Bab 26

48 4 0
                                    

Syuting Kakak Beradik Podcast hari ini selesai tepat pukul 1 pagi.

Ada banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi di luar nalar manusia.

Dan pastinya untuk Lila, puluhan suara benar-benar ia dengar selama syuting berlangsung.

Suara rintihan,
Suara minta tolong,
Suara tangisan,
Suara tawa,
Suara benda dijatuhkan,
Suara.....

Ah banyak sekali.

"Dek," panggil mas Iqbal.

Lila menengok. "Eh iya, mas?" Balas Lila sambil memberi ruang disebelahnya agar mas Iqbal bisa duduk disebelahnya. "Sini, mas. Duduk."

Mas Iqbal hanya menurut, duduk di sebelah Lila.

"Ini gapapa kan ya, kalo aku manggilnya adek? Kaya yang kain," Tanya mas Iqbal.

"Ya boleh dong, mas," ucap Lila sambil tersenyum. "Aku malah seneng karena ngerasa punya banyak kakak," lanjutnya lagi.

Mas Iqbal tersenyum. "Jadi gimana hari ini?"

"Luar biasa, mas. Badan sakit semua," jawaban Lila membuat mas Iqbal tertawa.

"Salut banget sama mas Iq, kang Muslim, sama kang Yana," kata Lila lagi. "Aku yang cuma kerasukan sekali aja sakit badan, apalagi kalian yang bisa berkali-kali."

Mas Iqbal tersenyum. "Ini karena kamu baru ikut 2 kali aja, coba deh tiap Kamis ikut. Dijamin lama-lama kamu terbiasa. Plus bisa ngasah kemampuan kamu lebih dalam lagi," ucap mas Iqbal.

Lila tersenyum. "Emang banyak banget sih mas Iq pengalaman yang aku dapet disini."

"Jangan kapok, ya. Minggu depan ikut lagi," balas mas Iqbal.

"Mudah-mudahan kalo gaada acara apa-apa pasti ikut lagi, mas Iq," jawab Lila tanpa ragu.

Awalnya Lila emang sedikit takut jika harus ke lokasi-lokasi angker, tapi 2 episode KBP yang sudah ia ikuti ternyata membuat rasa takutnya berubah menjadi rasa penasaran yang semakin tinggi.

"Eh, ada mas Iq," sapa Fitto yang baru saja datang dari belakang.

"Nah pas udah ada Fitto," ucap Mas Iqbal sambil berdiri. "To, temenin Lila yak, gw kesana dulu."

"Siap mas Iq!"

"Dek, aku tinggal ya, nyusul aja kesana nanti," kata mas Iqbal lagi.

Lila mengangguk. Setelah itu, mas Iqbal berjalan menuju tempat kang Yana dan kang Muslim sedang mengobrol.

Fitto duduk ditempat mas Iqbal duduk sebelumnya, disebelah Lila. "Masih sakit badannya?"

"Much much better," jawab Lila sambil tersenyum.

"Kamu bikin aku panik tau tadi," ucap Fitto tanpa sadar.

Lila terdiam mendengar ucapan Fitto. Astaga..... Ia speechless sekarang.

Menyadari bahwa ia keceplosan, Fitto juga ikut menjadi salah tingkah.

"Eh, maksudnya...." Fitto masih berusaha mencari kalimat yang tepat. "Hmmmm..."

"Iya kak, gapapa kok. Makasih ya udah bantuin tadi," balas Lila tulus.

Fitto hanya mengangguk sambil tersenyum. "La," panggil Fitto kembali.

"Kenapa, kak?"

Sejujurnya Fitto ingin menanyakan tentang Lila lebih banyak lagi. Tapi sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat. Mengingat saat ini mereka masih ada di gedung tua yang sudah kosong 9 tahun.

"Gajadi, nanti aja."

"Lah? Kok gitu?"

"Ya gapapa," ucap Fitto sambil tertawa.

Lila mencibir kesal. "Bikin kepo tau ga sih."

"Jangan kesel-kesel," balas Fitto. "Nanti cantiknya ilang gimana?"

Blushhh...

Lila yakin 100% pipinya sudah seperti kepiting rebus. Demi apapun, mengapa perkataan Fitto sangat manis?

Fitto tidak bisa menahannya lagi. Ia mengacak rambut Lila gemas.

Tak sadarkah Fitto bahwa perlakuannya hanya membuat Lila semakin merah pipinya?

"Kakk, udah jangan diacak-acak lagi, berantakan," rengek Lila sambil menahan tangan Fitto.

Untuk pertama kalinya Lila mengeluarkan sifat kekanak-kanakannya pada Fitto, dan Fitto menyukainya.

"Udah jangan berduaan mulu," ucap Tommy yang baru saja menghampiri Lila dan Fitto.

"Apaan sih, kak. Gosip mulu dah lu," balas Fitto.

Tommy hanya menggelengkan kepalanya. "Pembersihan dulu hayuk, abis itu pulang."

"Yuk yuk," Fitto berdiri, dan mengulurkan tangannya di depan Lila.

Lila menatap Fitto bingung. Apa maksud dari uluran tangan Fitto?

"Pegangan aja," ucap Fitto. "Takut nanti kamunya kenapa-napa."

"Modus lu," balas Tommy sambil memukul lengan Fitto.

"Yeh, ga seneng aja lu, kak."

Lila tertawa, lalu menyambut uluran tangan Fitto. Ah, genggaman tangan Fitto sangatlah hangat.

"Dah ah, gw kesana duluan. Jangan lama-lama," kata Tommy yang sudah mencium aroma-aroma PDKT dari Fitto dan Lila.

"Eh, kak Tommy," panggil Lila.

"Kenapa, dek?"

Sepertinya kata "dek" kini tidak hanya menjadi panggilan sayang dari Yovan untuk Lila, melainkan sudah menjadi panggilan sayang dari seluruh kru untuknya.

"Liat kak Yovan?"

Tommy tampak berfikir. "Diatas kayanya masih, nanti juga muncul."

"Dah ah, yuk, biar cepet pulang. Makin panas gw disini," kata Fitto.

Lila mengangguk. "Hayuk!"

Setelah itu, mereka berjalan menuju tempat dimana mas Iqbal sedang membersihkan semua kru yang terlibat dalam syuting hari ini.

Sungguh, Lila sudah tidak sabar untuk pulang dan beristirahat dengan tenang.

"Sepertinya kamu harus mengingatkan dia untuk tidak membersihkan aku juga."

Lila tersenyum saat mendengar suara datar Oliver.

"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Fitto yang dijawab gelengan oleh Lila.

"Mas Iq," panggil Lila. "Pesan sponsor dari yang kecil, jangan dibersihin katanya," ucap Lila sambil tertawa.

"Astaga, bener-bener kembarannya Marsya ya tengilnya," jawab mas Iqbal sambil tertawa juga. "Aman kok, tenang," lanjutnya lagi.

Lila masih tertawa kecil.

"Dek, ini mau pembersihan doang, ga perlu sampe gandengan kaya nyebrang jalan," kata mas Iqbal iseng.

Fitto dan Lila melihat ke arah tangan mereka yang masih bertautan. Lalu melepasnya dengan cepat.

Baik Lila maupun Fitto sangat terlihat salah tingkah sekarang.

Seluruh kru yang kebetulan sedang melihat kejadian itu hanya tertawa.

Tolong, buang wajah Lila jauh-jauh ke dasar samudra. Ia sangat malu sekarang.

~•~

-SFT-
29 November 2021

My Destiny, A Fiction Story About : Fitto BharaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang