Pertemuan

287 34 0
                                    

Alexandra sedang mengantarkan hasil gerabah milik tuannya kepada pedagang langganan ketika ia melihat sosok itu.Sosok yang telah menghantui hari-harinya.Menguarkan kebencian didadanya tapi juga menguatkan dirinya untuk bertahan didunia yang keras ini.

Sosok itu terlihat jauh berbeda dari terakhir ia melihatnya tujuh tahun lalu.Pakaian pria itu lebih rapi dan mewah.Kaftan sutra biru gelap dengan hiasan bulu dan sulaman mewah membuatnya terlihat mencolok diantara orang-orang yang berdesakan dipasar ini. Turban warna senada membungkus kepalanya, menandakan status sosialnya yang tinggi.

Melihat penampilan laki-laki itu semakin membuat kebencian didalam diri Alexandra membara. Pria itu telah hidup mewah dan bahagia melalui genangan darah dan airmata keluarga dan seluruh penduduk dikotanya, sementara ia harus hidup menderita, berpura-pura hidup sebagai anak laki-laki, memakai pakaian lusuh dan kumal agar tidak ada yang tertarik untuk merampoknya.Berpindah dari satu kota kekota lain, dari satu pulau kepulau lain dengan tujuan untuk datang ke pusat Ottoman dan membunuh orang yang telah menyengsarakan hidupnya.

Bersyukur ia bisa tiba di kota ini sebulan lalu setelah perjuangan yang keras dan biaya yang ia dapatkan dari hasil bekerja di seorang tukang pandai besi.Dan berkat tukang pandai besi itu juga ia mempelajari cara menggunakan pedang dan belati.Meski tidak terlalu mahir, tapi setidaknya bisa ia gunakan untuk menjaga dirinya.

Alexandra mengikuti pria itu yang sedang melihat-lihat dagangan para pedagang dan terus mengamati gerak geriknya.

Dia sendirian, mungkin ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuknya.Ia tidak tahu kapan lagi bisa bertemu dengan laki-laki itu secara kebetulan seperti ini.

Tanpa berpikir, ia terus mengikuti pria itu melewati lorong-lorong pasar dan menuju lorong yang sedikit sepi. Tapi sial untuknya, ia kehilangan jejak tepat disudut lorong sempit ini.

Tapi Alexandra salah. Dia bukan kehilangan jejaknya, ia telah dijebak kemari.Pria itu tiba-tiba muncul dari balik tumpukan pot besar tanah liat didepannya.

"Mencariku?" suara rendah pria itu menyambutnya.Alexandra terkejut dan mundur selangkah, menyadari bahaya yang mengancam.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya pria itu lagi.Tapi Alexandra tidak menjawab, bukan karena ia tidak tahu arti perkataan laki-laki itu, tapi karena ia tidak ingin suara kecilnya membuka penyamarannya.Lagipula kenapa harus menjawab pertanyaan pembunuh berdarah dingin seperti dia.Biarkan belatinya yang bicara.

Segera ia mencabut belati kecil dari balik bajunya.Dengan lincah ia menyerang pria itu.Namun pria itu memang bukan orang biasa.Dia berhasil berkelit dari setiap sabetan belati Alexandra.

Lalu keberuntungan itu datang.Dengan satu gerakan cepat, ia berhasil melukai lengan kiri pria itu yang langsung mengeluarkan darah segar.Alexandra sedikit puas melihat warna darah yang sama seperti milik Ayahnya mengalir dari tubuh pria jahat itu.

Tapi keberuntungan Alexandra tak bertahan lama.Pria itu menatap luka ditangannya dengan tak acuh, namun entah karena melihat warna merah darah yang keluar dari tangannya, ekspresi mukanya berubah, wajahnya terlihat berkerut marah.Dengan cepat pria itu menangkis tangan Alexandra yang telah siap untuk menyerang lagi dan membuat belatinya terpental jatuh ketanah.

Alexandra terkejut, senjatanya telah berhasil dilumpuhkan.Ia lalu berpikir cepat.Sekarang bukan saatnya untuk menyerang.Ia harus menyelamatkan diri terlebih dahulu karena tanpa belati ia tidak mungkin menang melawan tubuh besar laki-laki itu.Alexandra berbalik dan dengan sekuat tenaga berlari meninggalkan pria itu.

Namun Alexandra tahu pria itu tidak akan melepaskannya begitu saja.Dan benar saja, setelah beberapa meter mengejar, pria itu hampir berhasil melampauinya.

Alexandra melihat sekilas tangan pria itu terjulur pada kain penutup kepalanya.Dan dengan satu tarikan keras, sarik itu terlepas dari kepalanya, melepaskan rambut panjangnya dari kungkungan lilitan kain.Sedetik kemudian Alexandra merasakan tarikan kuat dan menyakitkan di rambutnya.Ia ditarik dan dibanting ketanah.Tubuhnya terpental kebelakang dengan keras, menghantam tanah berbatu.

Rasanya seperti dihantam dengan balok kayu besar, tulang punggungnya seperti retak tak bisa digerakkan.Alexandra hanya bisa meringis kesakitan.

Dari balik matanya yang kabur karena genangan airmata kesakitan, Alexandra bisa melihat pria itu berdiri menjulang diatasnya.Matanya yang gelap memancarkan aura dingin yang menakutkan, menatap Alexandra yang terbaring kesakitan.Ia balik menatap pria itu dengan penuh kebencian dan dendam.

Jika harus mati sekarang ia akan menerimanya.Tapi ia berharap pria itu tidak akan pernah melupakan kebencian yang ia sampaikan melalui tatapan matanya yang penuh dengan dendam.

###

The Commander's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang