Brak!
Orang itu menendang pintu ruangan kerja Mahendra dengan kencang, sehingga Mahendra yang sedang fokus dengan kerjaan di laptop nya tersentak kaget.
"Apa-apaan kamu?" Tanyanya menggeram marah.
Orang itu terkekeh sebentar melihat raut wajah Mahendra yang terlihat marah.
"Puas anda nyakitin hati putri anda sendiri?" Tanya orang itu sambil tertawa sinis.
Mahendra bangkit dari kursi nya dan berjalan ke arah orang itu.
"Oh, kamu dateng kesini kaya orang gak punya sopan santun cuma gara-gara anak sialan itu, iya?! Emang pantes dia dapetin itu semua kalau kamu mau tau," ujar Mahendra tanpa sedikitpun merasa bersalah.
Orang itu berdecih mendengar jawaban brengsek dari Mahendra.
"Apa anda masih bisa disebut sebagai Papa? Bahkan putri anda sendiri, darah daging anda sendiri, bisa-bisa nya anda bilang dia anak sialan. Puas anda bentak-bentak Senja ditaman? Padahal niat nya dia baik. Bahkan bapak kucing masih bisa mengahargai dan menyayangi anak nya sendiri daripada anda yang selalu menganggap anak kandung anda layaknya sampah!" Ujar orang itu sambil menatap nyalang ke arah Mahendra.
"Jaga ucapan kamu sama orangtua!" ucap Mahendra sembari menatap tajam.
Orang itu menertawai ucapan Mahendra. Bagaimana ia bisa menjaga ucapan? jika lawan bicara nya seperti Mahendra.
"Bahkan panggilan Papa gak pantes untuk anda dapetin. Dia cuma mau sedikit perhatian anda aja udah cukup. Entah Senja yang terlalu baik sama anda sampai-sampai gak mau benci sama orang yang selalu nyakitin dia bertahun-tahun, atau anda yang kelewat brengsek!" Ucap orang itu dengan emosi yang menggebu gebu.
"Karena saya gak mengharapkan kehadiran dia, dan kamu tau itu," ucap Mahendra santai.
"Kalau anda gak mengharapkan Senja lahir ke dunia, berarti sama aja anda gak mengharapkan saya lahir juga ke dunia. Ingat satu hal, saya dan Senja sama. Oh dan satu lagi, bahkan sampah yang ada dijalanan lebih punya harga diri, dibanding anda yang terus menerus nyakitin hati anak anda sendiri dan lebih sayang sama anak yang bukan darah daging anda, Mahendra!" Ucapnya seraya berjalan keluar dari ruangan Mahendra.
Sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu, ia mengucapkan suatu kalimat dengan lantang, membuat Mahendra yang mendengarnya menjadi tertohok.
"Penyesalan selalu ada di akhir, kalau nanti anda nyesal dan balik lagi ke Senja. Hahaha, jangan harap. Brengsek tetaplah seorang brengsek."
Setelah mengucapkan kalimat itu, orang itu langsung pergi meninggalkan Mahendra yang hanya diam saja ditempat nya. Ia akui, perkataan nya tadi terdengar kurang ajar. Namun ia berusaha untuk tak peduli karena tindakan yang ia lakukan benar. Hati siapa yang tak sakit, melihat orang yang ia sayang selama ini terus menerus disakiti oleh Papa nya itu? Bukan hanya disakiti secara fisik, namun juga secara mental.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJALUKA
Novela JuvenilPerempuan yang mampu berjalan dikaki yang hampir lumpuh. Perempuan yang mampu berlari dijalan yang mulai terlihat buntu. Perempuan yang mampu bangkit setelah tubuh sempat rubuh. Senja namanya. Perempuan yang punya banyak warna sebelum badai itu data...