Bab 16

54 6 0
                                    

"Ini tinggal lu kali masuk ke dalem aja, 2 nya dikali 4 sama 7," jelas Lila.

Lila benar-benar menepati ucapannya untuk membantu Onyo dalam pelajaran matematika. Seperti saat ini, mereka sedang duduk di aula mengerjakan pr yang diberikan pada Onyo.

Banyak orang mengatakan bahwa Lila itu sangat sangat pintar dalam segala hal. Ia pintar dalam akademis, bisa bermain berbagai macam olahraga dan alat musik, bisa menulis lagu dan cerita, masih banyak lagi.

Namun Lila selalu merasa bahwa ia hanya tipikal yang penasaran dengan banyak hal. Tidak ada satu hari pun Lila lewatkan tanpa menjelajah berbagai hal baru.

Baginya, belajar adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan tiap orang seumur hidupnya.

"Tapi ini angkanya ga bulet?"

Lila melihat kembali hasil pekerjaan Onyo. Meneliti angka hasil hitungan Onyo satu per satu.

Lila menunjuk satu bagian yang menurutnya salah. "Coba liat lagi yang ini, ada salah itung ga?"

Onyo memeriksanya kembali. "Ini harusnya 27, ya?" Tanya Onyo memastikan. Lila mengangguk sebagai jawaban.

"Udah, kan? Bulet hasilnya," ucap Lila.

"Iya," jawab Onyo. "Kok diajarin lu gw cepet paham, ya? Kalo diajarin guru gw pusing," lanjutnya.

Lila tertawa. "Kan guru fokusnya ga ngajar satu anak doang. Mungkin lu lebih paham karena kalo kaya gini kan lu bisa nanya-nanya terus," ucap Lila memberikan pendapatnya.

"Gimana, nyo? Udah selesai pr nya?" Tanya ayah Ruben yang baru turun dari lantai 2.

Onyo mengacungkan kedua jempolnya. "I langsung paham, yah, diajarin Lila."

"Wah keren banget, you berarti harus sering-sering belajar sama Lila, Nyo."

Lila menggeleng dan tersenyum. "Enggak juga lah, yah. Onyo udah paham dasarnya kok, makanya cepet paham di pengembangan soalnya."

Ayah mengangguk-anggukan kepalanya. "Nyo, Cici nungguin tuh diatas, sama Nia juga."

"Emang iya, yah?" Pertanyaan Onyo dijawab anggukan oleh ayah.

"Naik dulu gih, pas juga ayah mau ngomong sama Lila."

Lila tersentak. Ada apa gerangan ayang ingin berbicara dengannya? Apa ia ada melakukan kesalahan?

"Oke, ayah! Nanti kalo udah I mau kenalin Lila sama Cici sama Nia juga. Pasti mereka seneng," balas Onyo.

Ayah tersenyum. "Iya. I suruh Lila naik kalo udah."

"Sip, I naik dulu, yah. Makasih ya, la," ucap Onyo sebelum berlari menuju tangga.

Setelah Onyo sudah tidak terlihat lagi, ayah duduk di samping Lila.

"Gausah tegang gitu, La. Saya ga bakal ngapa-ngapain kamu, kok," ucap ayah saat melihat wajah tegang Lila.

Lila tersenyum. "Iya, yah."

"Jadi kamu udah tinggal berapa lama sama Yovan?" Tanya ayah.

"Hampir 10 tahun, yah. Dulu masih sama orang tua kak Yovan juga. Baru 2 tahun belakangan ini aja sama kak Yovan doang."

Ayah terlihat seperti ingin menanyakan sesuatu. Namun, ia sangat ragu. Takut menyinggung perasaan Lila lebih tepatnya.

"Mau tanya apa, yah? Tanya aja gapapa," ucap Lila melihat raut.

"Kamu boleh jawab boleh enggak, karena saya tau ini pertanyaan sensitif," kata ayah yang dijawab anggukan oleh Lila.

"Orang tua kamu, gimana?"

~•~

Sudah lebih dari satu jam Lila bercerita dengan ayah Ruben.

Mulai dari cerita yang penuh tangisan, hingga cerita yang penuh tawa sudah ayah dengar dari Lila.

Ayah sangat salut dengan ketangguhan Lila. Anak berumur 16 tahun yang sudah melewati banyak hal yang seharusnya belum ia rasakan, dan ia berhasil bertahan. Sekarang ia tau alasan Yovan sangat menjaga Lila selama ini.

"Ayah, makasih udah mau denger cerita Lila," ucap Lila tulus.

Lila bukan tipikal anak yang suka menceritakan kehidupannya kepada orang lain. Tapi entah kenapa saat Ruben bertanya tadi, hatinya berkata untuk menceritakan semuanya pada Ruben.

"Kapan pun kamu mau cerita, kamu bisa dateng ke sini."

Satu hal yang ayah lihat dari Lila, ia ingin merasakan kasih sayang orang tua.

"Kamu bisa anggep saya sama Wenda orang tua kamu," ucap ayah lagi. "Kalo kamu mau," lanjutnya.

Lila tersenyum penuh haru. Ia tidak menyangka bahwa hal yang ia tunggu selama 16 tahun ia hidup terkabul.

"Makasih, ayah," ucap Lila. Bahkan Lila sudah tidak tau harus mengucapkan apa lagi pada ayah Ruben selain terima kasih.

Sekarang ia tau, mengapa banyak sekali orang yang iri dan ingin menjatuhkan keluarga The Onsu.

Orang baik, rezekinya akan selalu melimpah dari Sang Pencipta. Pantas saja, semua tim betah bekerja sama bersama seorang Ruben Onsu.

"Yaudah, kamu naik aja ke lantai 2, ketemu Onyo sama adik-adiknya," ucap Ruben.

"Gausah deh, yah. Lila tunggu disini aja," balas Lila tidak enak.

"Udah naik aja, gapapa kok. Atau ga kamu naik bareng sama— Nah ada Fitto," jawab ayah saat melihat Fitto baru saja keluar dari kamarnya.

Mendengar namanya disebut, sontak Fitto menoleh menuju sumber suara yang memanggil namanya.

Dengan cepat, ia memutar langkah kakinya ketika ia sadar bahwa ayah Ruben lah yang memanggilnya.

"Iya, yah?" Tanya Fitto saat sudah sampai di depan ayah dan Lila.

"Lu mau kemana?"

"Ke atas. Kenapa, yah?"

Ayah menjentikkan jarinya. "Pas banget, nih, bareng sama Lila. Tadi Onyo bilang mau kenalin Lila sama Thalia Thania."

Fitto mengangguk-angguk. "Yaudah, ayo La, bareng," ajak Fitto.

"Beneran gapapa, yah?" Tanya Lila memastikan.

Ayah hanya mengangguk. "Ayah masih ada meeting sama tim yang lain, sama Fitto dulu, ya."

Lila mengangguk. Kemudian berjalan bersama Fitto untuk naik ke lantai 2 rumah pondok indah.

~•~

Hello I'm back!
Mau nanya dong. Menurut kalian cerita ini gimana???

Komen sama tanda bintangnya jangan lupa ya! See you on next part! Bye-bye 🙌

-SFT-
23 Oktober 2021

My Destiny, A Fiction Story About : Fitto BharaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang