Malkoçoğlu Bali Bey adalah seorang pria yang tidak akan berdiam diri jika ada yang berani mengusik ketenangan atau menyakiti orang-orang yang berada di dalam perlindungannya. Namun kali ini ia harus menahan amarah dan melanggar prinsipnya. Saat ini ia berada dalam situasi sulit. Di satu sisi, ia tidak mungkin membunuh seseorang yang tidak bersenjata terlebih lagi dia adalah seorang wanita, tapi di sisi lain wanita itu telah berani datang ke dalam istananya dan melukai orang yang selama ini telah ia lindungi dengan segenap kekuasaan yang ia miliki.
Alexandra, gadis yang telah membuatnya tidak bisa berpikir jernih sejak pagi ini hanya diam mematung di tempatnya berdiri. Wajahnya tanpa ekspresi. Entah apa yang ada di pikirannya hari itu hingga ia harus berurusan dengan wanita bangsawan angkuh yang Malkoçoğlu sendiri berusaha menghindarinya.
"Jika tidak ada lagi yang diperlukan, saya pamit pergi dan melanjutkan tugas-tugas saya." Alexandra berkata datar setelah kebisuan yang sesaat lalu melingkupi mereka. Ia sudah akan berbalik pergi, tapi urusan Malkoçoğlu dengannya baru dimulai.
"Aku belum mengijinkanmu pergi. Mendekatlah." perintahnya.
Alexandra menatap Malkoçoğlu dengan pandangan bertanya, ada sedikit rasa takut terukir di wajahnya ketika balik membalas pandangan pria itu padanya.
Dengan ragu, Alexandra melangkah mendekat, hanya berjarak dua langkah dari tempat Malkoçoğlu duduk. Dari jarak sedekat ini, pria itu bisa melihat dengan jelas bekas merah pada pipi pucat Alexandra.
"Duduklah." perintah Malkoçoğlu lagi dengan pelan sambil menunjuk kursi di sampingnya, tempat wanita bangsawan tadi duduk.
"Tidak, Beyim. Katakan saja apa perintah..."
"Kubilang, duduklah." berusaha berkata dengan sabar, Malkoçoğlu mengulang perintahnya. Ia terkadang heran, kenapa gadis ini selalu membantahnya dan tidak pernah langsung menuruti perintahnya.
Tidak bisa lagi menghindar, Alexandra pun menurut. Ia duduk di kursi di samping Malkoçoğlu. Ia merasakan sensasi tak nyaman duduk di dekat pria itu karena kali ini ia tahu telah melakukan kesalahan. Ia takut tindakan impulsifnya berdampak buruk pada kepemimpinan Malkoçoğlu Bali bey di negara asing ini.
"Penjaga! Panggilkan dokter kemari!" Malkoçoğlu berteriak pada penjaga di luar ruangan sesaat setelah Alexandra duduk.
"Aku tidak perlu dokter, Beyim. Aku baik-baik saja..,"
"Aku yang memutuskan, Alexandra. Berhentilah membantahku."
Alexandra langsung terdiam. Malkoçoğlu jarang sekali memanggil namanya. Namun ketika ia melakukannya, ada rasa tak nyaman yang menggeliat di perutnya. Jantungnya pun terasa berdetak dua kali lebih cepat dari normal.
Selama beberapa saat yang canggung mereka berdua terdiam, hingga tak berapa lama seorang dokter wanita masuk ke ruangan. Dokter itu memeriksa luka Alexandra sebentar dan memberikan salep yang ajaibnya sudah tersedia di dalam tas kulitnya. Setelah dokter itu melaksanakan tugasnya, ia pun meninggalkan ruangan. Kebisuan kembali melingkupi Malkoçoğlu dan Alexandra.
"Aku menduga kau sudah tahu siapa wanita itu." Malkoçoğlu membuka percakapan. Ia berusaha memberi pemahaman pada Alexandra tentang situasi yang telah dan mungkin akan ia hadapi di masa mendatang.
"Aku hanya mendapat sedikit informasi. Maafkan aku,Beyim." jawab Alexandra dengan nada menyesal.
"Tidak perlu meminta maaf padaku. Aku yang harus meminta maaf padamu. Aku tidak bisa menjagamu dan aku telah mengambil keuntungan dari situasi yang kau alami ini."
"Apa maksud anda..?"
Malkoçoğlu terdiam sejenak. Di dalam kepalanya, ia merunut kembali kejadian demi kejadian yang terjadi beberapa waktu lalu. Semuanya hanya dugaan dan kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam pikirannya. Namun siapa tahu, apa yang ia pikirkan biasanya itulah yang akan terjadi.
"Wanita itu, kau harus mengenalnya dulu, bernama Katarina Csák, yang sudah kau tahu latar belakangnya. Beberapa tahun lalu, wanita itu kehilangan kekuasaannya ketika keluarganya jatuh bersamaan dengan terbunuhnya Raja yang masih kerabatnya. Namun ia berusaha memperoleh kekuasaannya lagi, mencoba bernegosiasi denganku di malam kedatanganku di kota ini..," Malkoçoğlu berhenti, menatap Alexandra penuh arti seolah tahu kemana pikiran Alexandra berada, "..aku menolak, tentu. Ia lalu mengalihkan rencananya pada Antonio Grimani, utusan Venesia yang kemungkinan besar akan menjadi pemimpin Republik Venesia selanjutnya. Dia adalah pria muda yang kau temui di pasar bersamanya."
Alexandra mendengarkan penjelasan Malkoçoğlu dengan raut wajah kebingungan. Ia masih belum memahami setiap ucapan Malkoçoğlu. Kenapa pria itu berkata bahwa ia telah memanfaatkan situasi yang Alexandra hadapi dan kenapa wajah tegas itu memandangnya dengan tatapan cemas. Malkoçoğlu Bali bey masih belum menjelaskan alasannya.
"Apa yang kau lakukan hari itu menghancurkan rencananya. Antonio Grimani menganggap Katarina adalah wanita yang hidup hanya dengan gelar bangsawan tanpa kekuasaan, bahkan seorang pelayan sepertimu berani mempermalukannya di depan umum."
"Aku tidak tahu kalau dia bangsawan.."
"Ya, kau memang tidak tahu. Tapi Antonio Grimani juga tidak tahu itu."
Malkoçoğlu kini menatap Alexandra dalam. Ia benar-benar menyadari betapa begitu muda dan polosnya gadis di depannya ini, yang juga balas menatapnya.
"Sekarang dengarkan aku, Alexandra!" Malkoçoğlu kembali berkata dengan tegas di setiap suku kata yang ia ucapkan, "jangan pernah meninggalkan kastil tanpa ijin dariku. Kau mengerti?!"
Malkoçoğlu benar-benar berharap kali ini Alexandra mendengarkan ucapannya dan tidak melanggarnya.
***
"Ia tidak mengerti apa yang ia hadapi."
"Apakah masalahnya segenting itu, Beyim? Tapi anda bilang wanita itu tidak punya kekuasaan."
"Tapi dia punya akal dan koneksi. Akan jadi masalah besar jika ia sampai mendatangi Kaisar Romawi Suci."
Tidak. Malkoçoğlu berdoa dan berharap kemungkinan yang hanya ada di kepalanya itu tidak akan terjadi. Karena jika ya, tidak hanya perang perebutan wilayah, tapi juga perang antar ideologi dan agama yang akan meletus.
"Allah..!" Daye kalfa menutup mulutnya, kengerian menjalar di wajahnya. Bayangan tentang perang besar di masa lalu terlintas di matanya.
"Allah melindungi kita, Daye. Semoga itu tidak akan pernah terjadi."
"Amin..InşAllah, Beyim. InşAllah."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
The Commander's Love Story
Historical FictionSeorang prajurit yang tangannya dipenuhi darah dan hidupnya dipenuhi oleh kebencian musuh-musuhnya. Prajurit tangguh yang tak mengenal belas kasih ketika di medan pertempuran. Namun tatapan mata sebiru lautan penuh dendam itu telah mengusik hidupnya...