Bab 25

57 4 1
                                    

Penelurusan sudah dilakukan dari lantai 2 sampai lantai 3. Kini mereka sudah di lantai 4, lantai dimana katanya, perempuan bernama Alvira itu meloncat dari balkon karena masalah pekerjaannya.

Sejak masuk ke area lantai 4, Lila sudah merasa sangat pusing. Sangat banyak makhluk yang ingin berkomunikasi dengannya.

"La?" Panggil Fitto.

Lila mengedipkan matanya beberapa kali.

"Jangan bengong," Fitto mengingatkan.

"Iya, kak."

Jordi berhenti di salah satu tempat yang sudah tidak terdapat kaca lagi. "Oke, MOP lovers semua, katanya ini adalah tempat dimana Alvira, meloncat waktu itu," ucap Jordi.

"Jadinya ini balkon ya dulunya?" Tanya Bunda memastikan.

"Seharusnya begitu, Lila gimana? Yang udah ngeliat kejadiannya, bener disini?" Tanya Jordi pada Lila yang sudah semakin pusing.

"Iya, uncle," jawab Lila seadanya.

"Sekarang, Alvira nya, ada?"

Lila menengok ke arah sekitarnya. Benar-benar sangat ramai, tim KBP seolah sedang di tonton oleh semua makhluk tak kasat mata yang ada disini sekarang.

"Frislly sih ngeliatnya gaada ya, uncle."

"Lila?" Panggil Bunda.

Lila tidak merespon panggilan bunda sama sekali. Melihat tingkah laku Lila yang aneh, Fitto menggenggam tangan Lila.

"La?" Panggil Fitto untuk kedua kalinya.

"Hah? Iya?" Balas Lila yang baru sadar dari lamunannya.

"Kamu gapapa?" Tanya Bunda sambil mengusap bahu Lila.

Lila hanya mengangguk.

"Lila aneh banget," ucap Yovan dalam hatinya.

Tentu saja ia paham betul bagaimana tingkah laku adiknya. Ini seperti..... bukan Lila.

"Yaudah kita pindah ke lokasi selanjutnya kali ya. Siapa tau bisa ketemu Alvira nya di tempat lain," ucap Jordi.

"Boleh deh, udah makin malem juga," jawab Bunda menyetujui.

"Yuk, yuk, Fishy di depan aku aja."

Fitto masih menggenggam tangan Lila. Saat ia berjalan ke depan, Lila masih terdiam ditempatnya. Ia mendapatkan Lila yang sedang menatap ke arah balkon.

"La?" Panggil Fitto.

Tidak ada jawaban.

"Lila?"

Masih tidak ada jawaban.

"Alila? Hei?" Fitto semakin menggenggam erat tangan Lila.

Melihat ada yang tidak beres dengan Lila, Yovan bergegas menghampiri adiknya itu. "Dek, sayang," panggil Yovan sambil mengusap lengan Lila.

Tatapan mata Lila berubah menjadi sangat tajam.

"Bukan Lila, bukan Lila," ucap Fitto sambil memeluk Lila dari samping.

Dengan cepat Lila menghempaskan tangan Fitto dan Yovan, berlari menuju ujung balkon yang sudah tidak ada penyangganya lagi. Ya, makhluk itu ingin membawa badan Lila untuk melompat dari sana.

"LILA ASTAGA!"Semua kru bergegas menahan tangan Lila.

"HAHAHAHAHA!" Tawa Lila yang sudah dipegang oleh beberapa orang kru.

"BAWA KE DALEM DULU, BAWA KE DALEM DULU, BAHAYA DISINI, NANTI JATOH!" Ucap mas Iqbal ikut menahan Lila.

"LEPASSSS!" Teriak Lila dengan tetap memberontak. Tenaganya sangatlah kuat.

"TO, TAHAN BELAKANG, TO!" Ucap Yovan yang masih menahan Lila dari depan.

Setelah itu, Lila menyeringai penuh kemenangan. "Kalian takut," ucapnya.

"KALIAN TAKUT HAHAHAHAHAH!" Teriak Lila.

"Heh, kamu siapa?" Tanya mas Iqbal.

"Kalo kamu masuk cuma buat nyelakain temen kita, mending kamu keluar aja," ucap Frislly.

"PENGGANGGU! PERGI KALIAN!" Lila kembali berteriak.

Fitto masih terus berusaha menahan Lila dari arah belakang. "Kita kesini baik-baik, mau cari cerita, kok kamu malah ngamuk-ngamuk."

Semua orang yang ada disana memanggil nama Lila terus-terusan.

"Kalian tidak akan bisa keluar dari tempat ini," ucap Lila pelan.

"KALIAN TIDAK AKAN BISA KELUAR DARI SINI!" Teriaknya kencang.

"Mas Iq keluarin aja, mas. Badannya takut ga kuat."

Perkataan uncle dijawab anggukan oleh semua kru. Dengan cepat mas Iqbal menarik paksa makhluk yang masuk ke tubuh Lila.

"AKHHHH!" Teriak Lila sebelum akhirnya limbung ke belakang.

Dengan sigap Fitto menangkap tubuh Lila. Perlahan ia mendudukkan Lila di lantai, dan ikut duduk dibelakangnya agar Lila bisa bersandar di badannya untuk beristirahat sejenak.

"Dek," panggil Yovan yang sudah berjongkok disebelah Lila.

Tubuh Lila benar-benar lemas. Untuk membuka mata saja ia perlu berjuang cukup keras.

"Lila," panggil Fitto.

Setelah berhasil membuka matanya, Lila berniat untuk duduk. Namun ditahan oleh Fitto.

"Senderan dulu ke aku, gapapa." Ucap Fitto. "Nanti kalo udah kuat baru duduk pelan-pelan."

Lila hanya menurut. Ia masih berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal sambil memegang tangan Fito yang melingkar di perutnya.

Yovan memberikan Lila sebotol air. "Ini minum dulu, pelan-pelan."

"Makasih, kak," ucap Lila sangat lirih. Lila meminum air yang dipegang oleh Yovan.

"Kamu ngeliat apa, La, sampe masuk gitu?" Tanya Frislly.

"Dari tadi udah aneh, pas yang uncle tanya, ada liat Alvira atau ga itu, kayanya udah bukan Lila," ucap Yovan.

"Udah bengong terus juga dia," Fitto melanjutkan.

"Masih lemes banget ya?" Tanya Bunda khawatir.

Lila menggeleng pelan. Ia mencoba untuk berdiri, dibantu oleh Fitto dan Yovan.

"Kuat ga?" Tanya Frislly yang ikut membantu memegang kedua pundak Lila.

"Iya, kak. Udah kok," jawab Lila menenangkan.

"Kamu lagi ngapain tadi, La?" Tanya mas Iqbal.

"Gatau juga, mas," jawab Lila. "Dari tadi tuh ada satu perempuan ngikutin aku, beberapa kali aku nengok dia ga kasih liat muka, kaya ketutupan rambut gitu mukanya. Sampe yang terakhir aku nengok, aku liat mukanya gitu, stengah hancur, terus abis itu udah, ga sadar lagi," jelasnya panjang lebar.

"Aku emang kenapa tadi?" Tanya Lila penasaran.

"Kamu mau lompat," jawab Fitto. "Untung tadi sebelah kamu masih ada mas Iqbal."

"Yaudah, kita agak ngejauh dulu deh dari tempat ini, bahaya gaada pembatas," ucap Jordi. "Turun aja kali ya?"

"Iya turun aja, deh. Di bawah masih ada dua ruangan juga," ucap salah satu kru.

Yovan menepuk pelan pundak Fitto. "To, gw titip Lila, ya. Gw harus gabung sama kru yang lain," ucap Yovan.

"Oke, mas. Hati-hati juga."

Setelah itu, Yovan kembali bergabung dengan gerombolan kru KBP.

Fitto masih terus menggandeng Lila. "Udah jangan bengong, nanti masuk lagi. Kasian kamunya capek," Fitto mengusap keringat di dahi Lila.

Lila tersenyum tipis, wajahnya masih sedikit pucat, dan badannya pun masih sangat sakit sekarang.

Ternyata beginilah rasanya kerasukan. Seumur-umur Lila menjadi seorang indigo, ini pertama kalinya Lila mengalaminya.

KBP sungguh memberikannya banyak pengalaman.

~•~

-SFT-
24 November 2021

My Destiny, A Fiction Story About : Fitto BharaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang