Mendung

135 25 0
                                    

"Ni, surat untukmu."

"Untukku? Tapi, mengapa? Kau akan pergi?"

"Tidak, ingin saja. Ayo biasakan menulis surat karena aku tidak tahu kapan aku harus pergi dan kapan bisa kembali."

"Pergi?"

"Jangan khawatir, ke mana pun aku pergi. Kau adalah rumahku untuk pulang."

Potongan-potongan ingatan ketika dalam perjalanan pulang dari Danau Toba kembali muncul secara tiba-tiba. Bagian di mana aku sempat terkantuk-kantuk di dalam mobil. Tapi, kutahan karena tidak mau menyia-nyiakan waktuku dengan Pierre. Kurasa, Pierre menyadari itu. Ia menawarkanku untuk pindah ke jok belakang di mana aku bisa tidur lebih leluasa di sana. Tentu saja aku tidak mau. Kukatakan padanya  bahwa aku sama sekali tidak mengantuk. Lagi-lagi, Pierre tertawa.

Akhirnya, perjalanan pulang kami diisi oleh percakapan-percakapan ringan yang dimulai dengan diberikannya selembar surat yang ternyata sedari tadi ia simpan di saku baju putihnya, senada dengan baju dan celana yang kupakai waktu itu.

________________________________
Untuk, Rukmini Tjhamim
Djl. Gadjah Mada Utara No. 10

Hari ini senang, kau tjantik. Aku tdk pandai
menulis. Tapi, semoga kau tahu betapa
waktu denganmu adalah berharga. Besok
tdk tahu bisa datang/tidak. Akan datang
djika sempat. Terima kasih untuk hari ini.

Dari, Pierre
_______________________________

Aku tidak tahu kapan ia menulisnya. Ah, Pierre selalu berhasil membuatku bertanya-tanya, sebenarnya apa saja yang ada di pikirannya?

Kemarin sore waktu Pierre mengantarku pulang, ia tidak langsung pulang. Ayah sudah datang dari kota seberang, jadi Pierre memutuskan singgah sedikit lama. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi, yang kulihat adalah Ayah masih bersikap hangat dengan Pierre sama seperti kali pertama Pierre datang. Pierre tinggal sebentar untuk makan malam. Ibu menyiapkan kerang dan kepiting oleh-oleh dari Ayah.

Hari ini, aku bangun pagi-pagi sekali. Rasanya aku ingin segera memulai hari esok tiap harinya. Sekarang, aku sudah punya Pierre. Faktor mengapa hidupku terasa lebih indah dari sebelumnya.

Aku tidak pernah merasakan sensasi bahagia yang seperti ini sebelumnya. Sebelum Pierre, dua pemuda lain pernah datang secara bergantian ke rumahku. Seperti yang sudah kujelaskan di awal, aku belum ada pikiran untuk berhubungan dengan pemuda mana pun. Tetapi, begitu Pierre datang ...

Semua berubah.

"Rajin sekali putriku ini," celetuk Ibu yang sudah mendapatiku tengah sibuk menyiapkan sayur makan pagi. "Padahal semalam Ibu hanya memintamu untuk dicucikan saja sayurnya dan buatkan kopi untuk Ayahmu."

"Ni sedang tidak ada kegiatan lain. Setelah ini, Ni mau ke gubuk baca." Aku menepuk-nepuk rok hitam lebar yang kukenakan untuk membersihkan debu yang barangkali menempel di sana. "Si Puji sedang sakit, jadi aku disuruhnya menggantikan ia mengajari adik-adik."

"Begitu rupanya," angguk Ibu. "Oh, ya. Pir tidak datang hari ini?"

"Entahlah. Tapi, aku rasa tidak. Dia tidak bisa jika harus selalu datang."

Tu Me Manques [Finished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang