"Kak, ini mati lampu loh, kak," ucap Lila dalam telfonnya.
"Terus kamu maunya gimana? Nyusul kakak kesini?"
Lila mengerucutkan bibirnya sebal. Ya tidak mungkin juga ia menyusul ke rumah pondok indah. Tapi kan–
Ah mati lampu yang menyebalkan. Sudah 3 jam sejak pemadaman listrik di apartemennya terjadi, dan masih belum ada tanda-tanda bahwa listrik akan kembali menyala.
Percayalah, berbagai kegiatan sudah Lila coba lakukan. Namun dengan keterbatasan cahaya, tentunya sulit bagi Lila untuk melakukan sesuatu.
"Dek?"
"Iya, kak."
"Jadinya mau gimana? Kalo kamu mau ikut kakak, kakak jemput kamu sekarang."
Lila menggeleng. "Gausah kak, udah jam 8, bentar lagi kakak juga pulang."
"Terus kamunya gimana?"
"Gapapa, adek tunggu aja. Siapa tau bentar lagi nyala," jawab Lila sambil menghela nafasnya pelan. Mati lampu adalah momen yang sangat dibenci Lila.
"Yaudah kabarin kakak nanti."
"Iya, kakak hati-hati juga."
Setelah itu, Lila mematikan sambungan telfonnya.
"Ya Tuhan, begini amat ya kalo gelep," ucap Lila pelan.
Lalu, Lila beranjak dari sofa, bermaksud untuk masuk ke kamarnya. Suasana apartemennya saat ini benar-benar gelap, dan Lila tidak pernah menyukai kegelapan.
Baginya, gelap hanya memberi ruang lebih banyak bagi "mereka" untuk menampakkan diri. Seperti sekarang, dari jendela balkon sudah ada sosok perempuan yang mengintip.
Sudahlah, Lila melebarkan langkah kakinya untuk segera sampai ke kamarnya.
Sesampainya di depan pintu, Lila membukanya dengan pelan. Dan sesuai tebakannya, Oliver sudah ada dan menunggu tepat disebelah tempat tidurnya.
"Halo, Oliver," ucap Lila bersuara. Toh, sedang tidak ada orang di rumahnya.
"Halo, Lila." Oliver menjawab sapaan Lila.
Sudah beberapa hari sejak Oliver memperkenalkan dirinya pada Lila, dan selama itu juga Lila mencoba mengakrabkan diri dengan Oliver. Siapa tau Oliver dan dirinya bisa bersahabat seperti Frislly dan Marsya, kan?
"Tenang lah, Lila. Kamu gelisah sekali."
"Aku yakin kamu tau kalau tempat ini sudah cukup ramai dengan teman-temanmu."
"Mereka bukan teman-temanku, Lila."
"Teman sebangsamu," jawab Lila singkat.
"Lebih baik kau tidur, Lila."
"Lalu mengajakku jalan-jalan ke masa penjajahan yang mengerikan seperti kemarin?" Ucap Lila sambil duduk di tempat tidurnya.
Oliver hanya tersenyum mendengar perkataan Lila.
Sepertinya Lila lupa menceritakan cerita ini kepada kalian semua.
Kemarin malam pada saat ia tidur, tiba-tiba Lila bermimpi ada pada sebuah masa yang sangat– kuno mungkin?
Orang-orang pribumi berpakaian lusuh, membawa begitu banyak kayu dan mendorong kereta secara manual. Tubuh mereka sangat kecil, tapi barang yang dibawa mereka bisa puluhan kilogram. Wajah kelelahan sangat terlihat dari raut mereka.
Sementara terdapat orang-orang yang berwajah bule, hanya memperhatikan mereka tanpa berniat membantu. Bahkan mereka tidak segan-segan menyiksa jika ada pribumi yang beristirahat. Sungguh kejam masa penjajahan dulu.
Ia merasa hanya melihat peristiwa itu selama 5 menit, tetapi nyatanya ia tidak sadar bahwa ia telah masuk ke cerita itu selama 4 jam.
Bajunya sangat basah dengan keringat saat terbangun dari mimpi itu. Dan ternyata Oliver lah biang keroknya.
"Aku hanya membantumu, Lila. Kamu bisa menjawab soal karena aku ajak kamu jalan-jalan."
Ah benar juga. Pagi itu Lila ada penilaian harian pelajaran sejarah tentang penjajahan Belanda. Setidaknya mimpi itu bisa membuatnya mendapat nilai bagus karena ia tidak hanya menghafal, melainkan melihatnya secara langsung.
"Lalu, kamu mau bawa aku kemana lagi hari ini?" Tanya Lila penasaran.
"Kamu ingin melihat apa, Lila?"
Lila tampak berpikir. "Aku tidak tau."
"Bagaimana ke tempat kamu pergi besok?" Tawar Oliver.
Tempat pergi besok? Sebentar.
Dengan cepat Lila menoleh ke kalender di meja belajarnya. Demi apapun, hari ini sudah hari Rabu?! Tandanya besok sudah hari ia sudah akan ikut KBP lagi....
"Kenapa kamu terlihat kaget sekali, Lila?" Tanya Oliver penasaran.
Lila menggeleng pelan. "Hanya merasa hari begitu cepat berlalu," jawab Lila jujur, lalu berbaring di tempat tidurnya.
"Pejamkan matamu, Lila. Aku akan mengajakmu kesana,"
Lila sudah pasrah, ia memejamkan matanya dan tidak lama, ia merasa sudah ada di sebuah tempat yang berbeda.
Saat Lila membuka matanya, pemandangan pertama yang ia lihat gedung tua kosong dan gelap.
"Oliver?" Panggil Lila.
"Berjalanlah Lila, aku ada di sampingmu," balas Oliver tanpa menunjukkan wujudnya.
Demi apapun, Lila sangat benci kondisi ini. Disaat ia sendirian di tempat horror, dan bisa melihat mereka dengan jelas.
"Jangan takut Lila, mereka tidak akan bisa menyentuh kamu," ucap Oliver menenangkan.
Lila mencoba mempercayai ucapan Oliver.
Kuntilanak biasa, kuntilanak merah, pocong, genderuwo, wanita berwajah hancur, kakek yang merangkak, anak bertubuh kerdil, dan masih banyak lagi.
Sumpah ini benar-benar mengerikan.
"Lila," panggil Oliver. "Ada yang ingin aku tunjukkan, di atas, lantai 4." Oliver menarik tanggal Lila menuju ke lantai atas.
Kali ini, Lila bukan melihat sebuah gedung kosong. Melainkan sebuah gedung yang masih sangat indah. Cat berwarna putih gading, yang dikombinasikan dengan warna abu tua.
Terdapat banyak kaca yang memberikan pemandangan kota yang indah. Namun, Lila melihat seorang perempuan yang berdiri di balkon dengan tatapan kosongnya.
Perempuan ini sangat cantik, tubuhnya ramping tapi tidak terlalu kurus, wajahnya cantik, rambutnya terurai panjang, menggunakan atasan putih dengan rok hitam selutut.
Lila memperhatikan apa yang dilakukan oleh perempuan itu. Entah dari mana, Lila mendapatkan satu nama.
"Apakah itu nama perempuan itu?" Tanya Lila dalam hatinya.
Hingga Lila melihat sebuah kejadian yang ia tidak pernah harapkan. Untuk kesekian kalinya, Lila me-rewind kejadian yang pernah terjadi di tempat ia berpijak.
Jadi ini lah tujuan Oliver membawanya kesini, agar Lila bisa mengetahui lebih dulu cerita yang pernah terjadi di tempat KBP esok dilaksanakan.
~•~
-SFT-
10 November 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/283159478-288-k530116.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny, A Fiction Story About : Fitto Bharani
FanfictionPertemuan keduanya yang tidak terduga Pertemuan keduanya yang menimbulkan rasa nyaman Pertemuan keduanya yang menimbulkan rasa ingin melindungi Dan pertemuan keduanya yang menimbulkan kembali rasa yang pernah hilang. Alila Arnawama Rakha Seorang gad...