[Tolong jangan baca ini jika harus berhenti di tengah-tengah] !
***
"Sudah kenakan sajalah, Ni." Ibu setengah memaksa sembari memandangku dengan sedikit jarak untuk memastikan penampilanku sekarang. Kemudian, ia tersenyum lebar. "Cantik sekali."
"Ibu ini," gumamku risih.
Aku tidak bohong. Sebenarnya, aku senang mengenakan gaun seperti yang sekarang kupakai. Tetapi, tidak dapat kupungkiri bahwa persiapan yang Ibu lakukan untukku sejak subuh tadi benar-benar membuatku semakin gugup.
"Wah, siapa gadis bergaun biru ini?"
Serentak, aku dan Ibu menoleh ke arah sumber suara di mana Ayah menyembul begitu saja dari balik selambu putih gading yang memisahkan antara kamarku dengan ruangan lain.
Kedatangan Ayah disambut riang oleh Ibu. "Rukmini cantik sekali 'kan?"
"Persis waktu Ayah pertama kali bertemu dengan ibumu, Ni. Kau cantik," puji Ayah kepadaku yang anehnya justru direspon senyuman malu oleh Ibu.
"Bisa saja," sahut Ibu, tertawa kecil.
Detik selanjutnya, suara pintu diketuk terdengar dari depan rumah. Tanpa melihatnya langsung, sebenarnya kami sudah tahu siapa yang pagi ini datang.
Siapa lagi kalau bukan Pras.
Dan aku yakin, kali ini ia tidak akan datang sendirian.
Ibu terlihat begitu antusias. Ia mendorong pelan punggungku keluar kamar menuju ruang tamu.
Sesaat, aku merasa waktu seakan berhenti. Mataku memandang daun pintu di depanku yang masih tertutup. Terasa aneh saat otakku berkata bahwa di balik pintu ini, ada seorang pria asing yang hendak menemuiku. Aku tahu bahwa pria itu akan datang. Tapi, aku tetap saja merasa aneh tiap kali memikirkannya. Seolah ada gelenyar aneh antara bingung dan gelisah.
Kemudian waktu berjalan kembali normal saat Ibu meraih knop pintu, membukanya.
Dan ... seorang pria bertubuh jakung berdiri tepat di hadapanku. Sedang Pras tengah berdiri di sampingnya, tepat di depan Ibu.
Aku menunduk setelah memandangnya sekilas.
Wajahnya?
Aku tidak tahu, semuanya masih samar karena aku hanya memandangnya sekilas saja. Pasalnya, untuk memandang wajahnya maka aku harus mendongakkan kepala. Kurasa tinggiku hanya mencapai dadanya saja, tidak lebih. Aku tidak tahu berapa tinggi Pria di depanku ini. Tapi, yang pasti tingginya melebihi tinggi Pras yang sekitaran 173 CM.
"Assalamu'alaikum, Bu." Pras membuka suara untuk yang pertama kali, memberikan salam pembuka.
"Wa'alaikumussalam," jawabku dan ibu hampir serempak.
"Ah, mari masuk. Silakan," kata Ibu senang. "Ni, ayo persilakan tamunya masuk."
Jelas nada suara Ibu begitu riang.
"Mari masuk."
Dua kata yang keluar dari mulutku meluncur tanpa hambatan.
Pras masuk terlebih dahulu, disusul pria berkemeja biru gelap itu. Tepat di waktu yang sama, aku mendongakkan kepala. Pria itu berjalan mengikuti Pras, membelakangiku yang masih berdiri di sisi pintu. Tetapi, ada yang aneh dari perasaanku ketika hanya memandang punggung pria itu saja.
"Ayahnya Rukmini ada di dalam. Biar kupanggil keluar, ya. Ah, ya, kuambilkan air dan makanan ringan untuk kalian berdua. Tunggulah sebentar."
Baru saja Ibu hendak membalikkan badan, Pria itu untuk yang kali pertama membuka suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tu Me Manques [Finished]
Historical FictionTidak ada seorang pun yang mau disuruh mengerti ketika dihadapkan oleh perkara kehilangan. Tidak seorang pun termasuk aku. "Kau tahu, Ni. Aku tidak masalah jika harus gugur untuk Negara tercinta kita ini. Tapi, setelah denganmu, jika bisa aku ingin...