Fajar mulai menyapa di ufuk timur.Sinarnya yang hangat masuk melalui jendela-jendela kaca besar berukir di setiap sudut ruangan di kastil.Alexandra telah memulai aktifitasnya sejak hari masih gelap di kediaman baru Gubernur provinsi yang -menurut cerita pelayan yang telah lama tinggal di kastil dan melayani Gubernur sebelumnya- dulunya adalah milik kekaisaran Hungaria.
Ia sudah menyiapkan sarapan pagi lalu bersiap membereskan ruangan di lantai atas.Saat melewati lorong batu, dilihatnya seorang wanita keluar dari kamar pribadi sang Gubernur.Wanita itu memakai mantel bulu dengan kepalanya yang tertutup tudung khas pakaian bangsawan Eropa, berjalan melewatinya tanpa memperdulikan seolah ia tidak ada disana.
"Apakah dia penari berbaju merah?" batinnya dalam hati.Tapi wanita itu terlihat sangat berbeda dari yang dilihatnya semalam.Kali ini ia terlihat seperti wanita bangsawan yang sesekali dilihatnya di Istanbul.
Alexandra menatap lurus pintu ganda tempat wanita itu keluar lalu membalikkan badannya dan berjalan kembali kearah darimana ia datang.Melewati tangga batu pualam, ia berjalan ke arah dapur namun baru beberapa langkah ia mengurungkan niatnya, berpikir sedetik lalu berbalik, melangkahkan kakinya kelorong yang menuju ke taman belakang.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di kastil, Alexandra tanpa sengaja menemukan taman kecil di bagian belakang bangunan luas ini dan langsung mengagumi keindahannya.Dengan air mancur dan kolam kecil yang mengelilinginya, serta dipenuhi tanaman dengan bunga berwarna warni yang Alexandra tak tahu namanya.Terlebih letak taman ini sedikit tersembunyi, sangat cocok sebagai tempat baginya untuk menyendiri, seperti sekarang.
Alexandra duduk di pinggiran air mancur, menatap airnya yang dihiasi bunga teratai dengan pandangan kosong.Ia merasakan sesuatu menggelegak dihatinya.Ia marah dengan sosok yang ia pikir berbeda dari apa yang pernah ia pikirkan.Dan ia kecewa dengan pemandangan yang baru sesaat lalu ia saksikan.
"Aku membencinya!"
***
"Alexandra!Darimana saja kau?!Daye kalfa mencarimu dari berjam jam tadi.Kau tiba-tiba saja menghilang." Gülnihar mengejarnya ketika dilihatnya Alexandra berjalan dari arah taman.Wajah pelayan muda itu terlihat memerah dan napasnya terengah-engah.
"Aku dari taman belakang." jawab Alexandra datar.
"Kenapa kau tiba-tiba menghilang?Bukannya tadi kau bilang akan membereskan ruang kerja Bali Bey?"
Alexandra tidak menjawab pertanyaan Gülnihar dan terus berjalan meninggalkannya.
Sesampainya didapur, dilihatnya Daye kalfa duduk di meja makan kayu yang juga dipakai sebagai tempat menyiapkan masakan bagi seluruh penghuni kastil.Didepannya tersaji dua mangkuk sup yang masih mengepulkan asap panas.
"Duduk dan makanlah, Mihrünnisa." perintah Daye kalfa pelan tanpa memandangnya.
Alexandra lalu duduk didepan wanita paruh baya itu dan menyendok pelan sup didepannya.Selama beberapa saat hanya terdengar suara sendok kayu yang beradu dengan mangkuk porselen dan kunyahan pelan dua orang wanita yang sedang menikmati sarapan di pagi hari itu.
Tersisa sedikit makanan di mangkuk ketika Alexandra menghentikan makannya.
"Namaku bukan Mihrünnisa.Berhentilah memanggilku dengan nama itu." Alexandra berkata datar sambil menaruh sendok kayu, kepalanya tertunduk memandang mangkuk hampir kosong didepannya.
"Apa kau mulai menjadi pemberontak lagi?"
"Aku tidak memberontak.Disini memang bukan tempatku."
"Lalu dimana kau seharusnya berada?Apa selama bersama kami kau tidak merasa bagian dari kami?Apa kau terluka..?Apa kau tersakiti..?" kali ini Daye kalfa menatap penuh perhatian gadis muda didepannya.Ia begitu muda dan cantik dan Daye kalfa merasa kasihan pada wajah sedih itu.
Alexandra terdiam mendengar kata-kata Daye kalfa.Ia kembali mengingat masa-masa dimana ia masih tinggal di pulaunya yang indah dan masa ketika ia tinggal di rumah Bali Bey, bukan sebagai tawanan tapi sebagai bagian dari penghuni rumah besar itu.Ada kebahagiaan yang berbeda yang ia rasakan.Saat bersama keluarganya adalah saat paling bahagia dalam hidupnya, namun bersama dengan Daye kalfa dan Gülnihar adalah saat dimana ia menemukan kembali keluarga yang pernah hilang dari hidupnya.Dan pria itu memberi rasa aman pada dirinya yang selalu merasakan kecemasan dan amarah, meski pria itu sebenarnya penyebab dari semua keadaan buruk yang harus ia alami.
"Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna karena diberi akal pikiran namun sangatlah lemah.Jika kau hanya melihat kekurangan pada diri setiap manusia maka yang kau temukan hanyalah kekecewaan, Mihrünnisa.." wanita paruh baya itu memegang lembut tangan pucat Alexandra dan menatap matanya yang biru, seolah tahu apa yang ada di pikirannya.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
The Commander's Love Story
Historical FictionSeorang prajurit yang tangannya dipenuhi darah dan hidupnya dipenuhi oleh kebencian musuh-musuhnya. Prajurit tangguh yang tak mengenal belas kasih ketika di medan pertempuran. Namun tatapan mata sebiru lautan penuh dendam itu telah mengusik hidupnya...