°•. A Z Z K A R A ✓

30 4 0
                                    


|| C H A P T E R 19 ||

- c a m p i n g -

•••🌼•••

"Oy! Azzkara!"

Merasa di panggil, cowo yang di sebut namanya itu membalikkan badannya.

"Bri6!" Azzkara menutup sebelah telinganya.

"Lo kemana aja kemarin? Udah tau ada tamu  malah keluyuran." Danu menepuk bahu Azzkara pelan.

"Mana ada tamu ngga tau diri kaya lo."

"Ya Allah, sakit hati Ade Bang." Azzkara merotasikan bola matanya malas.

Cowok itu berjalan mendahului, namun saat masuk ke dalam kelasnya, matanya menemukan sosok mahluk yang bukan bagian dari kelas ini.

"Heh Rabbit ngga punya kelas, lo?"

"Aduh mulutnya ganteng. Yang ngasih nama Ema bapaknya, lo siapanya? asal ganti nama orang aja." Bastian menimpali.

Sementara, Radit seolah tak merasa terganggu sama sekali dengan ucapan Azzkara barusan. Matanya tetap fokus pada satu objek yang berada di depannya.

Meissa yang di tatap seperti itu, merasa salah tingkah sendiri.

"Lo beneran mau ikut Sa? Pikir-pikir lagi deh soalnya pendakian kali ini tempatnya aga curam." Radit berusaha meyakinkan Meissa yang ingin ikut kegiatan sispala. Siswa pencinta alam itu akan mengadakan acara Camping di area pegunungan.

Sebenarnya tidak hanya anggota sispala saja yang diperbolehkan ikut, tetapi siapa saja boleh ikut selagi dia menaati peraturan yang sudah di tetapkan.

Dalam organisasi ini, siswa di didik agar dapat menjadi orang yang punya rasa solidaritas yang tinggi, cinta lingkungan dan juga mengeratkan jiwa persaudaraan menjadi kuat.

Sispala memiliki kegiatan di alam seperti Hiking, Camping, dan Mendaki Gunung. Selain itu, Sispala juga memiliki kegiatan sosial seperti Penggalangan dana dan aksi Bersih lingkungan.

Oleh sebab itu, Meissa yang notabene nya anak baru ingin mempunyai banyak teman dan memiliki pengalaman baru dengan masuk ke organisasi ini.

Berhubung, Radit sebagai ketuanya dan Meissa merupakan anak pindahan, jadi gadis itu dengan mudah masuk organisasi walaupun sudah kelas XI.

"Gue yakin Dit. Gue ingin ikut organisasi dan nambah temen juga kan? Kalo masalah bahaya sih.... Kan ada Lo." Meissa mengedip-ngedipkan matanya agar dapat membuat Radit luluh.

Setelahnya dia merasa geli sendiri dengan kelakuannya.

"Dih, kemasukan batu mata Lo?" Azzkara menghampiri, bergidik ngeri. Matanya beralih ke arah Radit yang duduk di kursinya.

"Ngapain lo duduk di kursi gue?"

"Serah gue lah, emang ini kursi warisan keluarga Lo."

"Demi mempertahankan singgasana gue, hayu gelud." Azzkara merenggangkan ototnya serta mengacak rambutnya agar menambah kesan sangar.

Tanpa bisa di cegah perlakuan Azzkara yang mengacak rambutnya itu membuat kaum hawa menjerit di belakang nya.

"Ga guna." Radit beranjak dari kursi tanpa meladeni Azzkara.

Sebelum pergi tangannya dia sempatkan mengacak rambut meissa terlebih dahulu untuk menyalurkan ke gemasan nya barusan.

Buru-buru Azzkara menepisnya. "Tangan Rabbit nackal juga yah. Bukan muhrim woy!"

AZZKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang