Gadis itu tersenyum simpul. Ia mengenang kembali apa yang pernah menjadi hal paling berarti dalam hidupnya disini.Meski rasa trauma tersebut masih membayanginya, gadis itu berusaha agar ia bisa melupakan segalanya. Walaupun untuk sementara.
Air yang tenang membuat bayangannya terlihat jelas. Terlebih, ditengah gelapnya malam. Dibawah terpaan cahaya bulan purnama.
Gadis itu, Mourabelle, memeluk lututnya. Menutupi dirinya dari suasana dingin sehabis hujan senja hari tadi.
Sudah sangat lama, bahkan terlampau lama. Belle tak mengunjungi tempat ini lagi, bukan karena trauma. Melainkan karena orang yang sering membawanya kesini kini hilang tanpa kabar.
Gadis itu menghela nafas, mencoba meredakan sesak di dadanya. Rencana Tuhan memang lucu baginya. Setelah bertahun-tahun lamanya menghilang, mengapa orang itu baru saja muncul dihadapannya?
Bahkan dengan tingkah laku yang berbeda.
Kali ini, ia terkekeh pelan. Dulu, orang itu terlihat sangat lugu dan sederhana. Pertama kali melihatnya, Belle menilainya sebagai anak laki-laki yang sangat lucu dan polos.
Berbanding terbalik dengan yang sekarang. Anak laki-laki itu justru tak pernah Belle bayangkan akan berubah total saat dewasa.
Ya. Dia Arnius Xavior Oshe.
Belle mengusap pelan ukiran nama diatas permukaan kulit kayu pohon besar itu. Kemudian ia tersenyum sendu, menyandarkan tubuhnya disana.
'Seavior'
Bisakah ia mengembalikan semua kenangan indah itu lagi? Merasakan masa dimana ia tak tahu menahu soal kejamnya dunia yang ia tempati.
Mourabelle merindukan semuanya, jika saja masa kecilnya yang buruk tak mengacaukan impiannya untuk hidup tenang dan berjalan indah.
Mengingat masa kecilnya, seketika bayangan memori yang kelam berputar-putar.
Gadis itu berkeringat dingin dengan nafas tak beraturan. Memori itu terus membayanginya, memberikan trauma mendalam hingga luka lama itu terus terbuka.
Sebelum sebuah dekapan hangat dan nyaman menyelimutinya. Menyelimuti Mourabelle dari ketakutannya.
Ia terisak dalam dekapan itu. Melampiaskan segala hal yang ditahannya dalam bentuk senyuman. Memberikan gambaran betapa rapuhnya gadis itu sebenarnya.
"Shh...udah... Semuanya baik-baik aja, dan tuh liat bulannya ngejek lo kalo nangis terus." kata pria itu.
Mourabelle jadi terkekeh disela isakan tangisnya. Ia memukul lengan kiri pria itu, membuat sang pria tertawa melihat wajah Belle yang memerah.
Kalimat itu selalu digunakan Xavior untuk membujuknya ketika gadis itu menangis sewaktu kecil dulu.
"Gue gak mau ngomong sama lo, sana gih." balas Mourabelle mendorong Xavior menjauh darinya.
Xavior sempat tersenyum geli. Kemudian ingatannya menerawang ke suatu malam yang ia benci. Tatapan mata elangnya jatuh menatap pantulan bulan purnama dari air danau yang jernih.
"4 tahun yang lalu. Tepat di malam ulang tahun gue ke 12. Lo ingat dengan jelas pastinya." Belle mengangguk.
"Ditengah pesta ulang tahun, gue gak sengaja dengar pembicaraan ortu gue. Mereka bilang bakal pindahin gue ke sekolah milik partner kerja mereka."
Xavior menatap gadis itu sesaat, "Dan dengan bodohnya, ortu gue merencanakan pertunangan gue dengan anak partner kerja mereka itu bahkan diusia gue yang masih 12 tahun."
"Gue langsung lari dari sana, dan kembali ke tempat ini. Sayangnya, orang yang gue harapkan berada disana malah gak ada." Xavior berdeham pelan.
"Saat itu juga, gue berjalan tanpa arah. Dan alasan gue lari bukan karena pertunangan freak itu. Tapi karena seseorang yang membuat gue kehilangan gadis itu." Mourabelle menatap Xavior yang juga tengah menatapnya dalam.
Xavior mengusap pipi Belle lembut, "Gue berlari tanpa arah hanya karena takut kehilangan gadis itu. Dan kabar terakhir yang gue dapat, gadis itu dibawa seseorang tak dikenal ke Spanyol."
Setelah kepergian gadis itu, Xavior berubah total. Setiap harinya lingkup antar ia dan keluarganya itu benar-benar renggang.
Merokok, alkohol, balap liar, tawuran dan semacamnya menjadi kegiatan pria itu sehari-hari. Melampiaskan kesepian dan rasa kehilangannya pada sosok gadis yang sangat berarti untuknya...
Dia, Mourabelle Odysea.
Gadis dengan sejuta misteri dalam hidupnya. Yang menyimpan terlalu banyak luka untuk dirinya. Tanpa membiarkan orang lain dapat melihat celah dari luka itu.
Mereka berpelukan. Keduanya dihiasi senyum senang saat pertemuan mereka dari 8 tahun yang lalu kini kembali lagi.
Belle melirik jam tangan fuschia yang melingkar cantik dipergelangan tangannya. Sebelum Archeille menelfon, ia harus kembali saat ini juga.
"Xavior, gue harus pulang sekarang." kata Belle.
Pria itu mengangguk lalu mengaitkan tangannya dengan tangan Belle yang kecil. Membawa gadis itu ke motor sport hitam yang pernah ia gunakan mengantar gadis itu pulang sebelumnya.
Tangan kecil Belle mulai melingkari perutnya, memeluk Xavior dengan kepala disandarkan ke pundak pria itu.
Xavior tersenyum tipis dibalik helm full face nya. Merasakan debaran jantungnya yang terus berdetak kencang didalam sana.
"Buenas noches, Xavior." ucap Mourabelle setelah sampai di mansionnya.
"Good night too, Sea." Xavior mengacak-acak rambut gadis itu pelan. Membuat Belle terkekeh geli.
Pria itu masih memperhatikannya hingga punggung Belle menghilang dibalik pintu besar itu. Setelahnya, Xavior melajukan kembali motor sport nya.
Diam-diam, ia terus memikirkan Mourabelle dalam benaknya. Apa Xavior...jatuh cinta pada gadis itu?
Akibat terlalu sibuk melamun, Xavior sampai tak sadar ketika ada seseorang yang menunggunya di apartemen miliknya.
10 menit berlalu, saat ingin mengambil sekaleng bir, Xavior merasakan pundaknya ditepuk. Kemudian ia menoleh, dan seketika satu tamparan melayang di pipi kanannya.
Belum sempat ingin melihat siapa pelakunya, lagi-lagi Xavior terkena tamparan untuk keberapa kalinya. Tak diberikan jeda oleh sang pelaku untuk Xavior melawan.
Kekuatan pria itu sangat tak bisa diragukan. Dengan sisa tenaga, Xavior mencoba melawannya. Meski berkali-kali gagal, tapi pria itu bisa melihat sekilas...
Ada yang janggal dengan orang ini.
Xavior mulai tak sadarkan diri. Sebelum hanyut dalam kegelapan, pandangan matanya sesaat menangkap cara berjalan orang itu.
Dia seorang...perempuan?
Ditempat lain, sebuah ruangan rahasia yang hanya diisi satu figura besar berisikan foto seorang pria yang tengah tersenyum. Juga gadis disampingnya yang memeluk lengan pria itu.
Suara isakan terdengar di penjuru ruangan yang sepi.
Tepat didepan foto tersebut, seorang gadis duduk bersimpuh. Memandanginya dengan sorot mata penuh luka dan kesedihan yang mendalam.
Penampilannya nampak kacau. Dengan wajah memerah penuh air mata.
"Aku membencimu! Lihat, orang itu kembali! Kenapa kau tak bisa menjauhkanku darinya?!" jeritnya.
"Bisakah...kau lindungi aku lagi untuk saat ini saja?" lirih gadis itu mengusap pelan potret pria tersebut.
Gadis itu menangis tanpa henti. Ia terus memandangi potret pria dengan sorot mata setajam elang itu.
"Mi rey águila...." panggilnya diselingi isakan.
(Raja elang ku)
"Mantenme alejado de él. Protégeme de él. Odio cuando no eres tú quien me abraza. ¡No me agrada!"
(Jauhkan aku darinya. Lindungi aku darinya. Aku benci jika yang memelukku bukanlah dirimu. Aku tak menyukai dia!)
Jiwanya yang kelam menyeringai. Hati yang sudah terkunci rapat, hanya bisa dibebaskan oleh orang yang mampu membukanya. Sementara senyumnya, tak ada yang tahu makna apa yang tersembunyi dibalik senyuman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAZZMATAZZ (REVISI)
Teen Fiction"Ada miliaran orang dan kamu hanya mengincarku?" Mourabelle. "Karena dari miliaran orang, hanya kamu yang mengacaukan diriku, lady Odysea." Maraschino. *** Menjadi putri dari keluarga Odysea-Salvatore yang terkenal akan pengaruhnya di dunia bisnis...