti saat ini.

Dimana setahun berikutnya, Razzmatazz Cafe benar-benar ada di Indonesia. Dan Belle yang berpikir pria tersebut akan menjadi teman baru, rupanya membuatnya lebih banyak membuat kisah hidup baru. Pria yang menjadi seseorang dalam takdirnya,

Maraschino Blaquer.

RAZZMATAZZ (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang