[] 1/2

8.7K 1.1K 40
                                    

Hai kalian! Maafin udah sebulan lebih nggak update. Makasih banyak udah mau nungguin huhuuuu, enjoy double updatenya ya!

Kalau bukan karena Tsunade, Jiraiya sekarang sudah bersembunyi dibalik semak dekat pemandian air panas, melakukan 'penelitian'. Si Petapa Katak itu sudah berumur dan masih juga bertingkah kekanakan hanya karena tidak mau hadir di pertemuan antara Klan Nara dan Klan Uchiha. 

"Ah, Tsunade-hime. Terima kasih karena telah datang, juga berhasil membawa Jiraiya-sama," Fugaku menyambut keduanya, melirik kearah Jiraiya dengan tatapan tak terbaca. Bukan, maksudnya bukan Fugaku tiba-tiba jatuh cinta pada Jiraiya, bukan. Hanya saja nama mesum pada Jiraiya sudah tidak bisa dibersihkan lagi membuat semua orang juga lelah dengan tingkahnya yang tidak bermoral. Untung saja Sannin kodok itu menulis karya yang bagus dan menghibur, batin Fugaku.

Ketiganya masuk ke dalam ruangan pertemuan Klan Uchiha. Disana, sudah banyak para anggota dan tetua dari dua klan hadir. Menyadari semua orang sudah menunggu, Tsunade menyeret Jiraiya untuk segera duduk dan meminta Fugaku untuk memulai pertemuan. 

"Baiklah, mari kita mulai pertemuan diantara Klan Uchiha dan Klan Nara bersama dua Sannin kebanggaan desa kita yang telah hadir, Tsunade Senju-Hime dan Jiraiya-sama."

[][][]

Naruto menyeret tubuh mungilnya dan berdiri didekat jendela. Kepalanya menoleh kearah langit dengan ekspresi tak menentu. Sejenak wajah Sang Uzumaki terlihat tenang dan santai, bagaikan sedang dalam keadaan yang damai. Detik berikutnya wajah itu terlihat seperti sedang menatap jauh ke ketiadaan, melihat sesuatu yang tidak akan pernah diketahui. Lalu wajah itu akan tampak kosong di beberapa keheningan, seolah telah kehilangan harapan akan hal-hal. 

Hal ini membuat Inu gelisah tanpa sebab. Kenapa? Ada apa? Apakah sesuatu terjadi hingga membuat Sang Uzumaki terlihat begitu ... dewasa? Seolah anak berumur 3 tahun itu tengah memikirkan memori akan hal-hal sulit yang telah ia lalui, seolah anak berumur 3 tahun itu tengah mengenang suatu memori indah yang tak terlupakan namun secara bersamaan jugalah menyakitkan. Kenapa?

Tapi kemudian sebuah suara gemuruh kecil memuat Inu dan Naruto tersadar dari pikiran masing-masing. Suara tadi ... Inu menatap Naruto yang kini terkekeh, menertawakan suara perutnya yang memberitahukan bahwa Sang Uzumaki kelaparan. 

"Uzumaki-san ?" seorang perawat masuk kedalam ruang inap membawa sebuah nampan yang berisi dua buah mangkuk dan segelas air minum. Itu adalah makan siang Naruto; sup hangat dan nasi, juga beberapa buah yang diselipkan diatas nampan.

Meletakkan nampan diatas nakas, perawat membungkuk hormat pada Sang Uzumaki lalu menyiapkan alat makan agar anak 3 tahun itu tidak kesulitan. 

Naruto kembali menggerakkan tubuhnya, naik ke bangsal dan menunggu sang perawat untuk selesai mengatur alat makannya. Dengan senyum cerah, Naruto membungkuk sopan. "Terima kasih banyak atas makanannya!" 

Perawat tersebut tersenyum balik dan membungkuk pamit, meninggalkan Naruto sendiri dengan makan siangnya. 

 Inu pikir dengan bunyi perut yang begitu nyaring, Naruto akan langsung menyantap makan siangnya. Namun apa yang terjadi selanjutnya membuat Inu tak dapat berkata-kata. Anak 3 tahun itu menatap tepat kearahnya, tersenyum lalu melambaikan tangannya, menyuruh Inu untuk mendatanginya. Hal ini diperkuat dengan apa yag diucapkan Sang Uzumaki berikutnya, "Inu-san, kemarilah." 

