"Mianhae"

101 14 1
                                    

"Eomma yakin baik-baik saja??" Tanya eunha, cemas melalui telephon. Ia bersama jimin sedang duduk di sofa ruang tengah, mereka habis menyaksikan berita buruk di televisi.

"Eomma baik-baik saja, nak.. tidak usah khawatir, aku bisa bertahan di sini."

Jimin merebut ponsel dari eunha, "Eomma, kumohon, lebih baik eomma pulang. Pikirkan nasibmu, kami gak mau eomma kenapa-napa." Tegas jimin khawatir.

"Aigoo, jimin-ah.. ini belum waktunya eomma pulang, lagipula gempa di sini hanya sementara, jangan khawatir berlebihan. Kalian justru bikin eomma sedih dan takut."

Eunha berlinang air mata sambil menggigit jari jempol, ia jelas gelisah terhadap kondisi kota jeju saat ini.

Jimin membuang napas berupaya tenang, "Tapi bukan berarti jeju kembali aman, kau bisa pulang sementara sampai kondisi jeju benar-benar membaik."

"Sayangku... tadi itu cuma getaran biasa akibat cuaca, jangan percaya berita tv, mereka hanya melebih-lebihkan berita supaya pendatang pergi. Ayolah, jangan seperti ini.. kalian membuatku tidak tenang."

Eunha merebut ponsel dari jimin, air matanya sudah bebas menjulur, "Syukurlah, kalo menurutmu jeju sudah aman.. tapi kami mohon, selalu aktifkam ponselmu supaya kami tidak gelisah berlebih, arasseo?"

Eomma terkekeh, "Sejak kapan aku mematikam ponselku, huh? Tidak akan, selama eomma masih berpisah dengan kalian. Sudahlah, berhenti menangis, kalian fokus ke sekolah, jaga pergaulan dan pola makan.. nanti eomma transfer beberapa uang ke rekening oppamu."

Eunha menyerahkan ponsel ke jimin. "Halo, eomma.. kau pun sama, jaga pola makanmu, jangan sampai telat. Kami di sini selalu menunggumu dan berdoa yang terbaik untukmu."

"Pasti kulakukan, jimin-ah... oh, jangan lupa minum obat, arasseo? kudengar kau mulai masuk ke semester akhir, benar? Kalau begitu rajin-rajinlah belajar dan jaga kesehatanmu.. eomma akan memberikanmu hadiah istimewah kalau kau mendapatkan hasil sempurna!"

Jimin terkekeh, "Nee, arasseo.. eomma juga jangan lupa istirahat."

"Geure, eomma tidak bisa lama, masih banyak hal yang perlu eomma kerjakan. Kalian jaga kesehatan, aku selalu merindukan kalian.. selamat tinggal."

"Annyeong!" Kompak kedua saudara. Telephon mati.

Jimin mengusap punggung belakang eunha serya menenangkan, "dah, semua baik-baik aja.. doakan eomma yang terbaik."

Eunha mengangguk. Ia menyentuh jidat jimin memastikan suhu badannya, "Oppa udah sehatan? Udah dua hari oppa gak masuk sekolah, sebenarnya oppa masih meriang atau emang... malu ketemu temanku?"

"Kayanya sih dua-duanya, bilangin temanmu ya, oppa belum bisa ucapin maaf, kondisi oppa masih kurang baik.."

"Oppa bisa kirim surat atau kirim pesan aja, aku kasih nomor yuju nih." Usul eunha.

"Ah, gamau.. oppa gak bisa kaya gitu, eunha-ya.. kejadian yuju kemarin cukup parah dan hampir celaka, jadi kesannya gak sopan kalau minta maaf lewat tulisan. Jadi oppa minta tolong sama kamu bilangin ke yuju kalau oppa belum bisa ucapin maaf secara langsung.. aku di sini juga kepikiran sama kondisi dia walaupun kamu bilang baik-baik aja." Papar jimin merasa tak enak.

Eunha mengangguk paham, ia membelai lembut rambut jimin seolah menenangkan, "Tenang, nanti eunha bilangin kok.. eunha doain oppa cepat sembuh, supaya bisa minta maaf langsung sama yuju dan bisa belajar seperti semula. Semangat!"

Jimin tersenyum gemas, ia mencium singkat kening eunha. "Aku juga bakal jelasin ke kepala perpus kalo kerusuhan itu ulah aku, bukan yuju. Nah, dari situ lah aku ngrasa kurang pantas kalo minta maaf lewat tulisan, kira-kira gimana ya cara minta maaf yang tulus? Oppa ngrasa berdosa banget sama temanmu."

Painting Of 6 WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang