Kedekatan Sehun dan Jeno tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. saking deketnya mereka, bahkan tidur saja Sehun selalu bersama Jeno dibandingkan bersama Jennie isterinya. Kalau sibuk kerja, yang Sehun telpon pasti Jeno dulu ketimbang Jennie.
Pasti tidak akan ada yang mengira, kalau hubungan antara Jeno dan Sehun hanya sebatas kakak dan adik ipar. Orang-orang pasti sudah membranding Jeno Sehun sebagai pasangan anak dan ayah yang kompak.
Perlahan-lahan, hobi Sehun yang dulunya baca buku bergeser menjadi main game berkat racun yang diberikan Jeno, padahal Sehun lagi sibuk buat tesis untuk gelar S2 nya dan sibuk juga dengan urusan pekerjaannya sebagai dokter intern.
Hari libur yang sering digunakan untuk quality time bersama keluarga harus pupus, karena Sehun libur bukan di akhir pekan, melainkan di hari kerja nya orang-orang. Jeno pagi-pagi harus ribet berangkat sekolah, dan Jennie juga mesti pergi ke kantor untuk menunaikan tugasnya sebagai seorang editor fashion.
Walau hectic, Jennie tetap menyiapkan sarapan untuk suaminya dan juga Jeno.
Sehun menggosok kedua matanya, kompak dengan Jeno duduk di kursi meja makan berdua. Jeno sudah rapi mengenakan seragam sementara Sehun masih koloran dan pakai kaos oblong.
"Dad, aaaaa?" Jeno menyuapkan serealnya kearah Sehun dan pria itu menerimanya dengan mata setengah mengantuk.
"hmm, enak!" seru Sehun dengan cerah. Jeno tertawa kecil sembari menutup bibirnya.
Jennie hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, semakin hari Jeno dan Sehun semakin mirip. Belakangan ini juga Jeno jadi agak ke-sunda-sundaan semenjak sering main ke bandung.
"ngeunah nya dad?"
"pisan! Jeno pinter pisan euy bikin serealnya!" kata Sehun sembari mengacungkan jempolnya kearah Jeno.
"kok makannya sereal aja sih, nih... aku buatin tumis pokcoy+udang, nasi nya juga anget"
"masih panas, sayangku.... suapin dong?"
Jeno mengabaikan kemesraan Jennie dan Sehun pagi itu, Jennie makan sepiring berdua dengan Sehun tanpa perlu malu lagi dengan Jeno. Karena mereka sudah menikah lumayan lama, dan terbiasa bertemu setiap pagi, makanya tidak canggung seperti awal-awal menikah.
"aku sama Jeno pergi dulu ya, kamu istirahat aja di rumah"
Sehun mengerucutkan bibirnya, bak anak kecil yang hendak ditinggalkan oleh Mama nya ke kondangan. Jennie terkekeh pelan.
"ikuuut!" kata Sehun merajuk.
"ga usah, diem aja. kan semalem udah malam jumatan" balas Jennie dengan tegas.
Pipi Sehun bersemburat merah, "kan mau malam sabtuan juga" tambah parah, Sehun kini ngelendotin bahu Jennie. Jeno sedang sibuk dengan simpul sepatunya di dalam rumah.
"bentar deh, aku pake sarung dulu. Biar Jeno aku anterin ke sekolah, kamu juga aku aja yang anterin ke kantor"
"Sayang.. yang bener aja, masa mau sarungan?!" omel Jennie tak terima.
"kamu kan dokter, kalau orang-orang tahu kamu begini gimana?"
"yeeeh... emang dokter ga boleh pergi sarungan doang? Kan kalo ga tugas aku bukan dokter lagi, tapi suamimu Jennie"
"lagian di mobil ada kemeja kok sama celana. Udah ya! Maksa nih nganterinnya" tambah Sehun pada isterinya.
Jennie tak dapat menolak, ia hanya tersenyum lebar kala melihat suaminya mengenakan kembali sarung miliknya bekas dipakai subuh tadi.