|| C H A P T E R 17||
-N a m a p a n g g i l a n-
•••🌼•••
Setelah melaksanakan shalat Maghrib dan sempat meminta izin pada bundanya karena mereka akan pulang malam, saat ini Azzkara menghentikan mobilnya dengan santai.
Tepat setelah mereka sampai di pasar malem.
Mereka semua turun dari mobil dan mulai berjalan masuk.
"Bang Darey laper, minta duit buat jajan."
"Ngga tau malu banget, udah ngabisin camilan orang bilangnya masih laper." Mode julid Azzkara mulai aktif.
Meissa memukul lengannya pelan.
"Lo itu pelit banget sih sama Ade sendiri."
"Gue cuma ngajarin hidup hemat, cermat dan rajin menabung."
"Bohong deng Ka Mei, orang kaya Abang Azz mana pernah nabung." Diirey melirik dengan mata besarnya pada Azzkara.
Sungguh menggemaskan! Kedua adik kembar Azzkara ini sangat, sangat, sangat lah pokonya! Walaupun sifatnya tidak jauh beda dengan abangnya.
Meissa jadi ingin mempunyai adik kembar.
"Yaudah, kalo gitu Ka Mei aja yang jajanin ayo." Meissa menggandeng tangan keduanya di kiri dan kanan.
Walaupun di gandeng oleh Meissa sambil berjalan, Darey masih sempat berbalik dan meledek Azzkara di belakang.
"Dasar ngga modal!"
Tak terima dikatain, pemuda itu menyusul mereka yang menuju pedagang sosis bakar dengan aneka makanan lainnya di sana.
"Gue yang bayar, bingung mau ngabisin duit kemana." Dengan gaya angkuhnya, Azzkara berucap.
"Iyain aja ka Mei mumpung masih hidup."
Meissa tertawa. Dan mengangguk.
Kedua anak kembar itu dengan semangat memesan banyak porsi yang mereka suka setelah dirasa kenyang, Darey kembali menagih janji Azzkara.
"Bang, mau beli ikan cupang."
Azzkara yang sedang melahap sosis bakar nya mendongak.
"Lah, kan gue bilangnya kalo gue udah jadi presiden."
"Kalo Abang yang jadi presiden Diirey yakin rakyatnya ketularan gila."
"Heh! Mulut bocah."
Meissa kembali tertawa entah apa yang lucu, tapi dia suka melihat interaksi kaka beradik itu yang tak pernah lepas dari perdebatan. Namun terasa sangat hangat.
"Lagian mana ada orang jualan ikan cupang malam-malam begini."
"Mata Abang Azz udah ketutup bee like yah? Makanya ngga liat itu pedagang apa." Darey menunjuk penjual ikan cupang di depan mereka yang mungkin hanya berjarak beberapa meter.
Mulut pemuda itu terbuka sedikit tak percaya. " Heran gue, ko masih ada yang jualan."
Mau tak mau akhirnya cowok itu mengeluarkan satu lembar uang berwarna merah dalam dompetnya.
Tanpa mengucapkan terima kasih Darey mengambil uang itu dan berlari bersama kembarannya menuju pedagang ikan cupang.
Merasa ada yang aneh, Azzkara melirik ke arah Meissa yang tumben tak bersuara.
Gadis itu sedang diam, memandang ke depan.
Heran dengan arah pandangnya Meissa, Azzkara pun ikut melihat. Di sana lelaki yang terasa familiar wajah nya bagi Azzkara sedang berduaan dengan seorang gadis yang terlihat sekali seperti seorang sedang berpacaran.
"Siapa? Ko gue kaya pernah liat yah muka nya," tanya Azzkara memulai pembicaraan. "Pasaran sih."
"Lo ngga inget? Ko sama gue langsung inget."
Cowok itu mengernyitkan keningnya. Tak paham.
"Itu ... Cowok gu-- eh ngga maksudnya mantan cowok gue yang waktu itu gue putusin di depan toilet cowok pas di restoran, lo ngga inget? Waktu gue ngga sengaja nyiram lo."
Azzkara mengangguk. Merubah gaya bicaranya menjadi semakin menyebalkan.
"Teruntuk kamu yang sudah di selingkuhin si dia, kamu luar biasa." Azzkara menepuk-nepuk bahu Meissa.
"Bego nya." Tawa dari pemuda itu pecah.
"Bodo amat Azzkara! Sarah!" Meissa geram, cowok di sampingnya ini benar-benar!
"Tidak di takdirkan bersama , mungkin lo sama dia hanya di takdirkan sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Ngga papa Mei, yang penting masih sama-sama menghirup udara bebas."
"Gue ngga se- menderita itu hanya gara-gara cowok ngga guna macam kutil Kuya kaya dia ya, Azzkara!"
Melihat wajah Meissa yang memerah saat ini, gadis itu terlihat lebih menggemaskan.
Azzkara menggelengkan kepalanya sadar apa yang sudah dia pikirkan.
"Lo mau coba naik bianglala?"
"Ngga, Ade lo siapa yang jagain."
"Gampang, tinggalin aja."
Tuk!
Meissa menjitak kepala Azzkara. Menurut cowok itu mengaduh.
"Aduh, sakit Mei belum nikah aja lo udah KDRT."
"Siapa yang mau nikah sama orang goblok."
Azzkara mengelus dadanya, kembali ingat beristigfar. "Ngga papa minim otak yang penting jangan minim akhlak."
"Kaya yang punya akhlak aja." Gadis itu menyuapkan potongan sosis bakar terakhirnya.
"Akhlak gue banyak Mei."
"Kenapa sih lo manggil gue Mei? kan jatohnya kaya nama bulan."
"Kenapa baru protes sekarang?"
"Kenapa harus nanya balik sih?!"
Azzkara tertawa.
"Lo mau gue panggil apa? Mei-mei biar aga beda sama nama bulan?"
"Azzkara gue nanya serius!"
Pemuda itu membenarkan duduknya.
"Gue orangnya ngga mau samaan, jadi yang boleh manggil gitu cuma gue doang."
"Ka Mei."
Azzkara memutar bola matanya malas.
"Iya, sama dua bocah."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZZKARA
Teen FictionAzzkara, cowok dengan pendirian teguh, anti dengan yang namanya pacaran. Cowok yang sangat minim pengetahuan tentang perempuan, dan tentunya, satu-satunya orang yang belum pernah pacaran di antara temannya. Namun, setelah mengenal Meissa, gadis pin...