Inu terdiam, ia tidak boleh mengungkap dirinya tapi yang dilindungi malah sudah tahu tentang dirinya. Lupakan jabatannya sebagai Komandan ANBU, anak berumur 3 tahun mengetahui dengan mudah dimana ia bersembunyi. 

"Inu-san, kemarilah." panggil Naruto lagi. Anak itu masih setia menunggu Sang Komandan ANBU untuk menampakkan dirinya. 

Hingga akhirnya menyadari kekeraskepalaan Sang Uzumaki untuk menunggu tanpa menyentuh makan siangnya, Inu menampilkan dirinya dihadapan Naruto. 

Menatap rambut perak familiar dihadapannya dengan topeng anjing yang menutupi wajah, Naruto tersenyum senang. 

"Inu-san, apakah sudah makan siang ?" tanya Naruto sopan. Keduanya diam, satu menunggu jawaban dan satunya tak yakin haruskah ia menjawab. Hingga akhirnya Inu menganggukkan kepalanya pada Naruto. 

Puas dengan anggukan tersebut, senyum Naruto semakin lebar. Naruto tahu tugas ANBU yang mengawasi dirinya 24/7 dan kadang membuatnya khawatir karena tugas seperti ini tidak memberikan waktu bebas bagi ANBU untuk sekedar buang air kecil. Jadi ketika Inu menjawab bahwa ia sudah makan siang, Naruto menjadi lega. 

"A-ano, Inu-san ... " 

Inu menatap bingung Sang Uzumaki yang kini bermain dengan ujung bajunya. Anak itu menunjukkan gejala kecemasan dan hal ini membuat Inu agaknya khawatir.

"Uzumaki-sama." sahut Inu pada panggilan Naruto. 

" ... boleh temani Naru makan tidak? Naru tidak mau makan sendiri ... " 

Semenjak kembali ke desa setelah 3 tahun berlatih bersama Jiraiya, Naruto mulai terbiasa dengan keadaan makan dengan ditemani seseorang. Biasanya Ero Sennin akan menemaninya, atau Iruka, bahkan terkadang Guy. Tapi semenjak kematian Sang Petapa Katak, Naruto harus ditemani setiap makan. Karena kalau tidak, Sang Uzumaki tidak akan mau menelan apapun meski itu adalah ramen Ichiraku kesukaannya. Yang paling sering menemaninya tidak lain tidak bukan adalah Shikamaru. Lalu ketika Perang Shinobi Keempat terjadi, ketika keadaan berbaik hati, Sasuke yang akan menemani Naruto mencuri segenggam nasi untuk diisikan ke perut karena Shikamaru harus bekerja keras dengan tim strategi perang.

Melihat wajah sendu dengan tatapan penuh harapan Sang Uzumaki, Inu tidak bisa berkata tidak. Maka ia mengangguk dan mengambil bangku untuk duduk disamping bangsal. Dalam sekejap, wajah mungil itu berbinar bahagia. Dengan senyum lebar manisnya Naruto hampir tidak bisa menahan keinginan untuk memeluk Sang Komandan ANBU dihadapannya.

"Terima kasih banyak, Inu-ni!" 

Inu tertegun. Ah, sepertinya ia berperan sebagai seorang kakak sekarang.

[][][]

Malam itu, Kakashi berdiri disamping bangsal dimana Naruto tengah terlelap dengan nyaman. Ia melepas topeng ANBU-nya, menatap wajah Sang Uzumaki dihadapannya dengan seksama. 

Jika saja ia tidak menjadi pengecut, mungkin Naruto akan mengenalnya sebagai Aniki. Bukan Inu ataupaun Hatake Kakashi. Sebagai sesuatu yang tidak pernah ia miliki. Sebagai keluarga.

Tapi Kakashi tidak pernah lepas dari rasa bersalah didalam hatinya. Ia tidak pernah lepas dari rasa tidak pantas dalam dirinya. Tidak pernah lepas dari rasa penyesalan yang selalu menghantui tiap napasnya.

Maka ia memilih menjadi pengecut. Menyaksikan pertumbuhan Naruto dari jauh, melindungi Naruto dalam kegelapan, memohon ampunan akan semua rasa sakitnya dalam diam. 

Maka ia memilih menjadi pengecut. 

Kakashi menunduk, mencium kening Naruto dengan perlahan, dengan penuh sayang dan penyesalan. 

"Maafkan aku ... "


Make It BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang