°•.A Z Z K A R A ✓

35 5 0
                                    

|| C H A P T E R 10||

-T e r l a l u T a m p a n-

•••🌼•••


Seperti yang sudah Azzkara katakan dengan Meissa, pulang sekolah ini mereka akan mengerjakan tugas di rumah gadis itu.

Azzkara berjalan menuju parkiran di mana motor nya di simpan.

"Sebagai pengguna motor, saya hanya minta kepada yang suka numpang ngaca di spion motor orang, kalo abis ngaca posisi spion nya di balikin lagi kaya awal. Cuman itu doang NGGA SUDAH KAN?!"

Meissa meringis mendengar teriakkan Azzkara. Mengapa harus susah-susah ngomel, cuman perlu di benerin sedikit kan?

"Sebagai sesama cewe yang suka ngaca di spion orang, benerin kaca spion itu ngga susah cuman karena syok liat kondisi muka di kaca spion, jadi ngga ada mood buat benerin ulang."

"Emang susah kalo punya muka berseni abstrak." Azzkara menaiki motornya dan melirik ke arah Meissa.

"Sebenarnya gue ngga rela motor gue di tumpangi cewek, takut sawan."

"Yaudah gue pulang sendiri."

"Jadi cewek jangan baperan kenapa."

Meissa naik pitam. "Wajar lah namanya juga manusia punya otak punya hati, beda sama lo, ngomongnya suka ceplas-ceplos hati mati otak tidak berfungsi."

Azzkara mengelus dadanya ber-istighfar.

"Emang yah, kalo Mei-mei sudah murka, gue sebagai oppa mail pun harus siaga."

Mungkin karena hari ini Meissa sedang datang bulan jadilah apapun yang menjadi titik sensitif nya akan iya keluarkan.

Saat gadis itu hendak pergi niatnya urung saat Azzkara menarik pergelangan tangannya dengan isyarat agar cepat naik.

Sebenarnya, Azzkara hanya grogi, selama ini dia belum pernah mem-bonceng perempuan, kecuali Bundanya.

Dia memang banyak deket dengan cewek, tapi sudah Azzkara bilang bukan, hanya sekedar dekat untuk urusan pacaran Azzkara tetap pada pendiriannya.

Azzkara tidak ingin seperti ayahnya yang terlalu bucin sampai-sampai selalu menuruti apapun kemauan sang bunda.

Azzkara geli sendiri mengingatnya.

"Kalo boleh jujur, gue juga males di bonceng sama lo."

"Gue ngga denger, pake helm." Karena takut ada orang yang melihat Azzkara membonceng perempuan, lebih baik dia segera melajukan motornya dari sana.

•••

"Kaki gue sebentar lagi punya akar kalo ngga masuk juga." Cowok dengan helm yang belum di lepas itu menatap malas Meissa yang masih saja bolak-balik seperti setrikaan di depan gerbang rumah nya sendiri.

"Ada Bokap gue di rumah." Meissa menatap was-was Azzkara.

Mobil pribadi papanya sudah terparkir manis di sana, dapat Meissa simpulkan orang nya juga sudah ada bukan?

"Terus mau sampe kapan nih gue di sini? Pegel tau."

"Emang lo ngga takut? Bokap gue kalo lihat cowok yang main ke rumah, tatapannya kaya Suzanna loh," ujar Meissa, menggaruk dahi nya yang mendadak gatal.

Azzkara menelan saliva nya susah payah.

Keberaniannya mendadak pudar, Azzkara tidak punya pengalaman Ngapel ke rumah cewek. Soal ke rumah cowok sih jangan di tanya.

Eh! Tapi kan saat ini dia bukan mau ngapel.

Lagian niatnya positif kan mau belajar bareng?

"Eh Meissa, ngapain masih di luar ayo masuk." Sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada mereka. Saat ini Devi selaku ibu dari Meissa telah mengetahui keberadaan mereka.

"Mama abis dari mana?" Meissa bertanya balik.

"Mama abis dari supermarket ini belanjaan kamu ngga liat?" Devi menunjukkan plastik belanjaan nya.

"Eh Mama baru sadar, ini ... siapa? Cowok? ko helem nya ngga di lepas?" Jujur saja Devi di buat heran oleh teman baru nya Meissa ini.

"Takut ada yang mimisan Tante, saya terlalu tampan."

Ibu dari Meissa itu tertawa mendengar penuturan Azzkara.

"Coba, Tante mau liat muka nya. Beneran ganteng?"

"Ih! Ngga mah muka nya jelek banget." Meissa melirik ke arah Azzkara. "Azz kerjain nya besok aja yah di sekolah. Lo pulang aja sana."

"Meissa! Ngga sopan ih, kamu di anterin pulang kan?" Devi beralih menatap Azzkara.

"Buka helm nya, Tante mau lihat katanya ganteng? Seganteng suami Tante ngga."

"Jangan ada yang pingsan yah." Dengan tingkat kepercaya diri-an di atas rata-rata orang waras, Azzkara perlahan membuka helm yang di kenakan nya.

Dengan gaya narsis pemuda itu mengusap rambutnya ke belakang.

Ibu dari Meissa itu terperangah.

"Wah! Beneran ganteng. Pantes percaya diri banget kamu." Devi menatap Azzkara dengan binar di mata nya.

Sementara Meissa menatapnya malas.

"Ayo masuk, ih Meissa ngga bilang punya teman cowok cakep." Mereka masuk ke dalam rumah dengan ajakan Devi tentunya.

Seolah, rasa tegang Azzkara tadi sudah hilang entah kemana. Emang dasar Azzkara tidak bisa di takut-takuti cowok itu hanya menganggap omongan Meissa tadi hanya angin lalu.

Ck! Menyebalkan.

AZZKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang