"Resh," panggil Senja pada Naresh yang sedang mengupas buah apel.
"Kenapa?" Tanya Naresh sambil menoleh.
"Mama sama Papa kenapa gak jenguk gue disini ya?" Tanya Senja sambil menatap langit-langit kamar.
Naresh yang tadinya sibuk mengupas buah apel untuk Senja, langsung ia taruh begitu saja. Justru ia malah mendekati Senja, lalu duduk dikursi samping tempat tidur.
"Mereka kaya benci banget sama gue. Gue anak yang jahat ya?" Tanya Senja sambil menatap Naresh yang ada disampingnya.
"Lo bukan anak yang jahat," ucap Naresh sambil menggelengkan kepalanya.
"Tapi kenapa Mama sama Papa benci gue?" Tanya Senja lagi.
"Gak ada orangtua yang benci anaknya, Nja. Kalaupun mereka benci, tapi dihatinya masih nyimpan kasih sayang walaupun sekecil kerikil," ucap Naresh menenangkan.
Senja menghela napas setelah mendengar ucapan Naresh. Iya kah? Mama dan Papanya tak membenci dirinya?
"Mungkin mereka sibuk, makanya belum ada waktu buat jenguk lo," ucap Naresh sambil menggenggam tangan Senja.
"Kan ada gue, gue juga gak kemana-mana," lanjut Naresh sambil tersenyum hingga matanya menyipit.
Senja menatap Naresh, lalu ikut tersenyum. Ia jadi membayangkan, jika tak ada Naresh, apa bisa ia bertahan untuk tetap hidup?
"Resh, kira-kira gue bisa sembuh gak ya?" Tanya Senja lagi.
"Kira-kira, kapan luka-luka gue hilang?" Ujar Senja sambil menatap dalam ke arah Naresh.
Naresh tersenyum tipis. Naresh tau Senja gadis yang kuat. Buktinya, Senja bisa bertahan hingga detik ini, yang membuat Naresh yakin bahwa Senja bisa sembuh dari segala lukanya suatu hari nanti.
"Lo bisa sembuh, Senja," ucap Naresh yakin.
"Kaya nya gue gak bisa sembuh," ucap Senja sambil menunduk.
Naresh menangkup wajah Senja, lalu menatap matanya. Ia menarik napas pelan sebelum berbicara.
"Lo bisa sembuh, percaya sama gue," ucap Naresh meyakinkan.
Naresh mendekap tubuh Senja, memeluknya erat sambil mengusap-usap punggungnya. Senja gadis yang kuat, namun ia juga gadis yang rapuh. Hanya Naresh, hanya Naresh yang tau bagaimana rapuhnya Senja selama ini. Perempuan yang mampu berdiri di kaki yang hampir lumpuh. Perempuan yang mampu berlari dijalan yang terlihat buntu. Bahkan, Senja mampu untuk bangkit kembali setelah tubuhnya sempat rubuh.
Naresh tau, Senja punya banyak warna sebelum badai itu datang, karena terang pernah Senja perlihatkan pada dunia sebelum kelabu menguasai dirinya.
"Mau tenang Resh. Capek," ucap Senja dipelukan Naresh.
Naresh tak menjawab apapun. Yang ia lakukan hanyalah menepuk punggung Senja, lalu mendekapnya erat. Setiap kata yang diucapkan Senja saat ini, mampu membuat hatinya sedih. Bagaimana ia tak sedih? Perempuan nya memilih untuk menyerah, padahal ia berharap bahwa Senja akan bertahan sekali lagi.
"Bertahan sekali lagi. Gue pernah janji sama lo, kalau kita bakal jalan sama-sama buat cari kebahagiaan itu. Lo gak boleh nyerah, bertahan setidaknya sekali lagi Nja. Bahagia lo ada di ujung jalan sana, kita jalan sama-sama, ya?" Ujar Naresh setelah terdiam lama.
Senja ingin menangis, namun air matanya tak kunjung keluar. Jika sudah seperti ini, dirinya benar-benar lelah.
"Setiap lo ngomong kaya gini, dada gue selalu sesak. Harapan gue sama lo cuma satu Nja, jangan nyerah. Lo boleh capek, tapi jangan nyerah, gue mohon," ucap Naresh ditelinga Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJALUKA
Roman pour AdolescentsPerempuan yang mampu berjalan dikaki yang hampir lumpuh. Perempuan yang mampu berlari dijalan yang mulai terlihat buntu. Perempuan yang mampu bangkit setelah tubuh sempat rubuh. Senja namanya. Perempuan yang punya banyak warna sebelum badai itu data...