"Jadi,ceritakan padaku,bagaimana bisa kau berakhir dengan membawa pulang anak rusa itu bersama Bali Bey?"
Makan malam sudah selesai mereka sajikan.Rombongan kecil itu benar-benar menikmati daging rusa panggang yang sangat manis dan lezat.Meski awalnya Alexandra tidak sanggup melihat binatang malang itu, tapi harumnya aroma daging panggang membuat ia sedikit melupakan rasa kasihannya,belum lagi suara perutnya yang sudah meminta jatah mengalahkan ibanya.
"Terima kasih karena telah berkorban demi kami.Aku tidak akan melupakan jasamu." ucapnya pada daging panggang kecokelatan itu sebelum memakannya yang diiringi tawa kecil anggota rombongan yang lain.
Tapi tampaknya Gülnihar tidak melupakan begitu saja bagaimana ia datang ketika hampir menjelang senja, berdua dengan Malkoçoğlu sementara pria itu membopong anak rusa yang sudah ia sembelih sebelumnya di tepi sungai.
Saat ini mereka berdua sedang berbaring di dalam tenda didekat pintu masuk dengan beralaskan karpet bulu lembut,sedangkan Daye kalfa telah tertidur pulas disudut.
"Sudah kubilang, dia menemukanku ditepi sungai lalu kami berburu untuk makan malam." bisik Alexandra tak sabar.Ia tidak ingin membangunkan Daye kalfa karena kepala pelayan itu juga pasti ingin tahu kejadian sebenarnya, dilihat dari tatapannya ketika ia melihat dirinya dan Bali Bey tadi meskipun sejak tadi hingga sebelum tertidur pulas ia tidak bertanya apapun kepada Alexandra.
"Begitu saja? Aku tidak percaya."
"Kenapa kau tidak percaya?"
"Karena aku mengenal Bali Bey selama lebih dari sepuluh tahun hidupku.Dia bukan pemaaf meskipun dia orang baik.Dan kau telah membuatnya marah ketika ia tahu kau menghilang.Biasanya ia akan menghukum bawahannya yang tidak mematuhi kata-kata atau perintahnya."
"Benarkah..?" sejenak Alexandra berpikir mendengar ucapan Gülnihar lalu melanjutkan dengan nada meyakinkan yang ia ucapkan dengan sedikit tegas, "Dan seperti katamu, dia orang baik.Jadi mungkin saja ia sedang berbaik hati padaku."
Ia lalu berbaring memunggungi Gülnihar dan memperlihatkan pada gadis itu seolah ia sudah mulai terlelap, meski ia tidak bisa memejamkan matanya.
Kejadian siang tadi adalah kejadian kecil biasa yang bagi laki-laki itu tidaklah berarti penting.Tapi didalam hati Alexandra ia merasakan kedekatan asing yang ia rasakan bersama pria itu.
Ia menyadari tidak lagi bersikap penuh permusuhan padanya.Ia juga tak lagi canggung atau takut berada didekatnya.Dalam beberapa bulan hidup dirumah pria itu ia sadar mengalami perubahan sikap pada pria yang dulu didalam otaknya tertanam sebagai pembantai seluruh anggota keluarganya.
Dulu..
Lalu bagaimana dengan sekarang? Seperti apa kau melihat pria itu?
Alexandra bertanya pada dirinya sendiri.Namun ia juga tidak dapat mendapatkan jawabannya.
***
Perjalanan panjang dan melelahkan itu akhirnya berakhir di hari kedua belas.Rombongan itu mulai memasuki gerbang kota Budin, ibu kota provinsi atau eyalet Budin yang dulunya merupakan bagian dari kerajaan Hongaria.
Kota itu terlihat ramai dan maju, meski tidak seramai dan sebesar Istanbul.Bangunan rumah segi empat bertingkat dan beratap merah tampak berdiri di sepanjang jalan batu.Lonceng gereja terdengar dikejauhan, seolah menyambut kedatangan sang Gubernur baru, pemimpin kota mereka yang berasal dari negeri penakluk.
Para penduduk kota yang berlalu lalang dan sibuk dengan aktifitas mereka sejenak menghentikan kegiatannya untuk melihat rombongan berkuda pasukan Janissary dengan seragam merah pasukan elit kesultanan terkuat di wilayah Mediterania.
Setelah menembus kerumunan penduduk kota, mereka tiba di depan gerbang sebuah bangunan kastil batu besar bertingkat.Seorang pria paruh baya bersurban tampak berlari kecil keluar dari dalam kastil melewati halaman yang luas yang diikuti setengah lusin pelayan yang juga ikut berlari kecil di belakangnya.
"Selamat datang, Beylerbeyim." sambutnya dengan hormat sambil sedikit membungkukkan badannya kedepan.
Malkoçoğlu segera turun dari kuda hitam besarnya dan menerima sambutan pria paruh baya itu.
"Urus semua keperluan pasukanku, Nasuh Effendi." perintahnya singkat.Ia lalu melewati taman dan memasuki bangunan besar kastil yang diikuti oleh para pelayan wanita.
***
Jamuan makan malam yang diadakan untuk menyambut Gubernur baru Budin dihadiri oleh para pejabat provinsi dan perwakilan penduduk serta pemuka agama.Malkoçoğlu sebagai sang Gubernur duduk beralaskan bantal bulu angsa berbalut sutra, di kepala meja kayu panjang, tampak gagah dan berkuasa dengan kaftan sutra kebesarannya.Para pejabat yang duduk menyambut disamping kanan kirinya sesekali menatapnya dengan pandangan kagum sekaligus takut.
Makan malam itu juga diselingi dengan hiburan para penari wanita yang menari dengan gemulai.Tubuh penari yang berjumlah empat orang itu terlihat meliuk liuk mengikuti irama musik.Salah satu diantara mereka terlihat sangat mencolok, dengan gaun merah menyala yang menutupi sebagian tubuh bagian atas dan celana sutra berwarna senada.Wajahnya tertutup cadar transparan yang tidak menyembunyikan kecantikannya.Rambut kecokelatannya dibiarkan tergerai hingga ke pinggang, mengikuti irama gerak tubuhnya.
Dari kejauhan Alexandra bisa melihat pandangan mata Malkoçoğlu yang tidak lepas dari penari berbaju merah itu.Ia yang telah selesai membantu Daye kalfa menyiapkan hidangan makan malam tidak beranjak dari tempatnya berdiri dibalik tirai di aula besar itu.Tatapannya terkunci pada setiap gerak pria itu.
Ada rasa tidak suka yang terlihat jelas di raut wajah Alexandra ketika melihat pandangan Malkoçoğlu yang tidak lepas dari gerak gemulai tubuh penari itu.
Ia tetap berdiri disana hingga acara makan malam itu selesai dan para tamu undangan serta tiga orang penari mulai meninggalkan ruangan.
"Tiga? Kemana wanita berbaju merah tadi?Dan dimana dia?!"
###
KAMU SEDANG MEMBACA
The Commander's Love Story
Historical FictionSeorang prajurit yang tangannya dipenuhi darah dan hidupnya dipenuhi oleh kebencian musuh-musuhnya. Prajurit tangguh yang tak mengenal belas kasih ketika di medan pertempuran. Namun tatapan mata sebiru lautan penuh dendam itu telah mengusik hidupnya...