02. Anggota Inti

408 59 2
                                    

Apasih yang nggak bisa di dunia ini? Gue yang jelas-jelas diciptain jadi manusia aja bisa jadi badut karena keadaan, hahaha.

—Axeila Ivy Hawthorn.

***

Setelah semalam Axeila diantar pulang oleh Logan, kini gadis itu tengah sibuk memasang sepatu hitamnya dengan terburu-buru. Sepotong roti tawar dengan selai coklat masih menempel di bibirnya yang menyebabkan ada beberapa noda coklat yang menempel mengenai pipi mulusnya.

Gigi-gigi kelincinya menggerogoti roti itu hingga ludes tak bersisa, tangan kanannya dengan cepat menyapu noda selai coklat dari pipinya.

"Astaga! Gue telat lagi anjir," serunya kesal.

Selesai mengikat tali sepatu, gadis itu berlari secepat kilat menuju halte yang berada tidak jauh dari rumahnya. Bus yang akan menuju ke sekolahnya datang, dengan cepat Axeila melompat kedalam dan duduk di bangku penumpang dengan napas terengah.

"Sial, jantung gue deg-degan banget kayak habis dijedor cowok," gumamnya.

Lima belas menit kemudian akhirnya bus yang ditumpangi Axeila berhenti tepat di depan halte sekolahnya. Dan sesuai dugaannya, kini pagar besi yang menjulang tinggi itu sudah tertutup rapat. Axeila mendengus kasar, dengan malas ia berjalan menuju pak satpam yang sudah mendelik ke arahnya.

"Telat lagi kamu? Tiga hari berturut-turut kamu telat, nggak capek kena hukum terus sama Bu Izza?"

Satpam ber- name tag Jono Hermawan itu bertanya sembari menatap Axeila heran.

"Capek pak. Pak Jono mau gantiin saya? Dengan senang ha–"

"Nggak! Enak aja kamu. Udah sana masuk! Langsung ke ruang BK, jangan kabur!"

Axeila mengangguk dengan wajah datar, kemudian masuk ke dalam sekolahnya yang luas itu dan pergi ke tempat tujuannya. Ruang BK.

"Assalamualaikum, shalom, namo buddhaya, om swastyastu, wie de dong tian, salam sejahtera, salam damai dari saya—"

"KAMU LAGI, KAMU LAGI!"

Axeila terkejut mendengar teriakan wanita paruh baya yang menjabat sebagai guru BK di sekolahnya, gadis bersurai coklat terang itu mengusap dadanya sembari beristighfar.

"Kalem bu, kalem. Ibu bahkan belum jawab salam saya, lho. Udah ngamuk-ngamuk aja kayak habis ditinggal suami," ujar Axeila tanpa ekspresi, langkahnya mendekat dan kemudian duduk di depan Bu Izza yang masih tampak berang.

"Waalaikumussalam! Kenapa kamu bisa telat?"

"Apa sih yang nggak bisa di dunia ini, bu?"

Axeila cengengesan kala Bu Izza menatapnya tajam, cewek itu berdehem sebentar.

"Saya lagi males rangkai alasan, bu. Ntar ujung-ujungnya diceramahin lagi. Jadi, mending ibu langsung kasih saya hukuman biar saya cepet-cepet masuk kelas, saya bosen liat muka ibu terus," ujar Axeila dengan wajah tengilnya.

"Ya Allah. Saya sabar banget hadapin kamu, Axeila. Kasian saya sama suami kamu kelak."

Axeila terbahak melihat bu Izza yang memijit pangkal hidungnya, sepertinya ia berhasil membuat bu Izza depresi karena tingkahnya.

"Nanti saya cari suami yang bisa saya ajak tawuran, hahaha."

"UDAH SANA KAMU MUTERIN LAPANGAN SEPULUH KALI!"

Axeila tertawa keras kemudian mengangguk, dengan tenang ia berjalan keluar dari ruang BK menuju lapangan utama.

"Sebenernya gue bisa aja kabur. Tapi, karena hari ini gue lagi jadi anak baik ... Sepuluh putaran, im coming!"

DENILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang