Bab 11

48 4 0
                                    

Yovan menatap Fitto bingung. "Nanya mah nanya aja, To. Kenapa?"

Fitto terdiam, berpikir berkali-kali apakah ia perlu menanyakan tentang Lila pada Yovan.

Disatu sisi, Fitto ingin tau tentang Lila lebih banyak lagi. Tapi disisi lainnya, Fito sendiri pun masih ragu. Apakah benar ia tertarik pada Lila?

"Oi, To!" Panggil Yovan menyadarkan Fito dari lamunannya. "Mau nanya apa? Malah bengong dia."

"Nanti aja deh, mas," putus Fitto akhirnya.

"Gini nih," ucap Yovan dengan nada sebal. "Udah dibuat kepo, tiba-tiba gajadi."

Fitto tertawa. "Belum waktunya, mas. Nanti kalo udah pasti, pasti gw cerita."

"Iyain deh, biasa kalo lu ngomong begitu, pasti lama lu ceritainnya," balas Yovan sambil membuka topinya untuk merapihkan rambutnya.

"KBP minggu depan bawa adek lu lagi, mas?" Tanya Fitto. Memancing sedikit tidak masalah bukan?

Yovan mengedikkan bahunya. "Harusnya kalo gw paksa mau ya, toh tiap Kamis dia kosong juga biasanya."

"Dia kemaren ada cerita, katanya dia ga akan pergi kalo ga lu paksa," ucap Fitto sambil tertawa.

Mendengar ucapan Fitto, Yovan pun ikut tertawa. "Sesekali lah ya, dia terlalu sering nolak ajakan gw soalnya."

"Tapi jujur, mas. Gw baru tau lu tinggal bareng adik sepupu lu," ucap Fitto tiba-tiba. "Selama ini kita taunya lu anak tunggal, tinggal sendiri," lanjutnya lagi.

Yovan tersenyum. "Semua juga pada ngira gitu awalnya."

Fitto terdiam, menunggu lanjutan cerita dari Yovan.

"Dia itu juga anak tunggal, nyokap bokap nya sayang banget sama dia, gw pun udah anggep mereka berdua kaya orang tua gw sendiri," cerita Yovan sambil menyenderkan badannya di sandaran kursi.

Yovan menghela nafasnya sebentar. "Dulu mereka yang selalu ngajarin Lila buat nerima semua gift yang dia dapet."

"Tapi sayangnya," Yovan menjeda ucapannya, lalu menggelengkan kepalanya.

Fitto memegang bahu Yovan. "Kenapa, mas?"

"Lu tanya Lila sendiri aja nanti. Gw rasa dia lebih berhak cerita tentang masa lalunya," jawab Yovan.

Fitto menganggukkan kepalanya. "Yaudah kita ceritain yang lain aja," usul Fitto.

"Mau ceritain apa? Tentang lu?" Balas Yovan sambil tertawa.

"Gw mulu ih, mas," jawab Fitto sebal. "Yang lain kek."

Lagi-lagi Yovan tertawa. "Yaudah ganti-ganti."

"Single lu kapan mau dibuat?" Tanya Yovan mengubah topik.

"Aelah, mas. Sama aja lu mah nanyanya kaya ayah," jawab Fitto.

"Jangan lama-lama, to. Kesian itu lagu lumutan lu diemin."

"Inspirasi nya belum ada lagi."

"Mau gw cariin cewek?" Tanya Yovan.

"Keknya adek lu cocok deh jadi inspirasi, mas," ucap Fitto dalam hatinya.

Fitto menggelengkan kepalanya, "ga perlu, biar gw nemuin sendiri yang pas."

"To," panggil Bu Ndie yang baru datang dari ruang tengah. "Yuk mulai next scene."

Fitto mengangguk. "Fitto nyusul segera, Bu."

Bu Ndie mengangguk. "Di kolam ya , To. Buruan, udah ditungguin Kenta juga."

"Siap, Bu!" Setelah itu, Bu Ndie pun berjalan kembali ke arah kolam.

Fitto mengambil ponselnya lalu berdiri untuk merapihkan bajunya.

"Mas, ikut ga?" Tanya Fito.

"Lu duluan aja, gw nyusul bentar lagi."

Fitto mengangguk. "Yaudah gw duluan, ya," pamit Fitto, lalu berjalan ke arah kolam untuk melanjutkan kegiatan syutingnya.

~•~

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam. Seperti biasa, Yovan masih belum pulang ke apartemennya. Masih ada tugas yang harus ia selesaikan di rumah pondok indah.

"Yov, belom pulang?" Tanya Ruben yang melihat Yovan masih duduk di depan rumah.

"Eh, pak," sapa Yovan. "Sebentar lagi, pak kayanya."

Ruben duduk disebelah Yovan. "Berarti kalo lu pulang jam segini, adik lu nungguin?" Tanya Ruben.

Yovan tersenyum dan mengangguk. "Dia bilangnya ga tenang kalo saya belum pulang."

"Terus lu biarin dia nunggu sampe tengah malem? Kalo lu ikut KBP gimana?"

"Tetep dia tungguin," jawab Yovan. "Dalihnya sih ada tugas yang harus dia selesaiin," lanjutnya lagi.

"Minggu depan lu bawa dia ke KBP lagi, ya," ucap Ruben.

"Mudah-mudahan, pak. Kalo dianya mau lagi," jawab Yovan. "Emang kenapa, pak?"

Ruben menggelengkan kepalanya. "Gapapa sih, penasaran aja. Abisnya diceritain Onyo terus. Lu denger juga kan tadi?"

Yovan tertawa. "Iya pak, dia excited banget kayanya ketemu yang sebaya. Selama ini kan bareng kita-kita yang beda lumayan umurnya," ucap Yovan.

"Iya bener," balas Ruben membenarkan. "Tapi gw juga yakin Lila itu anaknya positif banget, kalo ga Onyo ga akan se seneng itu." Lanjutnya.

"Anaknya emang baik banget, pak. Seumur-umur saya kenal dia, ga pernah sekali pun marah, paling cuma sebel doang,"  jawab Yovan sambil tersenyum.

"Yaudah pulang dulu istirahat," ucap Ruben. "Besok masih dateng kan?"

Yovan mengangguk. "Masih pak."

Ruben mengangguk dan tersenyum, berdiri, lalu menepuk bahu Yovan pelan. Setelah itu, Ruben masuk ke rumahnya, menyisakan Yovan dan beberapa tim yang menginap.

Tidak lama, Yovan berjalan mengambil tas dan jaketnya yang ia sampirkan di kursi. Berpamitan dengan teman-temannya yang lain, sebelum kembali pulang ke apartemennya.

~•~

Upload lagi upload lagi!
Hayo, pada kepo ga Fitto mau nanya apa ke Yovan tentang Lila?

Pokoknya staytune aja, semakin ke belakang, semakin oke pokoknya.

Jangan lupa bintang sama komennya ya! See you on next part! 🙌

-SFT-
6 Oktober 2021

My Destiny, A Fiction Story About : Fitto BharaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang