°• .A Z Z K A R A ✓

40 5 0
                                    

||C H A P T E R 11||

-R e n c a n a M e i s s a-

•••🌼•••


Azzkara masuk ke dalam rumah itu dengan perasaan yang lebih santai, Anggap saja rumah sendiri begitu kata-kata Devi.

"Jangan anggap rumah sendiri, nanti lo jadi lupa diri." Meissa melengos pergi.

"Jadi yang bener ibunya apa anaknya?" Azzkara berdiri dengan tatapan bingung ke depan.

"Lo duduk aja di sana gue mau ganti baju abis itu baru ngerjain soal." Biar saja! Kali ini Meissa ingin mengerjai Azzkara. Biar cowok itu sendiri duduk di sana Meissa Aan berlama-lama di dalam kamar, sekalian semoga saja Azzkara bertemu Papa nya biar tau rasa.

Meissa yakin Azzkara akan kapok datang kerumahnya lagi.

Anggap saja impas, Azzkara yang jail pada Meissa jika di sekolah, den Meissa bisa membalas Azzkara ketika berada di luar sekolah.

Persyaratan babu nya dengan Azzkara hanya di lingkungan sekolah doang kan?

Bahagia sekali rasa nya.

Sudah se-jam lebih Meissa berada di dalam kamarnya, dan kali ini Meissa yakin se yakin yakinnya! Bahwa Azzkara pasti sudah pulang.

Mana ada orang betah bertamu tapi di anggap patung?

Cerdas sekali cara pengusiran halus Meissa ini. Memang sekali-kali orang seperti Azzkara itu harus di beri hadiah.

Meissa turun ke bawah. Dan ... Benar saja! Azzkara sudah tidak ada di sana.

Gadis itu tersenyum puas dengan tangan yang meninju-ninju angin saking senangnya.

"Kamu kenapa Sa?"

"Mama! Azzkara udah pulang kan?"

Devi menatap malas Meissa.

"Kata siapa? Karena kelamaan nunggu kamu turun, tadi Azzkara ikut sama Papa ngehadirin acara mancing bulanan di kompleks depan. Udah lama katanya papa ngga ikut ngga enak sama tetangga makanya papa hari ini sengaja libur kerja." Devi sedikit terkekeh melihat wajah Meissa yang cengo.

Memang di komplek perumahan Meissa, walaupun tergolong elit, warga nya tetap mementingkan hubungan persaudaraan yang erat, seperti acara mancing bersama di akhir bulan seperti ini tujuannya agar lebih mempererat tali silaturahmi, kata warga di sana.

"Tadinya papa mau pergi sama om Rafa eh ngga jadi om Rafa katanya ada urusan sebentar nanti nyusul, untungnya ada Azzkara. Ck! Anak itu tidak di ajak pun akan tetap ikut dari pada nunggu kamu di sini lama-lama katanya."

Devi menggelengkan kepalanya heran dengan tingkah Azzkara yang tidak ada takutnya, walaupun sudah di beri tatapan tajam oleh suaminya.

"Baru kali ini Mama ketemu cowok kaya Azzkara. Udah ganteng, baik, rajin shalat lagi." Senyum di wajah wanita paruh baya itu mengembang.

"Tau dari mana orang kaya gitu rajin shalat? Pecicilan yang ada."

"Mama tau, tadi aja dia numpang shalat di sini katanya kalo nunggu sampe pulang takut ngga keburu. Kamu bisa nilai sendiri, mau di mana pun dia kalo udah waktunya shalat dia ngga akan mikir dua kali buat nunda."

Jadi benar, Azzkara se-rajin itu?

Dirinya saja sebagai perempuan masih banyak bolong shalat nya.

Ah! Mengapa Meissa jadi malu gini sama Azzkara.

Seolah baru ingat sesuatu, Meissa kembali bertanya. "Papa ngga ngusir Azzkara mah? Biasanya tiap Meissa bawa temen cowok papa langsung ngeluarin aura bahaya."

"Tanya aja sama Papa langsung."

Meissa mengacak rambutnya. Huh! Sebenarnya ada apa dengan cowok itu?!

•••

"Om namanya siapa?" Karena bosan dengan keheningan yang ada, Azzkara selaku manusia yang paling tidak bisa diam pun kembali bersuara.

Devon, Papa dari Meissa itu kembali memutar bola matanya malas. Sudah pertanyaan yang ke lima puluh kalinya Azzkara lontarkan.

Pemuda yang satu ini memang sangat berbeda dari yang lain, jika kebanyakan cowok teman anaknya akan banyak diam jika sedang berhadapan dengannya, maka kali ini kebalikannya.

"Saya harus jawab?"

"Harus lah Om, mulut saya udah pegel banget ini cuman nanya nama doang juga." Azzkara menatap orang tua Meissa, yang masih sama, menampakkan wajah datar! Memang benar adanya mirip Suzanna. Sangat pelit! Pelit ngomong, pelit senyum! Tapi kalo Suzanna masih mending bisa ketawa.

"Devon," ujarnya pelan.

"Hah? Popon?"

Devon melirik Azzkara garang.

Tengil sekali bocah ini?!

"Maaf, Om mulut saya kepeleset, biasa saya kalo nyebutin nama orang kebanyakan ala-ala Korea gitu."

"Kamu nge-hina nama saya?"

"Eh! Ngga om." Azzkara gelapkan. Baperan sekali Devon ini sama seperti anaknya!

Pandangan Azzkara beralih pada orang asing di sampingnya yang masih anteng memegang umpan pancingan.

Mereka sedang mancing di danau yang lumayan luas, dengan banyak pohon dan rumput hijau yang memberikan suasana adem yang mendukung.

Juga suasana di sini sangat rame banyak orang yang bercakap-cakap, seperti nya memang sangat mempererat persaudaraan.

Tak membiarkan suasana hening, Azzkara kembali mengoceh. "Om, namanya siapa?"

"Kamu tidak bosan mengulang pertanyaan yang sama terus?" Telinga Devon rasanya sangat panas.

"Azz bukan nanya sama om Devon." Devon melirik Azzkara yang sedang berbicara dengan lelaki paruh baya seumurannya yang duduk di sebelah pemuda itu.

Kembali, Devon memutar bola matanya malas.

"Nama om siapa?" Tingkat kegabutan Azzkara sepertinya sudah next lebel KASEMO.

"Solihin."

"Sangat me-lokal sekali. Mau Azzkara bikin kekorea koreaan ngga Om?" Orang yang bernama Solihin itu mengangguk penuh minat.

"Soo Lee hin, Bagus kan."

"Saya juga dong mas, namanya selamet."

"Oke, See la met."

"Saya dong mas, ganti nama aja." Pemuda yang Azzkara rasa usianya tiga tahun di atasnya meminta penuh harap.

"Kalo buat mas kayanya harus aga panjangan soalnya masih berjiwa muda." Azzkara berkata pernah semangat.

Orang itu sangat antusias menunggu Azzkara berucap.

"Diawali dengan Kim mau?"

"Mau banget mas."

"Oke ...." Azzkara menggantung kalimatnya. "Kim plah kim pilih, bagus kan?"

"Saya juga mas ganti nama."

"Moo hai meen."

"Soo Leh."

"Udah pada tau belum artis Indonesia juga ada yang udah ganti nama kekorea koreaan?"Azzkara bertanya, dan di Jawab gelengan kepala orang mereka.

"Mister Lim bat."

Devon menutup mukanya dengan koran.

AZZKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang