22.22 - Die Little More

2.1K 204 18
                                    


Gadis itu tersadar setelah melewati masa kritisnya. Ia mengerjapkan matanya dengan nafas terengah. Terlihat luka disekujur tubuhnya, lehernya membiru dan wajahnya pucat.

Mourabelle tersentak, seketika ia teringat seseorang. "Dimana Maraschino?" tanyanya dengan suara lirih pada keluarganya.

Archeille menatap adiknya sendu, tangannya bergerak mengelus lembut rambut blonde yang terlihat mengering itu.

"Maraschino berhasil melewati masa kritisnya." Mourabelle mengembangkan senyumnya.

Hanya sesaat, karena perkataan Archeille selanjutnya membuat air matanya menetes.

"Namun ia dinyatakan koma."

Pandangan gadis itu mendadak kosong. Air matanya terus mengalir, ia kembali menangis tanpa suara.

Sekarang, Mourabelle telah menyadari... sebesar apapun rasa sayang dan kerinduannya pada Xavior, semuanya telah kalah oleh cintanya pada seorang Maraschino Blaquer Savaric.

"Aku ingin menjenguknya." ucap Mourabelle.

Shakiera, ibu Belle menggeleng. "Tidak nak, kau harus istirahat dulu. Kau masih sakit."

"Aku ingin menjenguknya." ulangnya.

"Ibumu benar, kau harus sehat dulu untuk menjenguk Savaric." timpal kakek Archie-Belle diangguki semuanya.

Belle terisak, ia tak membantah lagi. Tetapi suara isakan yang terdengar menyakitkan itu membuat Archeille spontan memeluk adiknya. Pria itu benar-benar tak bisa melihat keadaan adiknya yang seperti ini.

Kakek Belle menghela nafas, ia mendekati cucu perempuannya itu dan mengelus rambutnya.

"Panggilkan dokter dan tanyakan apakah cucuku bisa menemui Savaric." putus sang kakek pada akhirnya. Ia tak tega melihat cucunya dengan keadaan begini.

Tak berapa lama, dokter datang dengan beberapa perawat. Setelah berdiskusi singkat atas paksaan kakeknya, Mourabelle diizinkan untuk menjenguk tunangannya.

Saat akan berdiri, kepalanya tiba-tiba pusing. Ia akan kehilangan keseimbangan jika saja tangan Archeille tak menahan tubuhnya.

"Istirahatlah sebentar. Setidaknya malam nanti kau bisa menemuinya." kata sang dokter setelah menyuntikkan suatu cairan ke tubuh Belle yang memang masih sangat lemah.

Archeille membaringkan tubuh adiknya itu perlahan. Tentunya setelah gadis itu tak bisa membantah lagi sebab kondisi tubuhnya itu.

Mourabelle memejamkan matanya perlahan, meski dalam hatinya gelisah dan cemas memikirkan Maraschino. Namun bagaimanapun tubuhnya tak berdaya jika dipaksa untuk beranjak dari sana.

Semuanya terasa menyakitkan, namun ia senang. Setidaknya semua yang telah ia lakukan telah mendapat balasan sekarang. Meskipun ia melakukan hal yang diluar nalarnya, tetapi Belle tetap harus menanggung perbuatannya di masa lalu.

Cukup lama terpejam, kini gadis itu sayup-sayup mendengar suara kakak, ayah dan kakeknya beserta beberapa orang llain

"Kami harus melakukan pemeriksaan pada saudari anda. Dia harus ikut kami ke kantor polisi setelah keadaannya membaik." ujar polisi didepan kakeknya.

Nenek Archie-Belle menggelengkan kepalanya, ia menangis pilu. Begitu pula dengan Shakiera. Ia tak percaya anaknya dituduh seperti itu.

Kakek Belle menggeram marah, "Tidak! Kau tidak bisa menangkap cucuku. Dia tidak melakukan apapun selama ini."

Polisi lain menyahut, "Maaf pak, tapi semua bukti sudah menunjukkan bahwa saudari Mourabelle adalah pelaku dari dua kasus pembunuhan."

"Tidak mungkin....-" sang kakek ingin membantah kembali namun suara seorang gadis yang terdengar lirih membuat perhatiannya teralih.

Mourabelle tersenyum sendu, "Aku menerima semua hukumannya. Memang benar, aku lah pelaku dari kematian Natashia Paeir dan Arata Xavier Oshi."

"Dan aku juga lah...alasan kematian seorang Arnius Xavior Oshe."

Ujaran lirih yang keluar dari mulut gadis itu membuat semua yang berada diruangan tak bisa berkata apa-apa lagi.

Mourabelle terdiam sebentar, ia berusaha berdiri. Kemudian berjalan mendekat pada ketiga polisi itu. Ia tersenyum hambar, "Aku menyerahkan diriku. Aku menerima semua yang akan menjadi hukumanku seberat apapun itu."

Sesaat, para polisi itu terperangah. Tak ada yang berani mengisi keheningan mendadak itu.

"Namun sebelum itu, bisakah aku menjenguk tunangan ku dulu?"

Polisi itu saling berpandangan, setelahnya mengangguk mengiyakan.

Mourabelle dituntun ke ruang rawat Maraschino. Ia menampilkan senyumnya yang terkesan sendu. Di kedua mata caramelnya tampak air mata menggenang.

Dalam setiap langkahnya, Belle menghela nafas. Ia mencoba siap menerima semua konsekuensinya.

Meskipun itu hukuman yang akan memisahkan ia dan Maraschino selamanya...


RAZZMATAZZ (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang